Ini Faktor Penyebab Target Wisman 2019 Direvisi, dan Solusi Mencapainya
Kabar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) merivisi target 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dengan proyeksi nilai devisa 17,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) menjadi 18 juta wisman dengan nilai devisa sebesar 16,11 miliar dolar AS pada 2019 sudah tersiar sejak Maret lalu.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam Roundtable Discussion Sustanaible Tourism, Auditorium Gedung Sindo, Jakarta, Jumat (22/3/2019) menjelaskan penyebab mengapa 2017-2018 target wisman tidak tercapai.
Pada 2017 hanya mencapai 14 juta dengan target 15 juta wisman.
Kata dia, penyebabnya karena ada bencana.
"Apa yang terjadi di Bali seperti erupsi Gunung Agung. Padahal impact-nya hanya radius 12 km. Lalu diumumkan Bali dalam kondisi bahaya hingga banyak negara keluarkan travel advice. Turis China jadi nol. Padahal, per bulan bisa mencapai 200 ribu," terang Arief Yahya ketika itu sebagaimana dikutip iNews.id.
Oleh karena itu, Kemenpar memprediksi atau memproyeksikan 18 juta wisman di akhir tahun dengan nilai devisa sebesar 16,11 miliar dolar AS pada 2019.
Kendati turun, Arief Yahya menegaskan sektor pariwisata tetap sebagai penghasil devisa terbesar.
Menpar Arief juga menambahkan, dirinya berjanji kepada Presiden RI Joko Widodo ingin menjadikan pariwisata Indonesia menjadi yang terbesar bahkan dia amat optimis pariwisata RI bisa mengalahkan pariwisata di Asean.
Buktinya musuh di Asean seperti Malaysia, Thailand, dan lainnya dengan mudah dikalahkan.
Konektivitas menjadi kunci atau program realistis untuk mewujudkan 18 juta wisman pada tahun ini. Namun menurut Arief Yahya selama ini konektivitas udara masih menjadi problem mendasar untuk mendatangkan wisman ke Tanah Air.
Kemenpar mencatat, data kunjungan wisman yang datang ke Indonesia pada 2017 rata-rata lebih dari 55 persen menggunakan Full Service Carrier (FSC), dan sisanya menggunakan Low Cost Carrier (LCC).
Tapi ternyata pertumbuhan FSC rata-rata hanya 12 persen jauh di bawah LCC yang tumbuh rata-rata 21 persen per tahun.
Solusinya Indonesia harus mempunyai Low Cost Carrier Terminal (LCCT).
Kata Arief Yahya secara de facto Terminal 2F Bandara Soeta sudah menjadi LCCT airport sejak 1 Maret 2019, dan 1 Mei 2019 secara de jure Terminal 2F sudah menjadi LCCT.
Keberadaan Yogyakarta Internastional Airport (YIA) yang akan beroperasi untuk internasional pada Oktober 2019, diperkirakan akan mendongkrak jumlah pengunjung ke Candi Borobudur.
Dia menambahkan pengoperasian bandara internasional di Kulon Progo, DIY itu akan meningkatkan jumlah wisatawan ke Borobudur yang semula berkisar satu juta bisa meningkat mencapai dua juta orang.
Selain itu second rapid Exit Taxi Way di Ngurah Rai yang diharapkan selesai Oktober 2019, akan meningkatkan jumlah penumpang sampai 39 juta yang saat ini sebanyak 29 juta.
Lain halnya dengan hasil amatan M. Faried Moertolo.
Menurutnya Indonesia adalah negara kepulauan sehingga angkutan udara berperan penting memajukan pariwisata, dan faktor inilah yang menyebabkan target kunjungan wisman 2019 direvisi.
Dengan asumsi wisman ke Indonesia via angkutan udara sebanyak 65 % (13 juta wisman) maka harus tersedia kursi penerbangan internasional paling tidak sebanyak 32 juta kursi, artinya untuk menembak 1 wisman dibutuhkan ketersediaan 2,5 kursi.
"Perlu diingat tidak semua kursi itu terisi, bahkan load factor 70 %/tahun, ditambah sebanyak 50 % kursi itu digunakan WNI yang kembali ke dalam negeri usai berkunjung ke luar negeri," terang Faried kepada TravelPlus Indonesia di FX Senayan, Jakarta, Rabu (22/5/2019) selepas buka puasa bersama dengan Tim Pewarta Senior Peduli Pariwisata (TPSP2).
Menurut mantan Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri pada masa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) ini, bandara penerima wisman terbanyak adalah Ngurah Rai-Bali, Soekarno Hatta-Jakarta, Kualanamu-Medan, dan Juanda-Surabaya.
"Bandara-bandara tersebut harus memiliki tourism taste," imbaunya.
Faried memberi contoh Singapura yang "seluas Jakarta" tapi sukses "sebagai raksasa pariwisata".
Negeri "segede upil" itu, lanjutnya pada tahun 2016 dikunjungi wisman sebanyak 16,41 juta, jika dibandingkan dengan Indonesia memperoleh kunjungan sebanyak 12,02 juta.
"Salah satu faktornya adalah Bandara Cangi-Singapura memiliki kadar "tourism taste"-nya yang besar, dan bandara tersebut memiliki Tourism Information Center (TIC) yg cukup andal dalam membantu mempromosikan pariwisatanya," terangnya.
Bahkan Bandara Changi, lanjutnya kini dilengkapi fasilitas kesehatan plus tenaga medis guna menjaring "transit market".
Oleh karena itu, tidak salah jika Bandara Cangi disebut destinasi. Dan, Indonesia merupakan pasar utama dan terbesar bagi pariwisata Singapura.
"Sepertinya pengelolaan Bandara Cangi, KL, dan Bangkok masih lebih baik dibanding Ngurah Rai dan Soeta," ungkapnya.
Kata Faried, salah satu ukuran pembangunan pariwisata adalah jumlah kunjungan wisman.
Pada tahun 2016, diperkenalkan metode Mobile Positioning Data utamanya untuk wilayah perbatasan/border.
Bahan baku data wisman bersumber dari Imigrasi terus diolah Badan Pusat Statistik (BPS).
Tahun 1987 mencatat sejarah dengan jumlah wisman 7 digit/jutaan (1.060.347).
Sepuluh (10) tahun kemudian 5,2 juta, 1 dasawarsa kemudian menjadi 14,04 juta pada tahun 2017, lalu 2018 sebanyak 15,81 juta atau naik 12,6 %.
"Ketika itu (2018) wisman yang masuk via udara 10,08 juta (63,8 %), via laut 3,22 juta (20,4 %), dan melalui darat 2,51 juta atau sebanyak 15,8 %, padahal tahun 2015 masih 1 %," ungkap Faried yang kini fokus menekuni industri komponen otomotif di Kerawang.
Amatan Faried lagi, sejak 2016 statistik wisman ke Indonesia tidak lagi disajikan selengkap tahun sebelumnya termasuk profilnya seperti moda angkutan, kebangsaan dan negara asal atau demografinya.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: adji, dok.kemenpar, dan dok.m.faried moertolo
Captions:
1. Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) asal Eropa ke Kepri.
2. Menpar Arief Yahya. (dok. agung-humaskemenpar)
3. Kunjungan wisman asal China ke Bali
4. Moda angkutan udara diminati wisman.
5. M. Faried Moertolo, mantan Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri pada masa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang masih aktif mengamati perkembangan pariwisata. (dok.m faried moertolo)
6. Turis bule di Pulau Dewata.
7. Suasana interior terminal 3 Bandara Soeta.
0 komentar:
Posting Komentar