Jadi Lokasi Pelepasliaran 76 Ekor Satwa, Nama Hutan Adat Isyo pun Mengangkasa
Sebuah kegiatan bermuatan konservasi apabila dipublikasikan tentu sangat bisa mengangkat pula nama lokasinya. Itu pun dialami oleh Hutan Adat Isyo yang menjadi habitat bagi setidaknya 6 jenis burung Cendrawasih.
Berkat kegiatan pelepasliaran yang dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua pada Sabtu (24/7/2021), nama hutan adat yang berada di wilayah Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua itu seketika mengangkasa.
Kenapa? Ya karena kegiatan yang pro konservasi tersebut dipublikasikan lewat ragam media sosial (medsos).
Apalagi TravelPlus Indonesia yang selama ini juga konsen dengan konservasi alam turut membuat tulisannya kemudian menyebarluaskan link-nya lewat ragam Medsos antara lain akun Instagram (IG) @adjitropis dengan sejumlah tagar yang sesuai, Twitter @TravelPlusIndo, dan Facebook Adji Kembara Tropis serta ke sejumlah WhatApps (WA), WhatApps Group (WAG), dan Telegram Group terkait.
BBKSDA Papua lewat akun IG-nya @bbksda_papua menjelaskan jenis-jenis satwa yang dilepasliarkan yaitu 46 ekor kasturi kepala hitam (Lorius lory), 15 ekor kakatua koki (Cacatua galerita), 8 ekor nuri kelam (Pseudeos fuscata), 2 ekor mambruk victoria (Goura victoria), 3 ekor kasuari gelambir tunggal (Casuarius unappendiculatus), dan 2 ekor pelandu papua (Dorcopsis hageni).
"Akhirnya mereka bisa menghirup udara alam bebas, setelah perjalanan panjang dan masa habituasi," tulis admin @bbksda_papua.
Menariknya lagi, BBKSDA Papua pun menjelaskan karakteristik, jumlah, asal, dan status perlindungan serta penyebaran beberapa satwa yang dilepasliarkan tersebut dalam bentuk infografis, antara lain Kasturi Kepala Hitam, Kakatua Koki, dan Pelandu Papua.
Kasturi Kepala Hitam karakteristiknya memiliki bulu berwarna hitam pada bagian mahkota kepala, sayap berwarna hijau, dada hingga perut berwarna biru gelap, tubuh berwarna merah, dan terdapat pita biru gelap mengelilingi pangkal leher.
Jumlah yang dilepasliarkan 46 ekor (atau yang terbanyak), terdiri atas 26 ekor hasil penyerahan dari BKSDA Sulawesi Utara, 15 ekor dari BBKSDA Jawa Timur, 4 ekor dari Polisi Militer Kodam XVII Cenderawasih, dan 1 ekor hasil penyerahan dari masyarakat.
Kakaktua Koki karakteristiknya berwarna putih dengan jambul berwarna kuning dan paruh berwarna hitam, memiliki ukuran mencapai 51 Cm. Ketika terbang, bagian bawah sayap dan ekor berwarna kuning. Selain itu iris cokelat gelap pada jantan dan kemerahan pada betina.
Jumlahnya ada 15 ekor, terdiri atas 11 ekor hasil penyerahan dari BBKSDA Jawa Timur dan 4 ekor dari BKSDA Jawa Tengah.
Pelandu Papua atau Walabi karakteristiknya merupakan jenis mamalia berkantung yang hidup di hutan tropis. Satwa jenis herbivora ini dapat ditemukan di bagian Utara Pulau Papua.
Jumlah Walabi yang dilepasliarkan 2 ekor hasil penyerahan dari BKSDA Sulawesi Utara.
"Sobat, yuk selamatkan satwa endemik Papua sebelum menjadi kenangan!," pesan adminnya.
Dilansir dari https://www.wwf.id/rhepangmuaif, di Papua terdapat lebih dari 250 suku yang hidup di dalam maupun di sekitar kawasan hutan, dan melakukan pengelolaan hutan secara arif berdasarkan pengetahuan mereka secara turun temurun.
Salah satu kelompok masyarakat yang mengelola hutan berdasarkan norma adat adalah masyarakat adat di Kampung Rhepang Muaif.
Adapun salah satu bentuk pengelolaan yaitu dengan menjadikan wilayah adatnya sebagai kawasan ekowisata pengamatan burung Cenderawasih.
Keberadaan kawasan ekowisata tersebut dimaksudkan agar kehidupan burung Cenderawasih di alam dapat terjaga, dan sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat adat di sekitarnya.
Menurut survei yang dilakukan oleh WWF tahun 2016, di hutan Rhepang Muaif terdapat sekitar 84 jenis burung, dan enam di antaranya adalah jenis cenderawasih.
Keenam jenis Cenderawasih tersebut adalah Cicinnurus regius, Manucodia ater, Paradisaea minor, Ptiloris magnificus, Seleucidis melanoleuca,dan Drepanornis bruijnii.
Keragaman jenis burung serta keindahan tarian burung Cenderawasih menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke lokasi ekowisata ini.
Pada periode tahun 2019 tercatat terdapat 400 kunjungan wisatawan yang tentu saja juga berdampak signifikan pada peningkatan perekonomian kelompok pengelola dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil penelitian dan survey keanekaragaman jenis burung oleh Tim peneliti Universitas Cenderawasih dan WWF di Rhepang Muaif tahun 2016, juga penelitian serupa di Kepulauan Yapen pada tahun yang sama, diperoleh informasi terkait hubungan burung Cenderawasih dengan habitatnya juga interaksi burung yang mempengaruhi perilakunya.
Teks: Adji TravelPlus @adjitropis
Foto: @bbksda_papua & @adjitropis
0 komentar:
Posting Komentar