. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 21 Januari 2017

Megahnya Gerbang Indonesia di Motaain, Menggoda Wisatawan Ber-Selfie Ria

“Megahnya Pos Lintas Batas Mota’Ain Atambua - Timor Leste,” begitu tulis Gayatri di bawah foto hasil jepretannya yang di-posting di akun instagramnya @gayatri.pitana, lima hari lalu tepatnya, Selasa (17/1).

Foto itu pun mendapat 38 likes dari netizen. Salah satu pemilik akun @bepe_9 yang rupanya pernah ke lokasi itu, turut mengomentarinya. “Jadi keren banget Bu, beda banget dengan 2 tahun lalu,” tulisnya.

Sehari kemudian, Rabu (18/1), Gayatri mem-posting sebuah foto angkot dan suasana jalan menuju Atambua di akun instagramnya.

Di bawah foto yang disukai 25 netizen itu ada statusnya yang berbunyi: “Naik angkot dari Wini, Timor Tengah Utara menuju Atambua...”.

Melihat dua foto yang di-posting Gayatri yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Promosi Wisata Buatan di Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Travelplus Indonesia jadi teringat waktu berkunjung ke Pos Lintas Batas (PLB) Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama Gayatri dan beberapa rekan lain 5 tahun lalu.

Ketika itu Gayatri masih menjabat sebagai Kepala Wilayah IV Jatim, Bali, NTB, dan NTB Ditjen PPDN, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Terus terang, sewaktu melihat foto pertama postingan-an Gayatri tentang PLB atau Gerbang Indonesia di Motaain itu, saya agak terkejut. Kenapa? Ya karena sudah berubah, beda sekali.

“PLB kita di NTT sekarang keren banget, jauh beda dengan negara sebelah (Timor Leste-red). Gerbang Indonesia di Motaain itu sudah diresmikan oleh Presiden Jokowi tahun lalu,” terang Gayatri kepada Travelplus Indonesia, Sabtu (21/1/2017) malam.

Dulu, sewaktu pertama kali Travelplus Indonesia ke sana tahun 2012, wajah Gerbang Indonesia masih apa adanya. Akibatnya wisatawan asal Indonesia yang datang ke Motaain memilih ber-selfie ria di gerbang kedatangan milik Timor Leste yang lebih keren dan mentereng.

Tapi rupanya Indonesia mulai sadar dan berbenah. Wajah perbatasan terutama gerbangnya kini satu-persatu diperindah dan dipermegah dengan tetap memberikan sentuhan arsitektur lokal, sebagaimana Gerbang Indonesia di Motaain kini.

Dulu sebelum dirombak, di ujung Motaain, wilayah perbatasan milik Indonesia, ada deretan bangunan permanen dengan dinding bercat kuning dan beratap genteng berwarna hijau yang berfungsi sebagai kantor-kantor.

Ada kantor khusus bea cukai, imigrasi, karantina, kepolisian dan lainnya. Di belakang bangunan itu ada jejeran kios pasar tradisional Motaain dan juga warung makan.

Di sisi lain, ada sebuah bank swasta merangkap money changer secara legal. Di depan bank tersebut ada papan putih bertuliskan harga beli 1 dollar AS Rp 9.500, harga jualnya Rp 9.650 ketika itu. Papan itu disandarkan di atas kursi plastik berwana biru.

Di sisi kiri bank tersebut ada gedung Pos Motaain berdinding cat hijau muda dan di samping gerbang ada tenda hijau tempat tentara kita tengah berjaga-jaga. Beberapa lagi berjaga di pos pertama sebelum perkantoran dan di pos gerbang selamat datang Indonesia.

Di samping gerbang itulah ada batu putih dengan lempengan hitam yang ditandatangani oleh menteri luar negeri RI Hasan Wirayuda dan perwakilan dari Timor Leste Ramos Horta tertanggal 30 Agustus 2005. Dua tandatangan itu sebagai garis akhir wilayah Indonesia dan awal dari negara muda Timor Leste.

Di sebelah batu tugu, ada Jembatan Motaain I yang berpagar semen dengan cat merah putih. Jembatan itu berada di atas sungai yang menjadi pembatas alam antara wilayah RI dengan Timor Leste.

Sebelum perkantoran itu, ada rumah makan padang yang dibuka seorang ibu dari Jawa Timur. Dan ada juga rumah makan bermenu masakan Jawa.

Meski kedua warungnya sederhana justru keduanya menjadi primadona bukan hanya warga Indonesia yang tinggal di perbatasan itu termasuk para pegawai perkantoran serta tentara, pun warga Timor Leste yang ada di perbatasan, para pegawai, dan juga tentara negara muda yang dulunya merupakan bagian dari provinsi RI yang bernama Timor-Timor.

Kedua warung itu, setiap hari ramai pembelinya. Banyak warga dan polisi Timor Leste yang berjalan kaki menembus perbatasan, hanya untuk makan di warung yang berada sekitar seratus meter dari tapal batas.

Warga lokal Timor Leste cukup melapor ke petugas imigrasi di loket keberangkatan yang ada di bagian depan dengan membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) negaranya. Setelah kenyang mereka kembali mengambil KTP-nya lalu pulang berjalan kaki lagi melewati gerbang perbatasan.

Beberapa orang Timor Leste mengaku masakan yang dijual di kedua warung itu lebih enak dan variatif di banding yang ada di wilayah perbatasan Timor Leste.

Petugas imigrasi di Atambua sempat menjelaskan kalau masyarakat perbatasan yang biasa modar-mandir Timor Leste ke daerah perbatasan Indonesia cukup menunjukan pemakai lintas batas. Sementara yang bertujuan khusus wisata dan lainnya selama beberapa hari, harus menggunakan paspor dengan membayar visa.

Ketika itu warga Timor Leste dikenakan visa Rp 35.000 per orang sedangkan warga Indonesia yang hendak ke Timor Leste lebih murah dikenakan visa Rp 30.000 per orang.

Sebelumnya, beberapa ratus meter sebelum di ujung Motaain itu, pemandangan menarik sudah saya jumpai saat berada di depan Polsubsek Motaain, yang berada tepat di pertigaan jalan arah ke Atapupu, Silawan, dan arah ke perbatasan.

Setiap mobil yang ingin ke perbatasan harus membuka kaca dan turun melapor maksud dan tujuan ke petugas polsubsek tersebut. Petugas kepolisian cukup ramah menyapa pengunjung.

Ada yang menarik, di sana beberapa warga lokal menawarkan mata uang dolar Amerika, baik kepada warga Indonesia yang hendak ke Timor Leste atau sebaliknya. Aksi mereka terang-terangan.

Sejak menjadi negara, Timor Leste menggunakan mata uang dolar Amerika. Sejak itu pula dolar bukan hal baru di Motaain. Terlebih PLB Motaain menjadi perbatasan utama Indonesia dengan Timor Leste.

Puas berfoto-foto di gerbang selamat datang Indonesia di Motaain, saya dan rekan-rekan lain memasuki wilayah Timor Leste didampingi salah seorang TNI. Bambang, namanya yang mengaku sudah 6 bulan bertugas di tapal batas itu.

Cerita tentang wilayah terdepan Timor Leste lebih bagus, mentereng, dan canggih terjawab sudah ketika saya memasuki halaman depan Timor Leste.

Sama halnya dengan perbatasan lainnya, pembangunan dan infrastruktur di PLB Motaain ketika itu kalah cepat dan kalah lengkap dibanding dengan milik pemerintah Timor Leste. Padahal negara tetangga itu baru baru merdeka 10 tahun saat itu.

“Infrastruktur di pintu perbatasan di Timor Leste lebih megah bahkan canggih karena dilengkapi dengan peralatan seperti mesin pendeteksi barang masuk dan keluar. Di kita masih manual,” aku Bambang saat itu.

Sebelum masuk ke pintu gerbang Timor Leste berupa loket dan sebuah bangunan besar, ada jembatan berkerangka baja yang menarik perhatian bertuliskan selamat datang di Timor Leste. Di depan loket ada tugu yang bertuliskan Timor Leste.

Banyak pengunjung yang berfoto di jembatan dan berlatarbelakang tugu itu, termasuk saya dan beberapa rekan. Ini membuktikan, bangunan yang dibuat menarik, akan menarik perhatian orang.

Kendati saat itu (2012) wajah terdepan Indonesia dengan Timor Leste masih kalah megah dan lengkap, tetap saja warga Timor Leste yang berada di perbatasan memilih belanja dan makan di wilayah Indonesia.

Bahkan beberapa lainnya memilih berwisata ke beberapa objek wisata yang ada di sekitar Motaain. Biasanya mereka menggunakan mobil travel dari Timor Leste sampai di Motaain lalu ganti mobil travel menuju Atambua, Ibukota Kabupaten Belu.

Objek-objek wisata yang biasa mereka kunjungi antara lain Pasir Putih, Sukaer Laran, Kolam Susuk, dan Tanjung Gurita yang berjarak beberapa kilometer dari Motaain, dan lomba pacu kuda di Desa Tnimanu.

Melihat ketertinggalan pembangunan di Motaain yang menjadi pintu gerbang perbatasan Indonesia dengan Timor Leste, pemerintah pusat akhirnya membangun PLB yang baru.

Alhasil wujudnya seperti foto yang di-posting Gayatri di akun instagramnya baru-baru ini, ya lebih megah, lebih rapih, dan lebih elegan.

PLB lain di NTT ada di Motamasin, masih di Kabupaten Belu, lalu Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara yang beribukota Kefamenanu, serta Oepoli di Kabupaten Malaka dengan ibukotanya Betun.

“PLB Motaain sudah diresmikan Presiden Jokowi tahun 2016. Rencananya PLB Wini akan diresmikan 14 Februari 2017 dan PLB Motamasin pada tanggal 15 Maret 2017,” ungkap Gayatri.

Setelah diresmikan, Gerbang Indonesia di Motaain itu pun kini menjadi objek selfie sejumlah wisatawan yang melintasi perbatasan tersebut, baik dari Indonesia dan Timor Leste maupun dari benua lain terutama Australia dan Eropa usai berwisata di Indonesia.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: adji & gayatri

Captions:
1. Wajah Pos Lintas Batas (PLB) atau Gerbang Indonesia di Motaain, Kabupaten Belu, NTT tahun 2017
2. Wajah PLB Motaain tahun 2012.
3. Kondisi sekitar PLB Motaain tahun 2012.
4. Akses dan angkot menuju Atambua, Ibukota Kabupaten Belu tahun 2017.
5. Salah satu hotel di Atambua tahun 2012.
6. Wisatwan berfoto di PLB Motaain 2017.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP