Jangan Remehkan Kemampuan Kuliner Menjaring Wisatawan
Daya tarik orang berwisata ke suatu kota atau daerah bukan hanya obyek alam, buatan, seni budaya atau peninggalan bersejarahnya. Belakangan ini kuliner tradisional juga menjadi daya pikat yang mampu menjaring wisatawan baik nusantara maupun mancanegara secara siqnifikan. Bahkan di beberapa tempat, kulinernya justru menjadi daya tarik utama.
“Kuliner tradisional sangat potensial menjaring wisatawan baik lokal, Nusantara maupun mancanegara. Terlebih sekarang wisata kuliner tengah booming dan diminati banyak orang,” kata Bondan Winarno, pakar kuliner Indonesia yang terkenal dengan mak yus-nya itu usai berbicara dalam diskusi “Ragam Pangan Olahan Indonesia untuk Siapa?” di Jakarta, baru-baru ini.
Bahkan kata Bondan, kuliner tradisional mampu mempopulerkan nama Indonesia di tingkat dunia. Dia mencontohkan makanan Rendang Padang asal Sumatera Barat yang tahun lalu berhasil menjadi makanan terlezat nomor satu dunia versi CNN. “Padahal kita tidak melakukan apa-apa dan pemerintah pun tidak mempromosikan Rendang itu. Itu murni penilaian dari mereka,” jelasnya.
Kata Bondan, sebenarnya bukan cuma Rendang yang dimiliki Indonesia, masih banyak kuliner tradisional yang enak dan berpentensi tersohor seperti Rendang.
Untuk memperkenalkan ke tingkat dunia, lanjutnya pemerintah Indonesia harus gencar memperkenalkan kuliner tradisionalnya sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Thailand yang membuat program "Thai Kitchen to The World" yakni dengan membuat sebanyak-banyaknya restoran makanan Thailand di luar negeri. “Alhasil makanan Thailand kini termasuk yang terpopuler keempat di dunia,” jelasnya.
Begitu pun dengan Malaysia. Kata Bondan, negara tetangga itu pun begitu gencar mempromosikan kulinernya dengan memiliki 15 program di salah satu TV kuliner Asia. “Sementara Indonesia tidak ada sama sekali,” terangnya.
Dengan mempromosikan kuliner tradisional ke mancanegra, tambahnya bukan hanya mempromosikan wisata kuliner dalam negeri untuk menjaring wisatawan, pun melestarikan makanan tersebut dari kepunahan.
Bondan mengatakan tradisional pun bisa punah bila tidak dilestarikan, dipromosikan, dan dikonsumsi. Salah satunya makanan khas orang Papua, Papeda yang dikwahatirkan semakin terpinggirkan. “Saya khwatir tidak lama lagi Papeda kian terpinggirkan karena gempuran makanan olahan baik dari dalam negeri maupun mancanegara yang masuk ke Papua,” terangnya.
Untuk mencegah itu, lanjutnya dengan terus mempromosikan makanan tradisional tersebut agar diketahui masyarakat dunia secara luas. “Belakangan ini banyak orang senang berwisata kuliner,mencari kuliner tradisional ke segala penjuru kota dan daerah. Mereka punya uang, tinggal mencari makan apa yang enak dan belum pernah mereka coba. Inilah saat yang tepat untuk mempromosikan kuliner tradisional kita,” kata Bondan.
“Kalau saya bilang Papeda makyus, pasti banyak orang mencarinya. Memang belum tentu mereka langsung suka. Tapi bisa jadi dari seribu orang yang mencobanya, ada seratus orang yang menyukainya. Itu sudah bagus,” tutupnya.
Diskusi “Ragam Pangan Olahan Indonesia untuk Siapa?” diselanggarakan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Yayasan KEHATI). Selain Bondan ada tiga narasumber lainnya yakni CEO Javara PT. Kampoeng Kearifan Indonesia Helianti Hilman, Director SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi, dan P. Soegiono dari PT Indofood Divisi Bogasari.
Naskah & foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar