Anak Krakatau, Gunung Super Aktif Bermagnet Kuat Menjaring Petualang
Gunung Anak Krakatau yang sedang hangat dibicarakan lantaran diduga menjadi pemicu terjadinya tsunami di Selat Sunda sampai menerjang pesisir Banten dan Lampung Selatan, Sabtu (22/12/2018) malam, punya banyak daya tarik yang bermagnet kuat menjaring wisatawan berjiwa petualang, baik nusantara maupun mancanegara.
Sejak pertama kali saya mendatangi Gunung Anak Krakatau (GAK) tahun 1994, jujur saya langsung jatuh dengan gunung aktif satu ini.
Ketika itu badannya masih pendek, namun geliatnya sudah menunjukkan tanda-tanda bakal menjadi gunung api super aktif.
Ada banyak daya tarik yang membuat saya terpikat dengan GAK pada pandangan pertama saat itu. (Kalau tidak salah saya sudah jadi freelance travel & adventure reporter di sejumlah media).
Berdasarkan pengamatan langsung mendaki GAK ditambah catatan penting dari literatur buku, film, dan sejumlah tulisan yang mengupas tentang Krakatau, induk dari GAK ini, sekurangnya saya mencatat ada 15 daya tariknya.
Ke-15 daya tarik GAK itu adalah menjadi salah satu gunung berapi yang induknya memiliki sejarah letusan maha dasyat, namanya mendunia, paling banyak dibukukan/difilmkan, letaknya unik di laut tepatnya di perairan Selat Sunda, dan dapat dijangkau dari 2 provinsi terdekat.
Daya tarik selanjutnya, GAK berstatus cagar alam sejak jaman Belanda dan sebagai warisan alam dunia, memiliki festival, salah satu gunung berapi yang didaki dari titik nol Mdpl, tidak dihuni manusia, dan dilarang bermalam di sana.
Berikutnya GAK berpanorama khas dan eksotis, banyak aktivitas menarik, anaknya paling cepat tumbuh, dan termasuk gunung api yang super aktif di Indonesia, serta menjadi salah satu primadona pariwisata buat dua provinsi yakni Banten dan Lampung.
Sejarah letusan induknya Anak Krakatau pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1883 menjadi letusan gunung api terdasyat di Indonesia bahkan di dunia.
Ketika itu, letusannya mengakibatkan gelombang tsunami yang mengakibatkan 165 desa musnah total dan 132 desa rusak parah.
Letusan dan tsunaminya membunuh sekitar 40.000 orang, terbanyak di Banten (21.565 jiwa), kedua di Lampung (12.466 jiwa). Wow dasyatnya.
Pascaerupsi nama Krakatau mendunia karena pada waktu itu teknologi komunikasi sudah lumayan maju sehingga berita malapetaka hebat ini cepat tersebar ke seluruh dunia.
Sampai sekarang pun informasi seputar Krakatau dan Anaknya masih begitu 'sexy', tak pernah habis ditulis sejumlah penulis dan jurnalis.
Usai meletus hebat kali pertama itu, Krakatau merupakan salah satu gunung yang paling sering dibukukan oleh sejumlah penulis termasuk artikel yang dibuat jurnalis.
Salah satu buku tentang Krakatau berjudul “Krakatoa: Saat Dunia Meledak: 27 Agustus 1883”. Judul aslinya: “Krakatoa: The Day the World Exploded: August 27, 1883”, yang ditulis Simon Winchester.
Bukan cuma itu juga kerap difilmkan, antara lain Krakatoa, East of Java bergenre drama produksi Amerika Serikat tahun 1969 yang disutradarai Bernard Kowalski dengan pemeran utama Maximilian Schell dan Dokudrama berdurasi 87 menit berjudul Krakatoa, The Last Days, produksi BBC Inggris tahun 2006 yang disutradarai Sam Miller dengan Rupert Penry Jones dan Olivia Willians sebagai pemeran utamanya.
Andai saja nanti ada film layar lebar baru berkisah tentang Krakatau ataupun geliat Anaknya terkini yang digarap serius dan spektakuler, pasti bakal menjadi film fenomenal yang bukan hanya menarik perhatian bangsa Indonesia pun masyarakat dunia.
Lokasi GAK terbilang unik di perairan Selat Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera.
Secara geografis GAK masuk wilayah administratif Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel). Namun dapat dijangkau dari 2 provinsi yakni dari Lampung, tepatnya Lamsel dan Banten.
Titik start dari Lampung antara lain dari Demaga Canti ke GAK sekitar 2,5 jam dengan perahu bermotor biasa atau sekitar 1,5 jam dengan jetpoil atau kapal cepat.
Dermaga Canti yang berjarak sekitar 10 Km dari pusat Kota Kalianda, Ibukota Kabupaten Lamsel dan sekitar 40 Km dari Pelabuhan Bakauheni ini sudah ada sejak jaman Belanda.
Kalau dari Banten antara lain dari Pantai Carita, Anyer, Labuan, Pelabuhan Merak, dan perairan di Ujung Kulon.
Daya tarik lainnya GAK dan tiga pulau lain beserta perairan di sekelilingnya sejak 1919 oleh pemerintahan Hindia Belanda sudah berstatus cagar alam bernama Cagar Alam Kepulauan Krakatau seluas 13.605 hektar.
Status dan imejnya semakin mentereng setelah UNESCO menetapkan cagar alam ini sebagai Warisan Alam Dunia (The World Heritage Site) pada 1991 bersama dengan Taman Nasional Ujungkulon.
GAK juga memiliki festival sesuai nama induknya yakni Festival Krakatau yang digelar setiap setahun sekali di Lampung.
Adapun rangkaian acaranya berupa parade seni budaya se-Lampung dan kunjungan (tour) ke GAK.
Menariknya lagi, GAK menjadi salah satu dari sedikit gunung yang pendakiannya dimulai dari pantai alias dari titik nol meter di atas permukaan laut (Mdpl).
Karena tidak dihuni penduduk jelas pulau ini sepi, apalagi kalau datang saat tak ada rombongan lain. Pasti akan merasakan seperti terdampar di pulau gunung api yang eksotis sekaligus mencekam.
Pengunjung pun tidak diijinkan bermalam di GAK. Kalau mau bermalam, pengunjung bisa memilih ke pulau tetangganya yakni di Pulau Sertung dan Sibesi.
Ketentuan pelarangan bermalam ini jelas membuat jalur pendakian gunung ini terbilang bersih dari sampah dibanding gunung lain.
Pemandangan yang disuguhkan juga beda dengan gunung lain. Dari lerengnya yang tandus pengunjung bisa melihat pulau-pulau yang mengelilinginya seperti Pulau Sertung, Panjang (Krakatau Kecil), dan Pulau Rakata (Krakatau Besar) yang dulunya merupakan bagian dari Gunung Krakatau beserta laut biru perairan Selat Sunda.
Selain mendaki sampai lerengnya (tidak boleh sampai puncak), pengunjung bisa melakukan beragam aktivitas menarik lain.
Buat yang senang olahraga dirgantara bisa melakukan paralayang, melayang di atas kawah aktifnya.
Bagi yang suka berwisata bahari bisa menyelam (diving) melihat aneka terumbu karang dan undakan bekas lahar yang mengeras hingga ke laut.
Pilihan lainnya memancing ataupun melakukan penelitian mengingat Kepulauan Krakatau ini memiliki lahan geologi, biologi, dan vulkanologi yang penting untuk itu.
Keistimewan lainnya, pertumbuhan anak Gunung Krakatau yang muncul tahun 1927 ini termasuk yang tercepat. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan.
Setiap tahun anak bandel ini menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki.
Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun. Bahkan ada yang bilang sejak 1950-an, tinggi Anak Krakatau bertambah sekitar 6,5 meter per tahun.
Sewaktu saya mendaki GAK untuk kedua kali tahun 2002, badannya sudah mulai tinggi, dan saat kunjungan ketiga tahun 2007, saya lebih kaget karena tubuhnya sudah semakin tinggi.
Begitupun ketika menyambanginya pada tahun 2015 dan 2017 lalu, posturnya kian membengkak dan menjulang. Saya pun memprediksi GAK ini akan terus membesar dan meninggi
Gunung dengan kandungan silika pada magma biasanya letusannya besar, banyak mengandung gas. Karakter ini dulu dimiliki induknya. Jadi like mother like daughter, begitulah kira-kira.
Buktinya sampai kini, GAK masih kerap 'batuk-batuk' dan terkadang memuntahkan lahar sampai ke laut.
Istimewanya lagi, semakin bergejolak apalagi meletus, GAK semakin diburu pendaki berjiwa petualang terutama pendaki asing.
Tak sedikit pendaki yang nekad ingin mengabadikan (memotret/merekam) gunung ini saat meletus sekalipun hanya dari atas kapal di perairan sekitarnya.
Tak heran kalau GAK menjadi primadona di kompleks Kepulauan Krakatau. Bahkan, pariwisata di kawasan Lamsel dan Pantai Anyer dan Carita semakin bergairah berkat keberadaan GAK dan geliat vulkaniknya.
Menilik sederet daya tarik GAK tersebut, tak berlebihan kalau saya menjulukinya sebagai gunung api berdaya magnet kuat dalam menjaring para wisatawan berjiwa petualang.
TravelTips
Kalau terpikat ke Gunung Anak Krakatau (GAK) dan ingin mendakinya, sebaiknya tunggu sampai kondisi GAK dan perairan Selat Sunda sudah benar-benar kondusif. Serta tak ada larangan mendaki GAK dari pihak-pihak terkait.
Kalau ingin mendakinya dari Lamsel secara backpacker-an, dari Jakarta bisa naik kereta ke Merak, Banten. Lalu naik kapal ferry dari Pelabuhan Merak ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung selama sekitar 3 jam.
Kalau berangkat pukul 1 siang dari Merak, kira-kira tiba di Bakauheni pukul 4 sore. Lanjutkan ke Dermaga Canti sekitar 1 jam dengan ojek sepeda motor.
Kemudian perjalanan laut lagi dengan perahu motor reguler ataupun sewa ke Pulau Sebesi.
Di Pulau Sebesi, bisa bermalam di homestay. Pukul 3 pagi harus sudah bagun tidur untuk siap-siap ke GAK. Pukul 4 pagi bergerak menuju GAK dengan kapal motor.
Dua jam kemudian, tepatnya pukul 6 pagi tiba di Pantai GAK, langsung menuju lereng GAK, melihat gugusan kepulauan Lamsel beserta gunung-gunung yang ada di sekitarnya.
Usai puas menikmati dan mengabadikan pesona alam dari lereng GAK (sebaiknya jangan berlama-lama), kembali turun ke pantai GAK, tiba pukul 8 pagi untuk sarapan.
Selepas itu ke Pulau Lagoon Cabe dengan menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam.
Di Lagoon Cabe bisa snorkeling menikmati alam bawah lautnya. Usai makan siang, kembali ke homestay di Pulau Sebesi atau langsung ke Dermaga Canti.
Kalau tak mau repot dan tidak berjiwa backpacker/adventurer, bisa mengikuti open trip atau membeli paket tur untuk menjelajahi GAK dan beberapa pulau lainnya.
Biaya paketnya Rp 450 ribu per orang, minimal 25 orang. Durasinya 2 hari 1 malam. Meeting point-nya di Pelabuhan Bakauheni, Lamsel.
Harga tersebut sudah termasuk biaya tiket kapal Merak-Bakauheuni PP, mobil angkot Bakauheni, kapal lokal jelajah pulau, pelampung, biaya pulau, makan 4X, air mineral, simaksi GAK, pemandu, dan homestay.
Cuma tinggal keluarkan biaya tambahan untuk sewa alat snorkeling, jajan, atau upgrade kapal feri dari kelas ekonomi ke bisnis/eksekutif.
Lewat open trip/paket tur itu, asyiknya bisa sekalian mengunjungi pulau lainnya seperti Pulau Sebuku Kecil untuk photo hunting, ke Pulau Sebuku Besar untuk snorkeling, dan ke Pulau Umang-umang yang pantainya berpasir putih dan masih bersih.
Mau yang lebih berkelas, bisa pilih private trip dalam kelompok kecil (small group), minimal berdua.
Harganya tergantung jumlah peserta, penginapan, alat transportasi, dan jenis menu makan yang dipilih.
Perlengkapan yang perlu dibawa, untuk pendakian ke GAK antara lain tas ransel, baju ganti sekitar dua atau tiga pasang, obat-obatan pribadi, kantung plastik besar untuk pakaian basah/kotor, kamera/hp (jenis apapun untuk dokumentasi), sandal, dan sepatu gunung.
Kalau punya peralatan snorkeling, bawa saja jadi tak perlu menyewa. Jangan lupa juga sunblock, peralatan mandi, botol air minum, jaket, kacamata hitam, dan stop kontak/colokan, dan charger lantaran di Pulau Sebesi listrik hanya dinyalakan pukul 6 sore sampai pukul 6 pagi, serta gunakanlah sim card yang sinyalnya kuat.
Hal-hal terpenting yang harus diingat, berdoalah sebelum melakukan perjalanan menuju GAK, tetap tunaikan kewajiban shalat 5 waktu sebagai muslim di manapun, ramah sosial (dengan warga pulau, petugas, dan lainnya), dan tetap menjaga keasrian alam lingkungan, minimal tidak meninggalkan sampah apapun kecuali jejak langkah.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: sobatnanjak & adji
Captions:
1. TravelPlus Indonesia saat di puncak lereng Gunung Anak Krakatau (GAK) tahun 2017 lalu.
2. GAK berstatus cagar alam.
3. GAK disukai wisatawan berjiwa petualang dari mancanegara.
4. Pertumbuhan posturnya cepat.
5. Semakin membesar dan meninggi.
6. Ada pos penjaga GAK.
7. Panoramanya beda dengan kebanyakan gunung aktif lain.
8. Bisa backpacker-an, beli paket open trip ataupun private trip ke GAK sesuai isi dompet.
0 komentar:
Posting Komentar