Indonesia Mampu Terapkan Kode Etik Pariwisata Dunia
Sebagai anggota UNWTO (United Nations World Tourism Organization), Indonesia mengadopsi kode etik pariwisata dunia (global code of tehics for tourism) yang dibuat organisasi PBB khusus mengurus pariwisata dunia ini. Dan Indonesia dinilai mampu menerapkan kode etik tersebut dengan baik. Apa alasannya?
Sekjen UNWTO Taleb Rifai menilai, Indonesia bukan cuma mengadopsi kode etik pariwisata dunia tapi sudah mampu menerapkannya. Dia melihatnya dari sisi penguatan hukum melalui perundang-undangan dan implementasi di lapangan.
“Kemampuan utama Indonesia, adanya sensitifitas terhadap lingkungan. Etika lingkungan berjalan sangat baik, misalnya di Bali, pantai dan hutannya sangat terjaga,” jelasnya.
Ada 155 negara terdaftar sebagai anggota UNWTO dan semuanya mengadopsi kode etik pariwisata dunia. Namun beberapa di antaranya tidak menerapkan kode etik tersebut. ”Masih banyak pelanggaran di negara-negara tersebut antara lain eksploitasi anak dan perempuan,” jelasnya.
Kode etik pariwisata dunia terdiri atas 10 pasal. Setiap negara yang telah menandatangani kesepakatan tersebut diharapkan menjalankan semua pasalnya.
Negara yang mengadopsi kode etik pariwisata diberi tanggungjawab dalam penerapannya. Pengapdosiannya berbeda-beda, ada yang dicantumkan dalam aturan kepariwisataannya, ada yang diselipkan dalam aturan lain.
Menjadi anggota UNWTO, lanjut Taleb tidak ada persyaratan mengikat, sukarela sifatnya. "Kode etik ini dibuat untuk memajukan dunia kepariwisataan, salah satunya dalam upaya memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan yang berkunjung ke negara tersebut,” katanya.
Menbudpar Jeo Wacik menjelaskan Indonesia bergabung dengan UNWTO sejak lembaga ini berdiri dengan alasan sektor pariwisata menjadi salah satu andalan perekonomian Indonesia.
Ketum Gabungan Pengusaha Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Djunaedi menilai kode etik pariwisata dunia sangat bagus diterapkan di Indonesia, dan beberapa di antaranya memang sudah diterapkan seperti mengembangkan pariwisata bersama masyarakat atau berbasis masyarakat dan membangun pariwisata yang berkelanjutan atau peduli lingkungan.
”Nah tinggal bagaimana pemerintah dalam aspek responsibility penerapan dan pengembangannya,” jelas Didien usai hadiri acara programme of energy efficiency for tourism industry Pangandaran di Jakarta, Senin, (13/6/2011).
Sepuluh Pasal
Berikut kesepuluh pasal kode etik pariwisata dunia; kontribusi kepariwisataan untuk membangun saling pengertian dan saling menghormati antar penduduk dan masyarakat (pasal 1), kepariwisataan sebagai media untuk memenuhi kebutuhan kualitas hidup baik secara perseorang maupun secara kolektif (2), kepariwisataan sebagai faktor pembangunan berkelanjutan (3), kepariwisataan sebagai pemakai warisan budaya kemanusiaan serta sebagai penyumbang pengembangan warisan budaya itu sendiri (4), dan kepariwisataan adalah kegiatan yang menguntungkan bagi masyarakat dan negara penerima wisatawan (pasal 5).
Lalu, kewajiban para pemangku kepentingan pembangunan kepariwisataan (pasal 6), hak dasar berwisata (7), kebebasan bergerak wisatawan (8), hak para pekerja dan pengusaha dalam industri pariwisata (9), dan pelaksanaan prinsip-prinsip Kode Etik Kepariwisataan Dunia (pasal 10).
Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: Akbar Handoko, Purformas, Kemenbudpar
Sekjen UNWTO Taleb Rifai menilai, Indonesia bukan cuma mengadopsi kode etik pariwisata dunia tapi sudah mampu menerapkannya. Dia melihatnya dari sisi penguatan hukum melalui perundang-undangan dan implementasi di lapangan.
“Kemampuan utama Indonesia, adanya sensitifitas terhadap lingkungan. Etika lingkungan berjalan sangat baik, misalnya di Bali, pantai dan hutannya sangat terjaga,” jelasnya.
Ada 155 negara terdaftar sebagai anggota UNWTO dan semuanya mengadopsi kode etik pariwisata dunia. Namun beberapa di antaranya tidak menerapkan kode etik tersebut. ”Masih banyak pelanggaran di negara-negara tersebut antara lain eksploitasi anak dan perempuan,” jelasnya.
Kode etik pariwisata dunia terdiri atas 10 pasal. Setiap negara yang telah menandatangani kesepakatan tersebut diharapkan menjalankan semua pasalnya.
Negara yang mengadopsi kode etik pariwisata diberi tanggungjawab dalam penerapannya. Pengapdosiannya berbeda-beda, ada yang dicantumkan dalam aturan kepariwisataannya, ada yang diselipkan dalam aturan lain.
Menjadi anggota UNWTO, lanjut Taleb tidak ada persyaratan mengikat, sukarela sifatnya. "Kode etik ini dibuat untuk memajukan dunia kepariwisataan, salah satunya dalam upaya memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan yang berkunjung ke negara tersebut,” katanya.
Menbudpar Jeo Wacik menjelaskan Indonesia bergabung dengan UNWTO sejak lembaga ini berdiri dengan alasan sektor pariwisata menjadi salah satu andalan perekonomian Indonesia.
Ketum Gabungan Pengusaha Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Djunaedi menilai kode etik pariwisata dunia sangat bagus diterapkan di Indonesia, dan beberapa di antaranya memang sudah diterapkan seperti mengembangkan pariwisata bersama masyarakat atau berbasis masyarakat dan membangun pariwisata yang berkelanjutan atau peduli lingkungan.
”Nah tinggal bagaimana pemerintah dalam aspek responsibility penerapan dan pengembangannya,” jelas Didien usai hadiri acara programme of energy efficiency for tourism industry Pangandaran di Jakarta, Senin, (13/6/2011).
Sepuluh Pasal
Berikut kesepuluh pasal kode etik pariwisata dunia; kontribusi kepariwisataan untuk membangun saling pengertian dan saling menghormati antar penduduk dan masyarakat (pasal 1), kepariwisataan sebagai media untuk memenuhi kebutuhan kualitas hidup baik secara perseorang maupun secara kolektif (2), kepariwisataan sebagai faktor pembangunan berkelanjutan (3), kepariwisataan sebagai pemakai warisan budaya kemanusiaan serta sebagai penyumbang pengembangan warisan budaya itu sendiri (4), dan kepariwisataan adalah kegiatan yang menguntungkan bagi masyarakat dan negara penerima wisatawan (pasal 5).
Lalu, kewajiban para pemangku kepentingan pembangunan kepariwisataan (pasal 6), hak dasar berwisata (7), kebebasan bergerak wisatawan (8), hak para pekerja dan pengusaha dalam industri pariwisata (9), dan pelaksanaan prinsip-prinsip Kode Etik Kepariwisataan Dunia (pasal 10).
Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: Akbar Handoko, Purformas, Kemenbudpar
0 komentar:
Posting Komentar