Kala Langit Bogor Berhujan Payung
Bogor di kaki Gunung Salak, Jawa Barat hampir setiap hari turun hujan, sekalipun musim panas. Tak heran kota yang memiliki Istana Kepresidenan ini mendapat predikat sebagai Kota Hujan sejak lama. Di penghujung bulan Mei lalu, kota berhawa sejuk ini mengejutkan banyak orang. Pasalnya hujan yang turun bukan air melainkan ribuan payung.
Hujan payung di kota yang beroleh-oleh antara lain Asinan dan Roti Unyil ini sengaja dihadirkan terkait dengan penyelenggaraan Festival Payung atau Umbrella Festival dalam rangka Hari Jadi Bogor (HJB) ke-533.
Sekitar 10.000 payung warna-warni dipasang menggantung di sejumlah tempat, sudut, dan jalanan, terutama di jalan-jalan utama seperti Jalan Suryakencana, sekiling jalan yang mengitari Kebun Raya Bogor, Jalan Jalak, Harupat, Juanda, Padjajaran, dan di sepanjang Jalan Sudirman.
Tiga lapis payung bergantung indah di setiap lampu jalan yang berjejer di jalan-jalan tersebut menghias wajah Kota Bogor menjadi lebih menawan. Begitu juga di depan Kantor Pengawasan Bangunan dan Pemukiman Jalan Pengadilan, ratusan payung bergantung menghiasi pohon dan ditiang-tiang penerangan jalan umum (PJU).
Hiasan payung juga dipasang di sejumlah sarana milik pemerintah antara lain di Plaza Balaikota Bogor dan di deretan pohon pinang di depan gedung tersebut. Beberapa pusat perbelanjaan seperti Yogya Toserba di Jalan Sudirman dan Bogor Trade Mall pun terlihat lebih menawan dengan puluhan payung yang bergantung dan berjejer rapi di tiga lapis bagian depan gedung, menyerupai lampu hias.
Bahkan Istana Kepresidenan atau yang tersohor dengan sebutan Istana Bogor, hujan payung menghias beberapa pohon besar di halaman istana. Payung-payung tersebut sengaja di pasang selama sebulan. Salah satu pohon raksasa di halaman Istana, tempat Presiden Jokowi beristirahat setiap akhir pekan, dipasang puluhan payung. Kehadiran payung-payung itu menambah kesan artistik pohon tersebut.
Warga sekitar dan wisatawan mengaku terpesona dibuatnya. Mereka bukan hanya melihat, pun mengabadikan pohon berpayung tersebut dari balik pagar Istana yang jaraknya sekitar 50 meter. “Baru kali ini saya lihat aneka payung menghias pohon besar di halaman Istana. Untung jaraknya dekat dari pagar, jadi bisa lihat dan motret,” kata Linda dari Kabupaten Bogor yang datang bersama rekannya.
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto saat meluncurkan pembukaan HJB mengatakan Festival Payung tersebut menjadi ajang untuk "menasbihkan" Bogor sebagai Kota Hujan yang identik dengan payung.
Menurut Bima filosofi dari festival payung ini, selain sebagai simbol melindungi dari hujan, juga mengingatkan pengunjung untuk sedia payung sebelum hujan.
“Intinya dengan festival ini diharapkan dapat mendorong perajin payung berkreativitas dan menjadi sumber pendapatan baru. Diharapkan pula ke depannya, Bogor bisa jadi pusat penjualan payung dengan tren-tren baru,” ungkap Bima.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kadisbudparekraf) Kota Bogor Shahlan Rasyidi menambahkan Festival Payung ini baru pertama kali digelar di Kota Bogor. Festival Payung ini diluncurkan berbarengan dengan pembukaan Festival Budaya Helaran yang masih menjadi rangkaian peringatan Hari Jadi Bogor yang jatuh setiap 3 Juni.
“Alhamduliilah respon warga termasuk wisatawan yang datang menyaksikan Festival Payung cukup antusias. Festival Payung ini juga memberi warna lain bagi Kota Bogor. Mudah-mudahan tahun depan penyelenggaraannya lebih maksimal lagi,” ujar Shahlan.
Bersamaan dengan Festival Payung juga digekar Pawai Helaran Budaya yang meampilkan puluhan kendaraan hias, atraksi seni dan budaya, serta beragam hiburan lainnya yang sengaja dipersembahkan oleh Pemkot Bogor untuk warganya.
Peserta helaran budaya ini berpawai menempuh sekitar 2,5 kilometer dari Gelanggang Olahraga (GOR) Pajajaran melintasi Jalan Ahmad Yani, Jenderal Sudirman, dan Jalan Jalak Harupat lalu finish di Lapangan Sempur.
Mengenai pawai ini, Bima kembali menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya acara itu. “Semoga kegiatan ini bisa mendorong para pelaku seni di Bogor agar lebih kreatif lagi,” harapnya.
Ketua Umum Paguyuban Bogor, Iwan Kurniawan menjelaskan Pawai Helaran Budaya ini diikuti sekitar empat ribuan peserta yang terdiri dari berbagai unsur seperti sanggar, komunitas, masyarakat umum, pelajar, dan instansi pemerintahan. “Peserta helaran budaya ini bukan hanya dari Bogor dan sekitarnya, melainkan juga dari luar Bogor seperti dari Purwakarta yang turut berpawai menampilkan keseniannya,” ujar Iwan.
Usai menikmati pawai tersebut, sejumlah fotografer dan warga kembali ke Balaikota yang berjarak sekitar 300 meter dari Lapangan Sempur untuk mengabadikan deretan payung yang bertengger di antara pohon palem berlatar belakang matahari tenggelam.
Sejumlah warga lainnya melihat pesona itu seraya duduk-duduk sambil menikmati aneka jajanan seperti kacang rebus, gulali, uli bakar, dan lainnya.
Pesona yang diterbitkan sore itu jauh lebih memikat dibanding tadi siang. Warna keemasan langit beronnamen deretan payung yang seolah-olah turun dari langit sungguh fantastik.
Buktinya sewaktu travelplusindonesia, mem- publish foto tersebut lewat media sosial (facebook, twitter, dan instagram serta display BB) banyak yang terpukau dan menanyakan foto hujan payung itu. Bahkan banyak yang tak menyangka festival itu digelar di Bogor, karena sepintas deretan payung berlatar senja emas itu seperti berlokasi di pantai.
Kalau sudah begini, tak terbantahkan, hujan payung di Kota Hujan terkait Festival Payung baru-baru ini, cukup berhasil membetot perhatian bukan hanya warga, pun wisatawan yang bertandang.
Bahkan masyarakat Indonesia di sejumlah daerah dan kota lain yang melihat foto-foto hujan payung tersebut lewat bermacam media sosial, tak sedikit yang berniat berkunjung ke Bogor tahun depan untuk menyaksikan Festival Payung secara langsung.
Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Captions:
1. Senja berornamen deretan payung di depan Balaikota Bogor, saat Festival Payung berlangsung.
2. Plaza Balaikota Bogor pun berhias payung.
3. Pohon payung di halaman Istana Kepresidenan Bogor.
0 komentar:
Posting Komentar