. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Minggu, 24 Juli 2016

Indonesia Patut Contoh Bagaimana Hebatnya Negara Ini Melestarikan dan Memanfaatkan Wayangnya

Indonesia punya ratusan jenis wayang dengan konsep yang juga beragam. Sementara Vietnam hanya punya satu jenis wayang, namanya Wayang Air. Meskipun Indonesia lebih kaya wayangnya, namun boleh dibilang miskin pengelolaan pelestarian dan pemanfaatannya. Sebaliknya, Vietnam justru begitu serius dan luar biasa menjaga kelestarian wayang serta memanfaatkannya.

“Vietnam itu hanya punya satu jenis wayang, Wayang Air. Tapi oleh pemerintahnya dijaga, dilestarikan, dan dimanfaatkan dengan begitu serius. Bahkan dimanfaatkan sebagai bahan promosi pariwisatanya,” ujar pakar budaya Prof. Dr. Arthur S. Nalan yang juga seniman, penulis sejumlah naskah drama, dan skenario film sekaligus pendiri Wayang Ajen bersama Wawan S. Gunawan, kepada TravelplusIndonesia sebelum dia tampil membacakan pengantar tentang Wayang Ajen di even Pesona Festival Bauran 2016 yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) di Subang, Jawa Barat, Sabtu (23/7).

Mereka (Vietnam-red), lanjut Arthur sampai memiliki ungkapan promosi sehebat ini dalam bahasa negaranya yang artinya lebih kurang seperti ini. “Kalau Anda ke Vietnam tanpa melihat Wayang Air, berarti Anda belum ke Vietnam.”

Hebatnya lagi, sambung Arthur, pemerintah Vietnam selalu menyuguhkan Wayang Air untuk menghibur tamu kenegaraan, seperti pejabat tinggi negara lain mulai dari presiden, perdana menteri dan lainnya. “Jadi wayangnya benar-benar dimanfaatkan untuk bahan promosi sekaligus apresiasi tamuj kenegaraan. Setiap tamu kenegaraan seakan-akan diharuskan menonton atau diberikan tontonan Wayang Air,” tambah pria kelahiran Majalengka, 21 Februari 1959 ini.

Sementara di sini (Indonesia-red), lanjut Arthur tidak melakukan hal itu, padahal wayang yang dimiliki Indonesia luar biasa jumlah dan jenisnya. Seharusnya tamu negara yang datang ke Indonesia juga disuguhkan wayang Indonesia seperti yang dilakukan Vietnam dengan mempertontonkan Wayang Air-nya.

“Ada show window dengan memperlihatkan wayang Indonesia walauun hanya sebentar, cukuplah sekitar 30 menit. Dengan begitu wayang Indonesia ikut terpromosikan juga,” kata Ketua IV Senawangi Bidang Riset dan Pemberdayaan SDM pewayangan periode 2006-2011 ini.

Dulu Pemerintah Indonesia era Orde Baru zamannya Presiden Soeharto memang pernah melakukan itu, kata Arhur, tapi hanya sesaat dan kadang-kadang saja.

“Setahu saya dulu Asep Sunarya almarhum, pernah tampil menyambut tamu kenegaraaan. Tapi setelah itu sepertinya tidak ada, tidak diteruskan lagi,” terang pemenang I Skenario Film berjudul Jalan Perkawinan hingga mendapat penghargaan dari Direktorat Film, Kemenetrian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2006 ini.

Semestinya upaya menampilkan wayang Indonesia apakah itu yang berkonsep tradisional maupun yang kontemporer untuk suguhan tamu kenegaraan seperti yang dilakukan Vietnam secara kontinyu, itu harus dilanjutkan. “Tinggal di atur saja secara bergiliran wayang yang akan tampil, ditambah kesenian lain. Karena ini juga menjadi sarana displomasi budaya,” ujar Arthur.

Ketika TravelplusIndonesia tanya kenapa wayang Indonesia tidak lagi ditampilkan sebagai suguhan buat tamu kenegaraan? Arthur menjawab karena alasan mereka mahal. “Berapa sih mahalnya menanggap wayang. Istana atau negara kan punya duit. Harusnya untuk apresiasi tamu kenegaraan itu, pertunjukan wayang harus rutin dibikin bagaimana pun caranya,” imbau Arthur agi.

Vietnam juga dinilai Arthur sudah selangkah lebih maju lagi dalam melestarikan wayangnya. Buktinya Vietnam sudah memiliki kampus Akademi Wayang Air Vietnam. “Sudah ada gedung kampusnya dan beragam kreasi Wayang Air-nya. Padahal dia cuma satu jenis wayang dan uniknya memang disitu,” ungkapnya.

Menurut Arthur bukan lantaran Vietnam punya satu wayang sehingga lebih fokus dah efisien dalam melestarikan dan memanfaatkan wayangnya. “Tapi konsep memperlakukan warisan budayanya itu, hebat dan patut ditiru Indonesia,” terangnya. 

Vietnam pun, lanjutnya, memanfaatkann wayangnya sebagai bahan promosi wisata di dalam dan mancanegara. “Sementara kita satu pun wayang Indonesia tidak ada dijadikan bahan promosi pariwisata,” ungkap mantan Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ini.

“Misalnya begini, “Ke Bandung Jangan Lupa Melihat Wayang Golek Giri Harja”. Ini nggak, yang sudah ada paling baru ajakan ke Saung Udjo. Seharusya kesenian lain seperti wayang juga dipromosikan seperti itu. Akhirnya Saung Udjo sadarri itu dan mau juga mempertunjukkan apresiasi wayang golek pendek yang ceritanya tentang adegan perkelahian, lalu si Cepot menyapa tamu-tamu, apa kabar, itu saja sudah aspiratif bagi turis” terang Arthur.

Berdasarkan pengamatan TravelplusIndonesia, memang bahan promosi pariwisata Indonesia, khususnya ke mancanegara sejak dulu sampai sekarang hanya berkutat pada obyek wisata itu-itu saja seperti Bali, Bromo Tengger Semeru, Candi Borobudur dan lainnya. Sementara wayang Indonesia, sepertinya tidak dianggap.


Kata Arthur yang tengah menyelesaikan tulisan penelitian 11 cerita wayang yang digarap oleh Teater Koma, pimpinan Riantiarno yang akan terbit tahun ini, Wayang Air Vietnam dalam bahasa setempat disebut Mua roi nuoc, yang berarti 'boneka yang menari di atas menurut air'.

“Keunikan wayang ini, mainnya di atas air berupa kolam berisi air setinggi pinggang. Di sekeliling panggung, para pemain musiknya memainkan lagu-lagu tradisional untuk mengiringi jalannya cerita yang umumnya cerita rakyat setempat. wayang-wayang kayu yang dipernis tersebut dikendalikan oleh empat hingga delapan orang dalang yang bersembunyi di belakang tirai,” pungkas Direktur Pascasarjana ISBI Bandung ini.

Melihat bagaimana Vietnam yang merdeka 2 September 1945 dari kolonialisasi Perancis namun kemudian masih harus menghadapi intervensi Amerika Serikat hingga akhirnya benar-benar menyatu, amat serius merawat dan memanfaatkan Wayang Air-nya. Sudah semestinyalah Pemerintah Indonesia terkait pun begitu. Jangan sampai baru 'siuman', setelah  satu per satu wayangnya mati suri lalu musnah, tinggal nama, tinggal cerita.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:@adjitropis)
Foto: adji, wayan ajen & crossingvietnamtour

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP