. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 22 Juli 2017

Baru Perdana Digelar, Matasora World Music Festival di Bandung Sukses Jaring Turis Asing

Meskipun baru kali pertama digelar dengan harga tiket dinilai cukup mahal Rp 250.00 per hari dan Rp 350 ribu untuk terusan 2 hari per orang, perhelatan Matasora World Music Festival (MWMF) 2017 di Bandung, Jawa Barat ternyata berhasil menjaring ribuan pengunjung, termasuk sejumlah wisatawan mancanegara (wisman) dan beberapa festival organizer asing. Panitianya pun optimis target 10 ribu pengunjung tercapai.

Pada hari pertama MWFC 2017, Sabtu (22/7) yang berlangsung di Gudang Persediaan Cukudapateuh milik  PT. Kereta Api Indonesia (KAI), Jalan Sukabumi No. 20, Kota Bandung ini, ribuan penonton dari Bandung dan sekitarnya, termasuk dari Jakarta serta turis asing dari beberapa negara ada yang sudah datang sejak pukul 9 pagi, padahal acara dimulai mulai pukul 1 siang.

Pengunjung yang datang ke festival bertema “Beat of Tradition” ini kebanyakan tidak sendirian. Ada yang berkelompok kecil, bersama teman, rekan kerja, ataupun anggota keluarga, tak sedikit pula yang datang berdua dengan kekasih atau pasangannya.

Ketua panitia pelaksana MWMF 2017 Satria Yanuar Akbar menambahkan selain turis asing, banyak juga festival organizer dari berbagai negara yang datang ke festival ini antara lain dari Australia, Inggris, dan Amerika.

“Para festival organizer asing itu sengaja ke festival ini bukan semata untuk melihat kemasan MWMF, tapi sekaligus ingin menyaksikan performace musisi-musisi Indonesia yang tampil di sini untuk dibawa ke festival di negera mereka masing-masing jika sesuai dengan kriteria mereka,’ terang Satria kepada Travelplus Indonesia di venue festival, Bandung, Sabtu (22/7) siang.

Satria membenarkan target pengunjung MWFM 2017 yang digelar 2 hari sampai Minggu, (23/7) ini sebesar 10 ribu orang. “Tiket yang sudah terjual sekitar 8.100 sampai hari kedua,” jelas Satria yang optimis target itu bisa tercapai.

Pantauan Travelplus Indonesia, di event MWMF perdana ini panitianya menyediakan 3 panggung aksi, lahan parkir, dan juga beberapa toilet umum buatan yang bersih.

Ada Street Stage, panggung berukuran kecil berkonsep outdoor yang berada tak jauh dari tempat pemeriksaan tiket masuk pengunjung, tepatnya di antara stand food bazaar dan handycraft bertema musik yang dilengkapi sederet meja dan kursi dari kayu.

Panggung kedua, diberi nama Mata Stage yang berada di hanggar beratap dan juga disediakan bangku serta meja dari kayu serta beberapa stand pameran sejumlah pihak yang turut mensponsori festival ini.

Panggung berkonsep semi outdoor tersebut digunakan untuk kegiatan workshop, seminar, dan suguhan slow music serta tayangan film.

Stage berikutnya berlabel Sora Stage atau Pesona Indonesia Stage yang digunakan untuk pementasan besar. Panggung ini menghadap lapangan rumput yang dibelakangnya ada 2 panggung untuk media dan sound system.

Penonton yang menyaksikan suguhan musisi di panggung ini bisa berdiri, duduk-duduk di rerumputan atau bahkan rebahan beralaskan bantal berwarna-warni.

“Pertujukannya kita selang-seling. Setelah di pertunjukan di Mata  Stage selesai kemudian disambung penampilan musisi berikutnya di Sora Stage. Begitu seterusnya dari siang sampai malam hari,” jelas Satria.

Pada hari pertama, di Mata Stage ada suguhan seminar yang dibawakan oleh musisi world music senior asal Inggris Colin Bass, kemudian workshop kendang oleh Zineer Percussion, dan suguhan film screening.

Saat Colin Bass dari Inggris menyampaikan soal world music dalam Bahasa Inggris, ada terjemahan dalam Bahasa Indonesia yang dibawakan seorang perempuan penterjemah asing.

Menurut Satria, setiap narasumber asing yang tanpil di seminar festival ini disediakan seorang penterjemah Bahasa Indonesia.

“Sebaliknya kalau narasumbernya orang Indonesia, disediakan penterjemah Bahasa Inggris. Karena pengunjung yang hadir bukan cuma orang Indonesia tapi juga arang asing dari berbagai negara, karena itu kita kemas festival ini berstandar internasional,” terangnya.

Sementara musisi yang tampil di Sora Stage dari siang sampai malam hari, ada Littlelute, Yawri, Parahyena, kolaborasi Kunokini & Svaraliana, serta kolaborasi Phatrick ShawIversen-Shri Sriram & Gamelan Shockbreaker.

Di Street Stage, sejumlah musisi lokal tak kalah menariknya, sampai menggoda sejumlah pengunjung untuk berjoget.

Apalagi ada suguhan street performance dari puluhan anak muda anggota Ganiati yang berpakaian super nyeleneh sambil berjoget dan wara-wiri di sekitar food bazaar dan sejumlah area panggung hingga menarik perhatian pengunjung. 

Begitupun saat ada seorang berpakaian karnaval bertema Burung Garuda berwarna kuning keemasan, hilir-mudik di sekitar area festival.

Banyak pengunjung yang tengah menikmati sejumlah aneka kuliner Indonesia seperti sate padang, lontong sayur, nasi goreng rendang, sate bebek, dan lainnya serta beberapa makanan dari mancanegara antara lain dari Korea, terpikat lalu meminta berfoto bersama sang street performance tersebut.

Sebenarnya masih ada satu panggung kecil lagi di arena khusus anak-anak yakni Kidz Zone Stage.

Di area panggung ini sejumlah anak menampilkan berbagai kreasi. Ada yang menggambar, mewarnai, menari, dan bernyanyi didampingi panitia dan orangtuanya.

Bukan cuma sejumlah stand makanan dan minuman yang kebanjiran pembeli sampai beberapa stand sebelum pertunjukkan MWMF 2017 hari pertama usai sudah ludes dagangannya, beberapa stand pakaian seperti aneka kaos yang merk-nya sudah go international dari Bandung yakni C59 juga dikerumuni pengunjung.

Kata Manajer Pengembangan Bisnis C59 Wahyu Andriayansah, produk yang paling diminati di stand-nya antara lain kaos lengan panjang dan pendek bertuliskan Matasora World Music Festival berwarna hitam dan abu-abu dengan harga Rp 175.000 per satuannya.

“Di stand kami juga disuguhkan workshop membuat beragam design kaos oleh para designer kaos kami, dan ternayat animo pengunjung yang menonton sangat tinggi,” terang Wahyu.

Hari pertama MWMF 2017 terasa spesial karena di penghujung acara, hadir Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata, Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Esty Rekho Astuti yang meluangkan waktu datang ke Bandung dari Jakarta dengan pesawat untuk menyaksikan festival Matasora ini usai menghadiri sebuah event di Banyuwangi.

Setibanya di venue festival, Esthy langsung mengunjungi beberapa stand food bazaar sebelum ke lokasi Sora Stage yang backdrop-nya bertuliskan branding pariwisata nusantara ‘Pesona Indonesia dalam ukuran besar.

“Festival ini menarik dan potensial menjaring wisatawan bukan hanya nusantara atau wisnus tapi juga wisman karena memadukan konser musik bergenre folk dan etnik, seminar terkait, street performance, workshop tentang musik dan tari serta juga bazar kuliner dan kerajinan tangan. Karena itu kami dari Kemenpar memberi dukungan promosi festival ini. Kemasannya harus dipertahankan dan ditingkatkan lagi,” ujar Esthy didampingi Satria dan juga Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya Kemenpar Wawan Gunawan.

Pada kesempatan itu, Satria menyampaikan bahwa MWMF akan digelar setiap tahun di Bandung. Tahun depan sudah ditetapkan MWMF 2018 tanggal 21-22 Juli juga di Bandung.

“Tapi venue-nya belum dipastikan apakah di sini lagi atau di tempat lain dengan yang lebih luas agar bisa menampung pengunjung yang diprediksi bakal lebih banyak lagin daripada tahun ini,” ujar Satria.

Menangapi soal rencana venue MWMF tahun depan, Wawan Gunawan justru berharap tetap dilaksanakan di Gudang Persediaan Cikudapateuh ini. “Tempatnya punya daya tarik wisata karena banyak bangunan tua disini yang masih terjaga baik,” ujar Wawan.

Sebagai catatan, total pengisi acara MWMF 2017 berasal dari 20 negara termasuk Indonesia sebagai tuan rumah. Besok, Minggu (23/7) akan tampil sejumlah musisi Tanah Air dan mancanegara antara lain Rubah di Selatan, kolaborasi Gilles Saissi bersama Persahabatan Project, Fade to Blue, Kusetrika, Sambasunda, Colin Bass, dan All Start Celebration di Sora Stage.

Tak ketinggalan workshop, seminar, dan pemutaran film di Mata Stage serta beberapa penampilan musisi lokal di Street Stage.

Pengunjung yang belum memiliki tiket untuk menyaksikan MWMF hari kedua besok, bisa memesannya di kiostic.com atau langsung ke lokasi. Harga tiketnya Rp 250 ribu per orang.

Buat yang belum sempat menonton MWMF perdana ini, tunggu saja MWMF 2018 masih bertempat di kota berjuluk Paris van Java ini.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Beberapa turis asing menikmati suguhan di Mata Stage, Matasora World Music Festival (MWMF) 2017 di Bandung.
2. Sejumlah pengunjung MWMF 2017 dari mancanegara datang lebih awal di hari pertama.
3. Ketua panitia pelaksana MWMF 2017 Satris Yanuar Akbar.
4. Salah satu musisi lokal tampil di Street Stage MWMF 2017.
5. Colin Bass asal Inggris tampil dalam seminar didampingi penterjemah perempuan berbahasa Indonesia di Mata Stage MWMF 2017.
6. Littlelute dari Indonesia tampil di Pesona Indonesia Stage atau Sora Stage MWMF 2017.
7. Street performance bergaya carnival meramaikan MWMF 2017.
8. Salah satu kuliner yang diminati pengunjung food bazaar MWMF 2017.
9. Esthy Reko Asturi didampingi Wawan gunawan berbincang dengan Satria Yanuar Akbar ketua panitaia MWMF 2017.
10. Kolaborasi Phatrick Shaw Iversen, Shri Sriram dan Gamelan Shockbreaker di Sora Stage MWMF 2017.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP