. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Rabu, 27 Juli 2011

Meraba Indonesia dengan Sepeda Motor


Banyak cara menyelami Indonesia lebih jauh.., lebih dalam. Ada yang berjalan kaki menyusuri pelosok, mendaki gunung, keliling naik sepeda, berlayar dan lainnya. Semua sah-sah saja. Dan kini giliran Ahmad Yunus mengelilingi Nusantara dengan sepeda motor. Kisah perjalanannya dirangkum dalam buku bertajuk Meraba Indonesia. Banyak kejutan yang ditemui di sejumlah pulau yang disambanginya. Kejutan apa saja?

Ketika kali pertama melihat sampul muka buku Meraba Indonesia, terus terang saya terusik judulnya. Pemakaian kata meraba, seolah penulisnya baru sampai tahap meraba-raba. Masih dalam tataran permukaan atau kulitnya, belum isinya.

Seakan belum sampai ke tahap menggelitik, mencubit apalagi menampar Indonesia, dalam artian memasuki lebih dalam lagi kondisi daerah-daerah yang disinggahinya.

Atau bisa jadi, penulisnya ingin menyembunyikan realitas Indonesia yang dilihatnya, bahwa sebenarnya ada banyak permasalahan begitu besar, komplek, dan sangat parah yang menggunung es, namun didiamkan atau sengaja didiamkan oleh masyarakat dan pemerintah.

Namun setelah mendengar cerita singkat Ahmad Yunus saat peluncuran buku ini di Jakarta, Rabu (27/7/2011), sebenarnya dia sudah berusaha mengenal Indonesia lebih dekat terutama daerah-daerah yang dikunjunginya meskipun terbilang singkat.

Penggunaan sepeda motor, jelas sangat membantunya memangkas waktu perjalanan dibanding kalau dia melakukannya dengan berjalan kaki ataupun dengan sepeda kayuh biasa.

Perjalanan yang dilakukannya sejak 5 Juni 2009 sampai Juni 2010 dengan rekannya bernama Farid Gaban ini bukan sekadar mendokumentasikan pulau-pulau yang sudah dipilihnya. Melainkan pula merenangi (belum menyelami) kehidupan masyarakatnya, ekonomi, sosial, sejarah, dan lainnya.

Dia tegaskan bahwa ini merupakan perjalanan jurnalistik karena bersifat interaktif. Maksudnya, dalam berbagai kesempatan dia selalu menginformasikan hasil perjalanannya lewat facebook, website, dan milist.

Dia berusaha lebur dengan masyarakat sebisa mungkin untuk mendapatkan gambaran utuh, meski mungkin belum semua tergambarkan secara rinci, mengingat keterbatasan waktu.

Pemilihan sepeda motor Honda Win bermesin 100 cc bukan tanpa sebab. Kendati motor ini kalau balapan dengan motor bebek sekarang, dipastikan kalah. Namun disisi lain terutama kebandelan mesin dan keiritan pemakaian bahan bakarnya justru dinilainya lebih unggul. Cukup dengan 1 liter bensin, motor setianya ini mampu menempuh jarak 25 Km.

Saat dia berangkat dari Tugu Monas, Jakarta tak ada perayaan pelepasan sebagaimana ekspedisi besar lainnya. Dia dan Farid Gaban dan rekan-rekannya hanya putar-putar dengan sepeda motor dan sempat melewati Istana Presiden. Baru kemudian melaju menuju Merak, menyeberang ke daratan Sumatera, mulai dari Lampung dan seterusnya hingga ujung Aceh.

Tak banyak perlengkapan yang dibawa. Hanya laptop, kamera, kamera video, pakaian, peralatan masak, tenda, dan sleeping bag.

Tak sedikit hambatan yang ditemui. Misalnya ketika hendak ke pedalamam Mentawai, sampan atau perahu kayu yang ditumpanginya terbalik. Laptop dan kameranya pun tercebur, rusak, dan batal ke pedalaman Mentawai.

Tak ada pilihan, dia pun kembali ke Padang. Kemudian timnya yang di Jakarta terbang ke Padang membawa peralatan baru. Baru kemudian dia meneruskan perjalanan ke Nias, Sabang hingga berakhir di Natuna, Kepri.

Total perjalanannya di Pulau Sumatera saja sekitar 2 bulan. Kemudian disambung ke Kalimantan, kawasan Indonesia Timur dan berakhir di Pulau Jawa dengan finish di Jakarta.

Rp 15.000 Per Liter
Banyak kejutan yang didapatnya selama perjalanan. Di Pulau Enggano, pulau terluar Indonesia yang terletak di Barat Bengkulu, dia amat terkejut dengan harga BBM bensin sampai Rp 15.000 per liter.

Harga fantastis itu disebabkan begitu terisolir daerahnya. Dia catat, kalau infrastruktur di pulau itu masih jauh dari kata memadai. Akses menuju ke sana sangat sulit dan tergantung faktor alam. Kalau lagi cuaca buruk, jangan harap kapal-kapal mau menyeberang ke sana.

Di Mentawai, meski aksesnya tak terlalu sulit dibanding ke Enggano, dia menemukan keunikan tersendiri. Masyarakatnya punya kekhasan seni budayanya termasuk ekosistem, dan flora-faunanya.

Untuk melakukan perjalanan panjang dan melelahkan ini, jelas bukan cuma menguras waktu, pikiran, dan tenaga pun dana. Untunglah proposal buku ini yang dibuat Farid Gaban kemudian ditawarkan ke berbagai intansi mendapat sambutan. Dan akhirnya proposal buku itu dibeli oleh Kemendiknas, Balai Pustaka dan lainnya hingga terkumpul sekitar Rp 250 juta.

Dana yang terbilang sangat minim untuk sebuah ekpedisi yang cukup panjang ini, bukan jadi hambatan. Buktinya Ahmad Yunus dan rekannya serta timnya berhasil melakoni ekspedisi "gila" ini dan menuangkan ceritanya dalam buku bergenre perjalanan beroroma petualangan.

Dan buku setebal 370 hal ini, rasanya patut dimiliki siapapun termasuk guru, dosen, pelajar, mahasiswa, para penggiat alam bebas, petualang, dan penggila touring dengan sepeda motor yang ingin memahami Indonesia lebih dekat.

Sewaktu diluncurkan, travel book ini dibandrol Rp 75.000 per buku. Setelah itu akan dipasarkan dengan harga Rp 80.000. Ini sebuah harga yang murah buat cerita perjalanan yang sarat kejutan.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP