. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 30 April 2016

Sepuluh kiat Ikut Pameran Wisata Agar Untung Besar

Sejak beberapa tahun belakangan ini, pameran wisata yang digelar di Jakarta bertambah jumlahnya. Namun tidak semuanya sukses menjaring pengunjung. Tak sedikit yang sepi peminatnya. Kenapa bisa begitu?

Sebelum mengupas lebih jauh, simak gambaran dua pameran wisata yang waktu penyelenggaraannya hampir bersamaan di bawah ini.

Pertama, Wonderful Indonesia Travel Fair (WITF) 2016 yang gelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bekerjasama dengan ASITA, PHRI, GIPI dan lainnya selama dua hari tanggal 28-29 April.

Satunya lagi Garuda Indonesia Travel Fair (GATF) 2016 yang diselenggarakan PT Garuda Indonesia Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Tbk selama 3 hari, 29 April-1 Mei.

Meskipun sama-sama dibuka secara resmi oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, dan venue pamerannya juga sama, di tempat pameran tersohor dan paling strategis serta diminati masyarakat yakni Jakarta Convention Center (JCC) di bilangan Senayan, Jakarta, namun pengunjung atau peminat masing-masing pameran wisata tersebut boleh dibilang berbeda 360 derajat.

Pada hari pembukaan GATF 2016, Jumat (19/4) pengunjungnya super ramai, sudah mengantri panjang sejak 7 pagi, padahal pameran baru dibuka 3 jam kemudian dan harus beli tiket masuk pula Rp 30.000 per orang.



Pada waktu bersamaan, saat hari terakhir penyelenggaraan WITF 2016, suasananya justru sepi, adem tentrem, padahal gratis.

Baru setelah agak siang hingga jelang sore, pengunjung mulai ada, dan itu pun tertolong oleh para peserta Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepariwisataan kedua yang digelar Kemenpar pada waktu bersamaan.



Anda saja tidak ada Rakornas Kepariwisataan yang pesertanya sebagian besar PNS Kemenpar dan perwakilan dari dinas pariwisata berbabagia daerah dan kota itu, sudah habis perkara. Kian sunyi senyaplah pameran yang kabarnya baru pertama kali digelar Kemenpar itu.

Usut punya usut, akhirnya diketahui mengapa GATF 2016 disesaki pengunjung, sementara WITF sepi merana. Penyebab utamanya terletak pada promosi pra event keduanya. GATF begitu gencar dipromosikan jauh-jauh hari ke khalayak oleh pihak penyelenggaranya, sebaliknya WITF 2016 minim sekali.


Itu saja? Tentu tidak masih banyak faktor lain. GATF dipromosikan lewat jumpa pers ke sejumlah media online, cetak dan elektronik, dikabarkan ke berbagai media sosial (medsos), diiklankan di berbagai media, papan reklame atau billboard, dan lainnya dengan bahan promosi yang sangat menggoda orang untuk datang, misalnya memberitahukan bahwa pameran ini bertabur diskon, hadiah, dan hal-hal menarik lainnya. Sedangkan WITF 2016, lagi-lagi minim.

Melihat kondisi pengunjung yang kontras itu, seorang PNS Kemenpar sempat berseloroh. “Om, lihatlah pameran di sebelah kita rame banget ya, eh di sini koq sepi sekali. Kalau enggak ada kita-kita di sini, kayak kuburan kali ya,” ujarnya di JCC, Jumat (29/4).

Entahlah selorohannya itu ditujukan kepada siapa sebenarnya. Apakah PNS itu tidak tahu kalau yang membuat pameran WITF 2016 ini adalah pihak dari kementerian tempatnya bernaung.

Atau dia sebenarnya tahu tapi sengaja ingin 'menyentil' orang-orang yang ada di balik penyelenggaraan event tersebut. Entahlah.

Seorang PNS Kemenpar lainnya berusaha mencari alasan lain, menolak kenyataan bahwa WITF 2016 itu memang boleh dibilang tak sukses menjaring pengunjung.

“Maklum aja, pameran ini kan baru pertama kali diadakan, jadi banyak yang belum tahu,” begitu ujarnya dengan santai seperti menganggap hal itu bukanlah masalah dan bukan urusannya juga.

Alasan terkesan tak profesional seperti itu sudah kerap kali Travelplusindonesia dengar, termasuk setiap kali ada festival budaya dan lainnya yang baru pertama kali digelar Kemenpar tapi sepi penontonnya, andaikan ada cuma penonton lokal alias jeruk makan jeruk.

Entah kenapa begitu gampangnya mengkambinghitamkan alasan baru pertama kali diselenggarakan seperti itu. Justru karena baru pertama kali sebuah event entah itu pameran, festival dan lainnya digelar, semestinya dselenggarakan dengan sebaik dan semenarik mungkin hingga memberi imej yang baik, menarik, memukau, profesional, dan kesan positif lainnya. Bukan sebaliknya, karena itu bisa jadi bumerang.

Berdasarkan gambaran di atas, Travelplusindonesia mencatat beberapa point penting yang ditujukan untuk calon peserta yang ingin sukses mengikuti sebuah pameran wisata.

Sekurangnya ada 10 kiat buat Anda yang ingin meraup untung dalam mengikuti pameran wisata.

Pertama, mengenali benar produk yang akan Anda pamerkan/jual termasuk brosurnya. Menarikkah? Bagaimana kemasannya? Elegan atau kacau balau?

Adakah kelebihan atau keunggulannya di banding produk peserta lain? Kalau ternyata serba kurang semuanya, sebaiknya jangan disuguhkan. Revisi dulu sampai benar-benar layak jual, bagus, dan tidak malu-maluin.

Kedua, perhatikan stand/booth Anda. Apakah sudah menarik, unik, wah, atau justru biasa-biasa saja alias standar, tak ada sesuatu yang bikin menarik perhatian. Seharusnya stand/booth Anda tampil habis-habisan, apalagi kalau didukung dengan letak yang mudah dijangkau pengunjung, itu akan menambah point tersendiri.

Ketiga, jangan remehkan penampilan penjaga stand/booth Anda. Apakah mereka murah senyum, ramah, dan menarik dari segi penampilan serta attitude saat berkomunikasi dengan pengunjung? Apa mereka mengerti atau menguasai dengan baik informasi mengenai produk yang Anda pamerkan/jual ketika ditanya pengunjung?

Apakah mereka selalu siap menjawab setiap ditanya pengunjung? Apakah mereka stand by di stand atau justru sering ditinggalkan hingga kosong? Kalau tidak, sebaiknya jangan dipakai, karena bisa merugikan Anda.

Keempat, ikut mempromosikan pameran yang Anda ikuti ke khalayak jauh-jauh hari atau sebelum event itu berlangsung. Caranya bisa lewat medsos (FB, Twitter, Instagram, dll) dan cara lainnya.

Kelima, ingatlah ikut pameran itu tak cukup penjaganya murah senyum dan ramah. Berikan juga hiburan agar pengunjung tertarik datang. Hiburan berupa musik, tarian, permainan, lomba dan sebagainya bisa menarik minat pengunjung untuk datang.

Keenam, ikut pameran juga tak cukup cuma membawa/memberikan brosur paket wisata dan kartu nama. Tawarkan juga berbagai hadiah (diskon, beli dua dapat satu, hadiah gratis langsung, door prize, dll).

Hadiah merupakan salah satu alasan mengapa orang berbondong-bondong dan rela antri ke sebuah pameran wisata, seperti yang sudah dibuktikan GATF 2016.

Ketujuh, perhatikan lokasi pameran yang akan Anda ikuti apakah strategis, mudah dijangkau masyarakat berbagai lapisan? Atau sebaliknya yang bikin orang malas datang. Ingatlah venue lokasi pameran itu sangat mempengaruhi jumlah pengunjung.

Kedelapan, cermati pula waktu pelaksanaan pameran. Apakah sudah tepat atau justru salah waktu. Misalnya jangan mengikuti pameran yang diselenggarakan pada saat long week and di Jakarta, pasti pengunjungnya sepi soalnya banyak orang Jakarta yang ke luar kota atau balik kampung.

Contoh pameran wisata yang sepi lantaran tak mengindahkan waktu penyeleggarannya antara lain Tourism in One di JI-Expo Kemayoran pada tahun 2012 lalu karena digelar saat long week and dan ditambah miskin promosi pra event-nya.

Kesembilan, perhatikan siapa penyelenggara pameran tersebut. Sebaiknya pilih pilih penyelenggara pameran yang mengerti bagaimana membuat sebuah pameran wisata itu sukses.

Sebelum memutuskan ikut, tanyakan apakah pameran tersebut sudah dipromosikan pra event-nya, kalau sudah kemana saja promosinya, dan apa bentuk promosinya.

Jika ternyata tidak, sebaiknya pikir ulang untuk mengikutinya, sebab dipastikan Anda cuma buang waktu, tenaga, dan biaya. Anda akan menuai kecewa saja lantaran bakal sepi pengunjung.

Jadi harus diingatkan ke penyelenggara bahwa promosi pra event pameran wisata itu amat penting. Dan promosinya tak cukup medsos, adakan juga jumpa pers dengan mengundang sejumlah wartawan dan blogger terkait, pasang iklan, dan lainnya.

Terakhir, kesepuluh, siapkan mental Anda untuk berkompetisi dengan peserta lain. Ditambah harus memiliki jiwa kreativitas dan inovasi yang tinggi.

Berusahalah tampil sebaik mungkin dengan kemasan yang menawan, mulai dari aneka produk paket wisata (kalau perlu ditambah aneka panganan khas, kerajinan tangan, dll), stand/booth, penjaganya, dan lainnya. Jangan sampai kalah dengan stand dan produk peserta lain.

Hal ini pernah dialami Stand Pesona Indonesia milik Kemenpar di pameran wisata Astindo Travel Fair 2016 di JCC, Maret lalu. Ketika itu Stand Pesona Indonesia sangat kalah menarik dan semarak dibanding stand badan pariwisata dari negara-negara lain di pameran tersebut.

Di depan Stand Pesona Indonesia, pengunjung hanya bisa berfoto di tulisan "Pesona Indonesia". Lalu melihat foto-foto destinasi wisata Indonesia seperti Raja Ampat, Pulau Komodo, dan Danau Toba. Ya cuma itu, dan pengunjungnya juga terlihat agak sepi serta kurang begitu antusias.

Sementara di stand Thailand dalam pameran itu, pengunjungnya ramai, bisa mencoba makanan tradisional, dan membuat kerajinan keramik. Sedangkan di stand Jepang, antara lain pengunjung dapat berfoto menggunakan busana tradisional Jepang dan belajar menulis kanji. Berbeda lagi di stand Taiwan, pengunjungnya disuguhkan tarian dan anak-anak bisa membuat mainan-mainan khas Taiwan. Amat atraktif.

Kondisi Stand Pesona Indonesia di beberapa pameran wisata di dalam negeri, serta suasana WITF 2016, sungguh berbanding terbalik dengan kesuksesan Stand Wonderful Indonesia di beberapa event pameran wisata (travel mart) besar di mancanegara yang diikuti Kemenpar setahun belakangan ini.

Sejumlah penghargaan sebagai stand terbaik berhasil diraih Wonderful Indonesia, bahkan mengalahkan stand ‘musuh’ atau pesaing pariwisata Indonesia yakni Malaysia hingga membuat Menpar Arief Yahya lagi-lagi tersenyum puas.

Nah, semestinya Stand Pesona Indonesia harus semenarik, seaktraktif, dan semegah stand-stand negara lain yang mengikuti pameran wisata di Indonesia, apalagi Pesona Indonesia berpameran di kandang sendiri. Begitupun dengan WITF 2016, semestinya harus tampil lebih semarak, ramai, dan megah, seheboh travel mart negara lain, kendati baru kali pertama digelar.

Dulu sewaktu Jero Wacik menjadi Menbudpar, pihak (Kemenbudpar ketika itu) juga pernah mengikuti pameran di ajang Java Jazz Festival. Sayangnya stand-nya pun apa adanya, sementara yang lain tampil wow, megah, dan kreatif.

Ketika disinggung dan disentil soal itu, eh ada orang Kemenbupar (dan orang itu masih ada di Kemenpar sekarang) yang justru tak senang.

Hadeeeh.., maunya koq cuma disanjung. Kalau bagus ya pasti dipuji, sebaliknya kalau hancur/keliru yang dikritisi biar lebih baik.

Bukankah kritikan/masukan itu bertujuan agar kelak kalau ikut pameran lagi atau buat festival itu tidak asal-asalan, tidak memampilkan apa adanya, apalagi di bawah standar, karena ini membawa nama baik Kemenpar sebagai lembaga resmi pemerintah yang mengurus sektor pariwisata.

Jadi sekali lagi, kalau ingin ikut pameran wisata, berusahalah menjadi pemenangnya, baik itu pemenang sebagai stan terbaik/terunik/termegah, pemenang dari segi jumlah pengunjung maupun pemenang dari total transaksi yang dicapai. Seperti kata Menpar Arief Yahya: "Kalau ingin mendapatkan hasil luar biasa, harus diraih dengan cara-cara yang luar biasa pula".  Ingatlah  itu!

Semua itu bisa dicapai, jika Anda mengindahkan 10 kiat di atas. Bukan justru bersikap menggampangkan atau asal narsis ikut pameran hingga hasilnya tak seberapa bahkan tak dapat apa-apa.

Selamat berpameran wisata, semoga mendapat untung besar.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: adji, agung-Humas & dok. Kemenpar


0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP