Lesehan Plus-Plus Ala Jogja
Lesehan atau makan di trotoar duduk beralas tikar atau terpal plastik tersebar di hampir semua kota besar di Jawa, termasuk Jakarta. Tapi lesehan plus-plus atau sambil ini-itu cuma ada di Jalan Malioboro, Jogja. Plus-plus apa saja?
Berwisata di Jogja tanpa menikmati lesehan malam di Jalan Malioboro, kata banyak orang kurang lengkap. Seperti sayur tanpa garam. Pasalnya di sepanjang trotoar jalan wisata utama di Kota Gudeg ini berjejer penjaja lesehan yang belakangan kian tertata dan tertib dibanding beberapa tahun belakangan.
Tertata maksudnya, tempatnya nampak lebih bersih lengkap dengan backdrop cerah bergambarkan aneka menu dan nama menunya. Tertib, tidak seperti dulu lagi yang sempat menjadi omongan para wisatawan. Dulu penjaja lesehan di jalan ini tidak mencantumkan daftar harga menu yang dijualnya. Pengunjung yang makan sering ‘dikemplang’ atau harganya dinaikkan seenak pedagangnya.
Tapi setelah mendapat kritikan dan jumlah pengunjung merosot, belakangan para pedagang yang nakal itu sadar. Mereka tidak lagi ‘ngemplang’, dan mereka pun membuat daftar menu berikut harga yang masuk akal.
Kenapa kurang lengkap? Dan kenapa mesti di Jalan Malioboro? Padahal sekarang dimana-mana banyak penjual makanan secara lesehan. Mungkin begitu pertanyaan yang timbul.
Betul, belakangan lesehan bukan monopoli Jogja. Cara makan nyantai ini juga sudah merambah ke kota-kota lain di Jawa, seperti Surabaya, Semarang, Bandung, dan Jakarta.
Yang membedakannya tentu saja atmosfir Jalan Malioboro itu sendiri yang sulit didapat di tempat lesehan di kota manapun. Nuansa romantis begitu melekat di jalan yang legendaris dan mendunia ini. Meski sebenarnya makanan yang dijual banyak ditemukan di penjaja makanan lain, seperti bebek bakar, ayam bakar/panggang, cah kangkung, sop daging, nasi rames, dan lainnya.
Selain nuansa romantis itu, ada hal lain yang juga sulit didapat bila berlesehan di tempat lain. Lesehan di Malioboro, pengunjung dipastikan dapat tambahan lain, berupa hiburan dan sejumlah kegiatan ringan lain masih beraroma seni. Bak pepatah sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui, bila lesehan di jalan ini.
Hiburan yang dimaksud disini berupa sajian musik jalanan dari para pengamen yang biasa mangkal di jalan ini. Umumnya pengamennya berkelompok, 3-5 orang. Pengunjung bisa memesan lagu favorit sesuka hati. Suara dan musiknya dijamin tak mengecewakan.
Lesehan Plus Tato
Aktivitas ringan lainnya, sambil makan pengunjung bisa meminta pelukis jalanan melukis wajahnya, atau meminta tukang tato untuk menato lengan atau kakinya, atau meminta tukang urut untuk memijat pundak, kepala, dan lainnya. Dan atau bisa juga meminta pengepang rambut untuk mengepang rambutnya.
Nah bayangkan, sambil lesehan pengunjung bisa mendapat plus-plus lain yang menyenangkan. Mungkin di tempat lain, lesehannya paling banter dihibur oleh para pengamen. Rasanya sulit menemukan lesehan plus-plus selain di Malioboro.
Bahkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Tazbir mengklaim lesehan di jalan yang bisa sambil menikmati musik pengamen jalanan, dipijat/diurut, dilukis wajah, ditato atau dikepang rambutnya, di dunia cuma ada di Jogja, tidak ada di belahan dunia lain. “Coba saja cari di tempat atau di kota lain, rasanya sulit. Dan kalaupun ada paling cuma dihibur pengamen. Dan suasananya juga beda, tak seromantis dan sehangat Jogja,” promonya.
Kelebihan lain dari jalan yang menjadi jantung ekonomi wisata Jogja ini, selain lengkap dengan fasilitas akomodasi mulai dari hotel berbintang hingga kelas melati yang murah, letaknya pun strategis serta banyak pedagang aneka kuliner dan cendera mata.
Tak berlebihan saban malam, jalan ini disemuti wisatawan untuk berlesehan, berbelanja, atau sekadar duduk sambil menyeruput secangkir wedang rondenya. Seperti libur long weekand lalu, bertepatan dengan cuti bersama Hari Waisak, ribuan orang memadati jalan ini usai berlibur atau setelah menyaksikan prosesi perayaan Waisak 2011 di pelataran Candi Borobudur.
Selain lesehan, masih banyak penjaja makan lain yang tak kalah khasnya di jalan tersohor ini seperti nasi kucing, nasi gudeg, wedang ronde, bakpia, dan aneka penganan lain dengan harga per porsinya lebih murah di banding di kota-kota wisata lain di Tanah Air.
Anda belum pernah berlesehan di Malioboro, atau lupa saat berkunjung ke Jogja? Ya datang saja lagi, rasakan plus-plus dan nuansa romantisnya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar