Semarak Wayang Pesona Indonesia, Bikin Imej Wayang Jadul Sirna
“Beb, nonton Semarak Wayang yuk, malam Minggu ini. Aku lihat informasinya di www.travelplusindonesia.blogspot.co.id nih,” ajak Toni (24) kepada Weni, kekasihnya. “Ih jadul banget sih kamu say... Ga ada tontonan yang lain apa. Wayang kan buat orang tua terutama orang Jawa” balas Weni (22) saat tengah menyantap roti panggang Edi di kawasan Kebayoran Baru, tak jauh dari Masjid Agung Al-Azhar dan Universitas Al-Azhar, Jakarta Selatan, lepas Shalat Jum’at (25/3).
Toni menarik nafas panjang lalu menjelaskannya pelan-pelan. “Kalau tontonan lain ya memang banyak beb… Tapi justru Semarak Wayang di Parkit Senayan ini tontonan langka lho. Ini baru pertama kali digelar. Bukan cuma satu wayangnya tapi ada empat wayang sekaligus yang akan tampil bergantian,” terang Toni.
“Ya tapi apa manfaatnya nonton wayang hari geneee..,” balas Weni lagi dengan wajah cuek. “Ya buat hiburan keleeuus. Kabarnya keempat wayang yang bakal mentas itu wayang-wayang kontemporer, yang mengikuti perkembangan selera anak muda sekarang. Bikin penasaran kan beb..,” kata Toni.
Mendengar penjelasan pacarnya itu, Weni tertarik juga dan akhirnya bersedia. “Okelah kalau begitu, malam Minggu kita nonton Semarak Wayang say… Hmmm.., tapi nanti aku ditraktir makan juga ya..,” pinta Weni.
Percakapan sejoli muda itu membuktikan bahwa imej wayang semata tontotan orang tua masih melekat kuat di kalangan anak muda sekarang. Mengapa bisa begitu? Mungkin penyajian dan pengemasan wayang selama ini terlalu kolot, konvensional, dan begitu-begitu saja.
Tak bisa dipungkiri pertunjukan wayang di Indonesia sampai saat ini masih kurang disukai karena cara pengemasannya yang kurang menarik.
Waktu pertunjukan wayang yang umumnya ditampilkan/ditayangkan malam hari sampai menjelang subuh, menyebabkannya lebih diminati oleh sebagian kecil masyarakat saja.
Lama waktu (durasi) pertunjukan wayang yang terlalu lama bisa menyebabkan kejenuhan penontonnya.
Bagi kebanyakan anak muda, imej wayang bukanlah sesuatu yang trend membuat mereka cenderung tidak memiliki ketertarikan pada seni pertunjukan wayang.
Penggunaan bahasa daerah yang kental, membuat banyak orang yang tak mengerti bahasa tersebut jadi kesulitan memahami isi cerita wayang yang disuguhkan.
Kemasan yang dapat diubah dalam pementasan wayang antara lain jam tayang, durasi, dan bahasa penyajiannya.
Jam pentasnya sebaiknya lebih awal sehingga akan lebih banyak masyarakat yang menonton. Durasinya bisa dikurangi tanpa mengurangi isi dan alur cerita agar penonton tidak akan lekas jenuh.
Bahasa yang digunakan sebaiknya Bahasa Indonesia jika tampil di tempat umum yang masyarakatnya majemuk. Dengan begitu bukan cuma orang Jawa jika dalangnya orang Jawa atau penonton orang Sunda kalau dalangnya urang Sunda yang bisa memahami isi ceritanya.
Untuk mengetahui apa penyebab pasti mengapa imej jadul masih melekat dalam pertunjukan wayang di Indonesia, Travelplusindonesia pun segera menghubungi Wawan Gunawan, dalangnya Wayang Ajen, salah satu wayang kontemporer yang terpilih tampil di event Semarak Wayang Pesona Indonesia 2016 yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) di Parkit (Parkir Timur), Senayan, Jakarta, Sabtu (26/3) malam.
Wawan mengamini kenapa sampai timbul imej kolot atau jadul (red-jaman dulu alias ketinggalan jaman) pada wayang. “Imej jadul itu karena banyak wayang yang tidak disentuh dengan kemasan teknologi. Tidak inovatif dan tidak adaptif,” aku pemilik Wayang Ajen asal Ciamis, Jawa Barat ini.
Menurutnya banyak wayang yang dalangnya menggunakan bahasa bertele-tele, menjenuhkan, monoton, dan susah dimengerti. “Penampilannya kolot dan kumuh. Nggak ada nilai jualnya jadi seperti katak dalam tempurung, tidak ada daya tariknya, tidak ada kejutan, tidak update dengan situasi dan keadaan jaman sekarang,” terangnya.
Dalang berpendidikan lulusan S-3 ini memberi bocoran agar anak muda mau nonton wayang dan betah bertahan sampai habis. Pertama, dekatkan wayang pada anak muda dengan penampilan yang menarik. Kedua, dalangnya harus peka pada situasi yang ada dalam benak dan dunia anak muda.
Kemudian ketiga, berilah kejutan yang simpatik. “Caranya tampilkan sosok yang disukai dan sudah menjadi idola mereka. Paling tidak wayang harus beradaptasi dengan kondisi itu,” imbaunya.
Keempat, menggunakan bahasa, alunan musik, tokoh wayang, asesoris, kostum, dan identitas yang akrab dan familiar dengan anak muda.
“Kelima, larutkan dunia mereka dalam alur lakon. Itu bisa dibuktikan dalam pertunjukan Wayang Ajen yang selalu update dan gaul,” terangnya.
Terakhir, keenam, percepatan teknologi juga menjadi kunci sukses mengingat penonton generasi muda sekarang tengah demam gedget.
Terakhir, keenam, percepatan teknologi juga menjadi kunci sukses mengingat penonton generasi muda sekarang tengah demam gedget.
Kata Wawan lagi, bahasa bukan faktor hambatan. “Bahasa adalah terjalinnya komunikasi, jadi komunikasi yang harmonis,” ujarnya seraya menambahkan Wayang Ajen akan mengunakan Bahasa Indonesia saat tampil di Semarak Wayang nanti, mengingat lokasinya di Ibukota yang masyarakatnya beragam suku.
Kalau mau lihat wayang yang jauh dari imej jadul dan kolot, lanjut Wawan lihat saja pementasan empat wayang di Semarak Wayang Pesona Indonesia 2016, malam Minggu ini.
Selain Wayang Ajen, ada tiga wayang kontemporer lagi yang akan tampil nanti yakni Wayang Kulit Langen Budaya Indramayu, Wayang Kulit Tutan Jawa, dan Wayang Golek Mursidin Banten.
“Acara pembukaannya pukul 7 malam. Rencananya yang membuka event budaya yang sekaligus mempromosikan branding pariwisata nusantara PESONA INDONESIA ini Menteri Pariwisata Pak Arief Yahya,” pungkas Wawan.
“Acara pembukaannya pukul 7 malam. Rencananya yang membuka event budaya yang sekaligus mempromosikan branding pariwisata nusantara PESONA INDONESIA ini Menteri Pariwisata Pak Arief Yahya,” pungkas Wawan.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: dok. wayang ajen
0 komentar:
Posting Komentar