Pisang Epe Daya Pikat Utama Makassar Sebagai Destinasi Kuliner

Makassar pantas mendapat predikat sebagai salah satu destinasi kuliner di Indonesia. Pasalnya di Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ini beragam kuliner khas Bugis, Makassar, Mandar, Toraja dan suku dari daerah lain ada di sini, sebut saja yang sudah tersohor dan menasional antara lain Coto Makassar, Sop Konro, Es Palubutung, Mie Titi, Palubasa, Palumara, dan Pisang Epe.

Namun dari sekian banyak ragam kulinernya, Pisang Epe boleh dibilang paling mendominasi. Tak heran kalau kota yang dulu dinamai Ujungpandang ini dijuluki Bumi Pisang Epe.

Julukan tersebut rasanya tak berlebihan. Sebab ada ratusan pedangan Pisang Epe di kota yang pembangunannya kiat pesat di tepian pantai ini. Salah satu lokasi pedagang Pisang Epe di Makassar ada di trotoar sepanjang 100 meter, sebelah kanan Jalan Penghibur, atau seberang depan Masjid Amirul Mukminin, kawasan Pantai Losari.

Di trotoar itu ada deretan gerobak pedagang Pisang Epe berjumlah 22, berikut kursi-kursi plastik dan meja. Salah satunya milik Talai De Naba, pria kelahiran Takalar tahun 1951.

Bapak 12 anak dengan 13 cucu ini sudah 20 tahun berjualan Pisang Epe di Makasaar tapi berpindah-pindah.

Baru 3 tahun belakangan ini, dia berjualan di sini dan memberi tempat jualannya dengan nama Cafe Idul. "Idul itu nama anak saya yang bungsu," ujar De Naba ketika Travelplusindonesia bertanya kenapa diberi nama begitu, ba'da Maghrib, Sabtu (15/5) malam.

"Pisang Epe itu, pisang yang dipres atau dipencet setelah dibakar. Jenis pisangnya gepok dan gula cairnya pakai gula Jawa atau Gula Aren," terangnya sambil mengipas-ngipas Pisang Epe Original pesananku.

Selain Pisang Epe Original, De Naba menjual jenis pisang Epe lainnya seperti Pisang Epe Durian, Coklat, Keju, Coklat Keju, dan Pisang Epe Keju Durian.

Anehnya meski jenisnya beda namun harganya sama, masing-masing Rp 10 ribu seporsi berisi 3 pisang. "Harga Pisang Epe di sini lebih murah. Kalau di tempat lain bisa Rp 15 ribu per porsi," akunya.

Pisang yang digunakannya didatangkan dari daerahnya Takalar karena menururnya enak dan cocok untuk dibakar dibanding Gepok dari daerah lain. Dia berjualan setiap hari mulai pukul 4 sore sampai pukul 2 malam. "Kalau lagi ramai bisa hanis 7 sisir. Satu sisir ada 18 pisang. Minimal habis 4 sisir," akunya.

Untungnya jualan di sini, lanjutnya gratis hanya dikenakan bayar iuran listrik Rp 10 ribu per malam. Ada 2 orang anaknya yang mengikuti jejaknya berjualan Pisang Epe di trotoar ini.

Selain berjualan, dia juga biasa menerima pesenan pembuatan gerobak untul berjualan Pisang Epe. "Biayanya sekarang Rp 5 juta per gerobak," terangnya.

Selama bulan puasa dia hanya tutup 3 hari awal puasa, selebihnya buka sore hari. Dia juga berjualam minuman es kelapa. Pas Hai Raya Lebarn hari pertama, dia tutup. Besoknya buka lagi seperti biasa. Selain Pisang Epe, De Naba juga menjual aneka minuman kopi, teh, dan es alpukat.

Malam semakin larut, para penikmat Pisang Epe terus berdatangan. Malam minggu itu pengunjung deretan Pisang Epe terlihat ramai.

Maklum di areal Anjungan Taman Losari ada even Pameran Kuliner Berbahan Ikan & Pangan Lokal 2016 yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dengan memghadirkan penyanyi Jakarta, Adera.

Kehadiran even tersebut berhasil menarik ratusan pengunjung yang beberapa di antaranya ikut mencicipi Pisang Epe di tempat De Naba berjualan.

Penikmat Pisang Epe bukan hanya di lokasi dimana De Naba berjualan, melainkan juga di sepanjang trotoar dan di tepi Pantai Losari hingga di depan Benteng Fort Roterdam.

Pedagang Pisang Epe lainnya juga terlihat di beberapa trotoar sejumlah ruas jalan lain di Makassar. Jumlah pedagang Pisang Epe jelas lebih banyak dari pedagang kuliner khas Makassar lainnya.

Keberadaan Pedagang pisang Epe ini mengingatkan saya dengan kedai kopi di Banda Aceh yang tersebar dimana-mana. Ini membuktikan Pisang Epe rajanya kuliner Kota Angin Mamiri.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)