. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 11 Juli 2017

Rumah Budaya Sumba Jaring Wisman, Museumnya Mengoleksi Aksesoris Emas

Datang ke Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya ke Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) rasanya kurang lengkap kalau belum mendatangi  Sumba Cultural Research and Conservation Institute atau Lembaga Studi dan Pelestarian Budaya Sumba (LSPBS) yang lebih dikenal dengan sebutan Rumah Budaya Sumba. Soalnya selain ada beragam penginapan berkonsep rumah tradisional yang menyatu dengan alam, pun ada museumnya yang mengoleksi berbagai kerajinan masyarakat Sumba tempo doeloe, salah satunya bermacam aksesoris kuno yang terbuat dari emas.

“Salah satu koleksi andalan museum di Rumah Budaya Sumba ini memang aneka aksesoris antik khas Sumba yang terbuat dari emas,” begitu kata P. Robert Ramone, C.Ss.R pendiri dan pemilik Rumah Budaya Sumba, termasuk museum tersebut kepada TravelPlus Indonesia yang baru-baru ini mengunjungi tempatnya itu disela-sela meliput Festival Sandelwood 2017 yang diselenggarakan Pemprov NTT bekerjasama dengan 4 pemkabnya dan didukung Kementerian Pariwisata (Kemenpar).

Museum itu menempati salah satu dari dua bangunan besar berbentuk rumah adat orang Sumba.

“Dua bangunan besar di Rumah Budaya Sumba ini dibangun tahun 2010 dengan dana sebesar 2,5 miliar rupiah, yakni Tirta Moripa yang kemudian dijadikan museum dan satu lagi Tirta Sabana untuk ruang kantor,” terang Robert yang juga seorang pastor, pemerhati dan penggiat budaya ini.

Di tengah-tengah antara kedua bangunan utama itu, ada lahan pelataran untuk pentas seni dan budaya. Di tengah pelataran itu ada lantai kotak dengan inisial huruf 'C' yang berasal dari Bahasa Latin, 'Cor' yang berarti 'Hati'.

Huruf tersebut juga bermakna 'Culture' atau pun 'Center, bahkan berarti  'Cinta'. Pengunjung  yang berdiri tepat di kotak itu dengan posisi menghadap arah pintu masuk kendaraan, maka diharapkan datang dan pulang membawa cinta dan akan kembali lagi dengan membawa cinta.

LSPBS atau Rumah Budaya Sumba berluas lahan 3 hektar ini diresmikan pada tanggal 22 Oktober 2011 oleh Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya dan Uskup Weetebula Mgr. Edmund Woga.

“Peresmian LSPBS tersebut sekaligus menandai pembukaan museum ini untuk umum,” tambah Robert yang juga fotografer dan penulis buku berjudul Sumba Forgotten Island (Sumba yang Terlupakan) yang berisi foto-foto budaya dan alam Sumba.

Selain museum, di Rumah Budaya Sumba ini juga terdapat sejumlah bangunan lainnya antara lain tiga penginapan jenis villa. “Satu villa bisa menampung 4 orang, tarifnya 700 ribu rupiah per malam, sudah termasuk sarapan pagi dengan fasilitas AC, air panas, dan air dingin,” terang Robert senantiasa bersikap ramah dengan para tamunya.

Penginapan lainnya ada 2 unit dengan harga 350 ribu rupiah per malam per villa dan 7 unit dengan harga 250 ribu per malam per villa. “Penginapan untuk backpackers atau turis ransel juga ada, jumlahnya ada 2 rumah dengan 15 tempat tidur. Harganya 150 ribu rupiah per orang per malam,” beber Robert.

Jaring Wisman
Pengunjung Rumah Budaya Sumba ini bukan hanya wisatawan nusantara (wisnus) tapi juga wisatawan mancanegara (wisman) terutama dari Australia dan Eropa.

“Tahun lalu jumlah wisman tercatat ada 100 orang. Tahun ini sampai bulan Juni 2017 sudah lebih dari 100 orang dari Australia, Jerman, Belanda, Perancis, dan Italia,” tambah Robert.

Sementara jumlah wisnusnya tahun lalu mencapai 170-an orang, terbanyak dari Jakarta, Medan, dan Bandung.

Menurut Robert, Rumah Budaya Sumba ini didirikan dengan tujuan untuk melestarikan nilai-nilai positif yang terkandung dalam Marapu, yakni kepercayaan asli masyarakat Sumba yang sampai sekarang tetap hidup meskipun sebagian besar sudah menganut Kristen dan Katolik.

“Pengunjung bisa melakukan studi dan riset untuk memahami budaya masyarakat Sumba di sini, selain tentunya sambil berwisata,” ujarnya.

Kata Robert, kalau berbicara soal budaya orang Sumba baik itu batu kubur, rumah adat, pasola, kuda Sandelwood dan jenis kuda Sumba lainnya kurang lengkap kalau tidak mengulas atau mengaitkannya dengan Marapu, karena setiap produk budayanya mengandung filosofi dan nilai-nilai positif.

“Contohnya kenapa kubur batu diletakkan di depan rumah orang Sumba? Agar sewaktu keluar dan masuk rumah si penghuni rumah mengingat akan adanya kematian yang mutlak,” tambah Robert.

“Begitu juga dengan rumah adat yang memiliki atap berbentuk menara menjulang. Itu bukan menandakan status sosial pemiliknya melainkan simbol keterarahan kepada sang Maha Pencipta,” ungkap Robert lagi.

Belis dari Emas
Usai puas berbincang-bincang soal latarbelakang pendirian Rumah Budaya Sumba dan fasilitas pendukungnya, Robert mengajak TravelPlus Indonesia mengintip koleksi andalan museumnya, yakni aneka aksesoris emas yang dulu kerap dijadikan Belis atau mas kawin.

Di dalam lemari kaca beragam aksesoris itu tertata rapi. Ada aksesori bernama local Pawizzi, Mamoli, dan Kamomola. Masing-masing aksesoris itu ada yang terbuat dari emas, perak, dan ada juga yang dari perunggu.

Ketiga aksesoris tersebut biasanya dipakai oleh wanita Sumba yang masih perawan atau belum menikah sebagai perhiasan telinga.

“Kalau yang ini Lolo Kanattara, aksesoris berbentuk rantai yang terbuat dari emas, perak ataupun perunggu. Biasanya digunakan wanita Sumba sebagai Belis sebagaimana Pawizzi, Mamoli, dan Kamomola,” terang Robert.


Selain itu juga ada Tabelo, aksoris dari tanduk kerbau yang biasa digunakan wanita Sumba tergantung di depan kepala, tepatnya melekat di dahinya.

“Tabelo ini pun dulu digunakan untuk Belis,” tambah Robert.

Koleksi lainnya berupa bermacam keramik antik, tombak, parang, patung kayu, alat musik tradisional, peralatan menenun dan memasak, kotak/keranjang bermacam ukuran, totem, menhir, foto-foto karya Robert, kain tenun, dan lainnya.

“Rumah Budaya Sumba berikut museumnya yang terletak di Jalan Rumah Budaya No. 212, Kecamatan Kota Tambolaka, Sumba Barat Daya ini buka setiap saat. Saat hari libur pun bisa mengontak pengelolanya, pasti akan dibukakan,” pungkas Robert.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Bangunan museum di Rumah Budaya Sumba di Kabupaten Sumba Barat Daya.
2. Ruang interior museumnya.
3. Penginapan jenis villa di Rumah Budaya Sumba dengan halaman yang cukup luasa.
4. Jenis penginapan lainnya yang bergaya rumah tradisonal, menyatu dengan alam.
5. Villa dengan peta Pulau Sumba.
6. Pendiri dan pemilik Rumah Budaya Sumba menunjukkan aneka aksesoris emas yang menjadi koleksi andalan museumnya kepada pengunjung.
7. Tulisan Lembaga Studi dan Pelestarian Budaya Sumba (LSPBD) yang lebih dikenal dengan nama Rumah Budaya Sumba.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP