Keistimewaan Menikmati Borobudur Saat Waisak
Setiap perayaan Waisak, Candi Borobudur kebanjiran ribuan wisatawan. Pada peringatan Hari Tri Suci Waisak 2555 BE tahun ini, Borobudur panen sekitar 20 ribu wisatawan dari dalam negeri dan mancanegara. Keistimewaan apa yang didapat wisatawan ke candi Budha terbesar di Asia Tenggara ini saat Waisak?
Menurut Manager Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) Pujo Suwarno, angka kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur menjelang perayaan Waisak tahun ini meningkat hingga 4 kali lipat dibanding hari biasa. Setiap harinya, sekitar 3 hingga 4 ribu wisatawan datang sejak Sabtu (14/5). Pengunjung ke Borobudur rata-rata 12 ribu orang per hari. Dan selama perayaan waisak 2011 jumlahnya diperkirakan mencapai sekitar 20 ribu wisatawan.
Mengunjungi Borobudur saat perayaan Waisak jelas beda dibanding pada hari biasa. Ada atmosfir lain yang tak mungkin didapat kalau wisatawan datang diluar peringatan hari kelahiran Sidharta Gautama, Sang Budha itu.
Atmosfir yang berbeda itulah yang membuat wisatawan rela mengeluarkan kocek lebih untuk datang ke Borobudur. Maklum biasanya jelang Waisak, harga tiket pesawat ke Jogja melonjak.
Pengunjung yang datang dari berbagai daerah dan kota di Indonesia. Bahkan para bhiksu dan bhiksuni yang hadir bukan cuma dari seluruh Tanah Air, tapi juga dari Thailand, Tibet, Laos, Myanmar, Singapura, dan Kamboja.
Atmosfir berbeda yang dapat dilihat dan dirasakan wisatawan adalah menyaksikan serangkaian acara atau prosesi Tri Suci Waisak yang tahun ini bertema mencari kebahagiaan dalam diri sendiri.
Prosesi perayaan waisak tahun ini diawali dengan ziarah ke makam pahlawan, kemudian diikuti pengambilan air suci di Jumprit Temanggung, dan pengambilan api abadi di Mrapen, Grobogan, serta pengobatan massal. Kemudian dilanjutkan dengan kirab suci atau arak-arakan dari Candi Mendut ke Candi Borobudur sejak pagi, dan pada malam harinya diteruskan dengan detik-detik Waisak serta acara penutupan di komplek candi Buddha yang didirikan pada Wangsa Syailendra 800 tahun Sebelum Masehi ini.
Kirab Suci 3 Km
Kirab suci atau arak-arakan, merupakan prosesi yang paling menyedot perhatian wisatawan. Maklum acara inilah yang membuat atmosfir Borobudur terasa berbeda dibanding hari biasa.
Tahun ini, kirab suci ini dilakukan ribuan umat Budha bersama para biksu Dewan Sangga Perwakilan Umat Budha Indonesia dengan berjalan kaki dari Candi Mendut melewati Candi Pawon menuju pelataran Candi Agung Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (17/5), sepanjang sekitar 3 Km.
Prosesi dimulai sekitar pukul 09.00 WIB, setelah mereka berdoa dan membaca parita di depan altar di Barat Candi Mendut dipimpin para biksu masing-masing sangha Walubi.
Peserta kirab ada yang membawa puluhan bendera Merah Putih, bendera Walubi dan Dewan Sangha Walubi. Sedangkan para biksu senior membawa replika Sang Budha dengan patung Budha berwarna kuning keemasan menaiki kendaraan hias berbentuk kapal.
Ada juga barisan pengusung sejumlah tandu yang berisi air suci dan api dharma Waisak. Semua perlengkapan prosesi itu akan ditempatkan di pelataran utama Candi Borobudur.
Sementara peserta lainnya memegang bunga sedap malam sambil melantunkan parita suci. Ada juga umat dan bhiksu yang membawa hasil bumi (buah-buahan, sayur-sayuran, padi, ketela dan lainya).
Dalam kirab ini juga diramaikan barisan penari tradisional Magelang Topeng Ireng yang berasal dari sejumlah grup kesenian. Ada juga peserta yang merias diri bak tokoh dalam sejarah perjalanan Buddha ke Utara mencari kitab suci seperti Kera Sakti, Bikkhu Tom Sam Chong, Dewa Api, Dewa Langit dan Dewa Bumi.
Atmosfir berbeda lainnya saat acara detik-detik Waisak di pelataran Barat Candi Borobudur, Selasa malam (17/5). Acara detik-detik Waisak tahun ini dimulai pukul 18.08.23 WIB, dipimpin Bante Wongsin Labhiko Mahatera dari Thailand.
Dalam acara itu, wisatawan dapat melihat ribuan umat Buddha yang hadir melakukan meditasi dan perenungan selama sekitar 10 menit. Mereka melakukan sikap anjali yakni duduk bersila dan tangan bersedekap di depan dada. Mereka khusyuk menghayati perjalanan Pangeran Siddharta Gautama, sang mahaguru yang menjadi contoh dan teladan hidup mereka.
Seusai pembacaan parita dari 15 majelis di dalam agama Buddha, para umat Budha menyalakan lilin dan melakukan upacara pradaksina, yakni mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali searah jarum jam.
Seribu Lampion
Dan yang lebih istemewa lagi, tahun ini wisatawan dapat menikmati Candi Bodobudur bermandi cahaya lampion pada malam hari. Pasalnya usai pradaksina, acara dilanjutkan dengan penyalaan sekitar 1.000 lampion. Ketua Umum Walubi, Hartati Murdaya menjadi orang pertama yang menyalakan lampion, diikuti para bikhu dan bikhuni.
Malam itu candi Borobudur pun menjadi terang benderang oleh cahaya lampion sumbangan dari umat Budha. Pelepasan lampion sebagai tanda perdamaian dan penerang di dunia itu menjadi penutup acara perayaan Waisik 2011.
Menurut salah seorang biksu, lampion dikalangan umat umat Budha merupakan simbol cahaya penerangan dengan harapan kehidupan ini selalu terang dalam segala hal.
Bagi umat Budha, Candi Borobudur adalah tempat suci sebagaimana Ka’bah bagi umat muslim. Perayaan Waisak sekali setahun merupakan peluang besar untuk menjaring wisatawan sebanyak mungkin. Karena pada saat itulah ribuan umat Budha termasuk wisatawan berdatangan ke candi megah ini dari berbagai penjuru Indonesia dan mancanegara.
Asal pelayanan, keramahan, dan fasilitas pendukung bagi umat Budha dan ribuan wisatawan terpenuhi, pasti mereka akan datang kembali. Tapi bila hanya mencari keuntungan sesaat tanpa mengindahkan hal-hal tersebut, wisatawan terutama akan kapok datang lagi ke candi peninggalan kerajaan Mataram Kuno ini saat Waisak.
Dan itulah yang mesti diperhatikan oleh bukan hanya panitia penyelenggara, instansi terkait, dan industri pariwisata, tapi juga seluruh lapisan masyarakat.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Menurut Manager Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) Pujo Suwarno, angka kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur menjelang perayaan Waisak tahun ini meningkat hingga 4 kali lipat dibanding hari biasa. Setiap harinya, sekitar 3 hingga 4 ribu wisatawan datang sejak Sabtu (14/5). Pengunjung ke Borobudur rata-rata 12 ribu orang per hari. Dan selama perayaan waisak 2011 jumlahnya diperkirakan mencapai sekitar 20 ribu wisatawan.
Mengunjungi Borobudur saat perayaan Waisak jelas beda dibanding pada hari biasa. Ada atmosfir lain yang tak mungkin didapat kalau wisatawan datang diluar peringatan hari kelahiran Sidharta Gautama, Sang Budha itu.
Atmosfir yang berbeda itulah yang membuat wisatawan rela mengeluarkan kocek lebih untuk datang ke Borobudur. Maklum biasanya jelang Waisak, harga tiket pesawat ke Jogja melonjak.
Pengunjung yang datang dari berbagai daerah dan kota di Indonesia. Bahkan para bhiksu dan bhiksuni yang hadir bukan cuma dari seluruh Tanah Air, tapi juga dari Thailand, Tibet, Laos, Myanmar, Singapura, dan Kamboja.
Atmosfir berbeda yang dapat dilihat dan dirasakan wisatawan adalah menyaksikan serangkaian acara atau prosesi Tri Suci Waisak yang tahun ini bertema mencari kebahagiaan dalam diri sendiri.
Prosesi perayaan waisak tahun ini diawali dengan ziarah ke makam pahlawan, kemudian diikuti pengambilan air suci di Jumprit Temanggung, dan pengambilan api abadi di Mrapen, Grobogan, serta pengobatan massal. Kemudian dilanjutkan dengan kirab suci atau arak-arakan dari Candi Mendut ke Candi Borobudur sejak pagi, dan pada malam harinya diteruskan dengan detik-detik Waisak serta acara penutupan di komplek candi Buddha yang didirikan pada Wangsa Syailendra 800 tahun Sebelum Masehi ini.
Kirab Suci 3 Km
Kirab suci atau arak-arakan, merupakan prosesi yang paling menyedot perhatian wisatawan. Maklum acara inilah yang membuat atmosfir Borobudur terasa berbeda dibanding hari biasa.
Tahun ini, kirab suci ini dilakukan ribuan umat Budha bersama para biksu Dewan Sangga Perwakilan Umat Budha Indonesia dengan berjalan kaki dari Candi Mendut melewati Candi Pawon menuju pelataran Candi Agung Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (17/5), sepanjang sekitar 3 Km.
Prosesi dimulai sekitar pukul 09.00 WIB, setelah mereka berdoa dan membaca parita di depan altar di Barat Candi Mendut dipimpin para biksu masing-masing sangha Walubi.
Peserta kirab ada yang membawa puluhan bendera Merah Putih, bendera Walubi dan Dewan Sangha Walubi. Sedangkan para biksu senior membawa replika Sang Budha dengan patung Budha berwarna kuning keemasan menaiki kendaraan hias berbentuk kapal.
Ada juga barisan pengusung sejumlah tandu yang berisi air suci dan api dharma Waisak. Semua perlengkapan prosesi itu akan ditempatkan di pelataran utama Candi Borobudur.
Sementara peserta lainnya memegang bunga sedap malam sambil melantunkan parita suci. Ada juga umat dan bhiksu yang membawa hasil bumi (buah-buahan, sayur-sayuran, padi, ketela dan lainya).
Dalam kirab ini juga diramaikan barisan penari tradisional Magelang Topeng Ireng yang berasal dari sejumlah grup kesenian. Ada juga peserta yang merias diri bak tokoh dalam sejarah perjalanan Buddha ke Utara mencari kitab suci seperti Kera Sakti, Bikkhu Tom Sam Chong, Dewa Api, Dewa Langit dan Dewa Bumi.
Atmosfir berbeda lainnya saat acara detik-detik Waisak di pelataran Barat Candi Borobudur, Selasa malam (17/5). Acara detik-detik Waisak tahun ini dimulai pukul 18.08.23 WIB, dipimpin Bante Wongsin Labhiko Mahatera dari Thailand.
Dalam acara itu, wisatawan dapat melihat ribuan umat Buddha yang hadir melakukan meditasi dan perenungan selama sekitar 10 menit. Mereka melakukan sikap anjali yakni duduk bersila dan tangan bersedekap di depan dada. Mereka khusyuk menghayati perjalanan Pangeran Siddharta Gautama, sang mahaguru yang menjadi contoh dan teladan hidup mereka.
Seusai pembacaan parita dari 15 majelis di dalam agama Buddha, para umat Budha menyalakan lilin dan melakukan upacara pradaksina, yakni mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali searah jarum jam.
Seribu Lampion
Dan yang lebih istemewa lagi, tahun ini wisatawan dapat menikmati Candi Bodobudur bermandi cahaya lampion pada malam hari. Pasalnya usai pradaksina, acara dilanjutkan dengan penyalaan sekitar 1.000 lampion. Ketua Umum Walubi, Hartati Murdaya menjadi orang pertama yang menyalakan lampion, diikuti para bikhu dan bikhuni.
Malam itu candi Borobudur pun menjadi terang benderang oleh cahaya lampion sumbangan dari umat Budha. Pelepasan lampion sebagai tanda perdamaian dan penerang di dunia itu menjadi penutup acara perayaan Waisik 2011.
Menurut salah seorang biksu, lampion dikalangan umat umat Budha merupakan simbol cahaya penerangan dengan harapan kehidupan ini selalu terang dalam segala hal.
Bagi umat Budha, Candi Borobudur adalah tempat suci sebagaimana Ka’bah bagi umat muslim. Perayaan Waisak sekali setahun merupakan peluang besar untuk menjaring wisatawan sebanyak mungkin. Karena pada saat itulah ribuan umat Budha termasuk wisatawan berdatangan ke candi megah ini dari berbagai penjuru Indonesia dan mancanegara.
Asal pelayanan, keramahan, dan fasilitas pendukung bagi umat Budha dan ribuan wisatawan terpenuhi, pasti mereka akan datang kembali. Tapi bila hanya mencari keuntungan sesaat tanpa mengindahkan hal-hal tersebut, wisatawan terutama akan kapok datang lagi ke candi peninggalan kerajaan Mataram Kuno ini saat Waisak.
Dan itulah yang mesti diperhatikan oleh bukan hanya panitia penyelenggara, instansi terkait, dan industri pariwisata, tapi juga seluruh lapisan masyarakat.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar