. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Jumat, 08 April 2016

Icip-Icip Lalu Borong Panganan Serba Singkong Khas Masyarakat Adat Cireundeu

Saat bersilaturahmi dengan Masyarakat Adat Cireundeu di Kampung Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (6/4), perwakilan Biro Hukum Pusat Komunikasi Publik (Puskompublik), Kementerian Pariwisata (Kemenpar) juga mengunjungi rumah yang menjadi tempat pembuatan beragam panganan berbahan singkong. Rumahnya disamping Bale Saresehan (rumah utama).

Di rumah Euis Nurhayati (55) ini, ada beberapa kaum ibu yang tengah mengolah singkong menjadi beragam kue.

Singkong di kampung ini memang tak melulu diolah menjadi aci dan rasi (beras singkong), melainkan pula bermacam makanan ringan yang dijual dan kerap dibeli pengunjung sebagai buah tangan sepulang dari Kampung Cireundeu ini.

Jenis kuenya yang dijual ada kue kering dan basah. Kue keringnya antara lain cheese stick Rp 15.000, eggroll keju Rp 45.000, cireng pedas Rp 10.000, Cireng putih gurih Rp 10.000, opak bumbu Rp 10.000, keripik bawang Rp 15.000, saroya rp 10.000, simping 10.000, dan dengdeng Rp15.000. Selain itu ada kicipir, rangginang, kerupuk, rempeyek, dan lontomg tempe tau biasa disingkat lope.

Sewaktu mencicipi aneka kue itu, Kabag Informasi Publik, Kemenpar Burhanuddin yang akrab disapa Burhan masih belum yakin semua kue kering itu berbahan dasar singkong.

“Ini beneran dari singkong bu,” tanyanya kepada salah satu staff Euis. “Iya pak, semua kue yang dijual disini dari singkong dan tanpa bahan pengawet. Masa kadarluarsanya 3 bulan,” terang ibu itu.

Kemudian Burhan masih belum yakin kalau nasi yang dimakan warga adat Cireundeu ini bukan nasi dari beras padi melainkan beras singkong atau rasi yang bentuknya menyerupai nasi beras padi.

Biar Burhan yakin, saya meminta sisa nasi yang masih ada di rumah Euis. Sayang nasi singkong sudah habis. Tak lama kemudian stafnya Euis membawa sepiring kecil berisi Awug, salah satu kue basah khas Masyarakat Adat Cireundeu yang juga terbuat dari singkong. Bentuk dan rasanya mirip dongkal, kue basahnya orang Betawi, Jakarta.

Rasa kuenya nikmat, ada gula merah dan campuran kelapa.pas buat teman santai minum kopi hideung. Saking nikmatnya, Burhan tak kuasa berhenti mencicipinya.

Karena tak ada nasi dari rasi, akhirnya saya ceritakan ke Burhan dan lima rekan Biro Hukum Puskompublik Kemenpar lainnya yang ikut dalam kunjungan silatuhrami ini yakni Rudy P. Siahaan, Djoko Waluyo, Bambang Wijanarko, dan Deni Prawibowo bahwa sewaktu saya datang pertama kali awal tahun 2013 lalu bersama 2 teman, saya sempat menikmati nasi goreng khas warga adat Cireundeu yang terbuat dari rasi.

Setelah seselesai menyantap nasi goreng tersebut, saya baru tahu kalau nasi itu bukan dari nasi beras padi melainkan dari rasi, karena bentuk dan teksturnya seperti nasi gorang beras padi umumnya.

Ketika itu, saya juga melihat perkebunan singkong warga kampung ini dan juga tempat pemakaman umumnya.

Ternyata makam Muslim dan penganut Sunda Wiwitan letaknya berdampingan. Bentuknya tak ada bedanya. Hanya mayat orang Sunda Wiwitan di kampung ini dimasukkan ke dalam peti terlebih dulu sebelum dikubur.

Yang menarik lagi, warga kampung ini yang sudah dewasa di KTP-nya menulis tanda setrip pada bagian agama, tak sedikit juga yang menggunakan istilah “aliran kepercayaan”. Pasalnya dari sekian banyak agama yang diakui secara resmi di negara ini, Sunda Wiwitan tidak tercantum. Kondosi ini kadang menyulitkan mereka.

Tak puas hanya mencicipi, Burhan dan 4 rekannya serta saya memborong beragam kue kering serba singkong khas Masyarakat Adat Cireundeu sebagai buah tangan. “Ini yang di dus buat teman-teman di kantor,” ujar Djoko. Selain itu kami juga membeli kain batik bermotif keris kujang khas Sunda yang biasa dipakai untuk ikat kepala beragam bentuk.

Panduan
Tak sulit menjangkau masyarakat Adat Cireundeu yang berada tak jauh dari bekas lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. Baik dari pusat Kota Cimahi maupun dari Kota Bandung.

Jalan masuk kampung ini ditandai sebuah papan penyambut bertuliskan dua baris kalimat dalam aksara Sunda: “Wilujeung Sumping di Kampung Cireundeu Rukun Warga 10”, yang artinya Selamat datang di Kampung Cireundeu RW 10.

Kalau Anda ingin melihat aktivitas keseharian warga kampung ini, bisa kapan saja. Namun harus memberi kabar kepada pwerwakilan warga Adat Cireundeu yang iasa menerima tamu.

Tapi kalau mau melihat serangkaian kegiatan adat dan juga kesenian tradisionalnya, sebaiknya datang saat mereka menggelar hajat peringatan tahun baru Saka 1 Sura.

Naskah & Foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)


0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP