. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 30 Juli 2012

Empat Alasan Danau Singkarak Tambah Marak Saat Lebaran



Setiap lebaran Idul Fitri, perantau asal Minang kembali ke kampungnya, termasuk ke kampung-kampung di sekitar Danau Singkarak. Di pastikan danau terluas ke-2 setelah Danau Toba ini bakal dipenuhi pengunjung lebaran ini sebagaimana lebaran tahun-tahun sebelumnya. Pengunjungnya juga datang dari berbagai kota di Sumatera Barat (Sumbar) seperti Padang, Bukittinggi, dan Sawahlunto, bahkan dari luar Sumbar.

Danau yang luasnya mencapai 107,9 Km persegi terbentang di dua kabupaten Sumbar, yakni Kabupaten Solok dan Tanah Datar ini masih menjadi salah satu primadona obyek wisata alam di Sumbar. Padahal masih ada beberapa danau lagi di provinsi yang tersohor dengan rendang dan tarian piringnya ini.

Banyak penyebab mengapa danau yang merupakan hulu dari Sungai Ombilin dan Sungai Anai dengan aliran air sepanjang 1.076 kilometer dan curah hujannya 82 hingga 252 melimeter per bulan ini diminati pengunjung.

Pertama, jelas karena keindahan alamnya yang menawan ditambah dengan kesejukan udaranya, dan air yang masih jernih.

Di sepanjang tepiannya dihijaukan oleh deretan pepohonan yang menjadi pembatas antara daratan dan air. Di beberapa bagiannya ada areal persawahan dan juga pantai berpasir halus yang membentang di bibir danau yang menghadirkan panorama berbeda. Di belakangnya ada rangkaian Bukit Barisan yang kebiruan. Tak ketinggalan Gunung Singgalang dan Marapi yang setia menjaga menjaga kemolekan danau ini.

Kedua, banyak aktivitas menarik yang dapat dilihat dan dilakukan oleh pengunjung. Di danau yang ber ada di ketinggian 363,5 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini pengunjung bisa bersantai di tepiannya, menggelar tikar sambil duduk dan makan bersama. Selain itu bisa berenang, mandi, dan menyewa perahu yang biasa disebut becak danau untuk berkeliling danau dengan harga terjangkau.

Bagi yang hobi mancing, pengunjung dapat memancing sepuasnya. Danau yang luas permukaan airnya mencapai 11.200 hektar dengan panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter ini menjadi rumah bagi sejumlah ikan air tawar.

Berdasarkan penelitian para ahli, terungkap ada 19 spesies ikan air tawar yang hidup di danau ini. Namun sayang, ketersediaan bahan makanannya terbatas.

Dari 19 spesies itu, tiga spesies di antaranya memiliki populasi kepadatan tinggi adalah ikan Bilih atau Biko (Mystacoleusus padangensis Blkr), Asang atau Nilem (Osteochilus brachmoides), dan ikan Rinuak.

Konon dulu pernah ada pemancing yang berhasil menangkap salah satu sepesie ikan itu seberat hingga 8 Kg.

Kegiatan lain yang dapat dilakukan pengunjung adalah olah raga dayung. Lomba Dayung kerap diselenggarakan pemerintah daerah setempat untuk mempromosikan tempat wisata danau Singkarak.

Danau Singkarak juga digunakan sebagai tempat wisata olahraga (sport tourism). Di daratannya untuk jogging dan senam. Di perairannya untuk olahraga berenang, fishing, dayung dan olahraga udara seperti terjun bebas, parasailing, dan paralayang.

Ketiga, menikmati kuliner dan membeli ikan bilih buat oleh-oleh. Di beberapa lokasi di tepian danaunya banyak kios yang menjual ikan bilih yang masih mentah. Sementara di beberapa rumah makannya menjual ikan bilih yang sudah dimasak. Ada yang digoreng dengan sambal balado dan lainnya.

Sejak 6 tahun lalu ini, ikan bilih berhasil dibudidayakan di Danau Toba, Sumatera Utara. Masyarakat di sana menamakannya ikan Pora-pora yang sebenarnya berasal dari Singkarak.

Ke empat, menginap di tepian danau. Di danau yang tenaga airnya digunakan sebagai penggerak generator PLTA Singkarak yang berada di dekat Lubuk Alung ini terdapat sejumlah penginapan berupa hotel dan wisma yang ada di beberapa titik, salah satunya tempat peristirahatan Biteh Kacang.

Bupati Solok Syamsu Rahim mengatakan jumlah kamar di sekitar Danau Singkarak masih kurang. Di daerah ini hanya baru ada dua hotel kelas melati.

Pada Tour de Singkarak (TdS) 2012 lalu Danau Singkarak menjadi titik finish untuk etape ke-5. Di etape ke-5 ini, rutenya adalah Padang Panjang ke Singkarak, melalui Ombilin, Singkarak, Solok, Danau Bawah, Danau Atas, Kayu Aro, Lubuk Selas kembali ke Solok, dan berakhir di Danau Singkarak. Padahal biasanya menjadi titik finis dari etape terakhir. Salah satu penyebabnya masih terbatasnya penginapan dan infrastruktur lainnya.

Syamsu Rahim berharap tahun depan, danau ini bisa menjadi start TdS dengan mempersiapkan infrastruktur bekerjasama dengan Kota Solok. Selain menambah dua dermaga baru untuk perahu pesiar keliling Danau Singkarak, rencananya akan ada pelebaran jalan sekeliling danau bekerjasama Batusangkar mengingat juga masuk wilayah administratif Batusangkar.

Pengunjung Danau Singkarak tambah marak saat liburan lebaran. Terkadang sampai susah mencari tempat menggelar tikar di titik-titik pilihan. Bahkan mencari penginapan pun rada sulit.

Mudah menjangkau danau ini lewat jalur darat. Perjalanan bisa ditempuh menggunakan kendaraan umum ataupun pribadi dalam waktu 2,5 jam dari Bandara Minangkabau, Padang. Kalau dengan angkutan umum dari Kota Padang ongkosnya sekitar Rp 25.000 sampai Rp 30.000.

Bila ingin menggunakan jasa mobil sewaan Rp 500.000 per hari. Pilihan lain naik kereta dari Padangpanjang yang melewati danau ini. Kalau dari Bukittinggi hanya sekitar 36 Km.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Read more...

Selasa, 24 Juli 2012

Menggenjot Jumlah Toilet Umum Bersih di Ruang Publik



Jumlah toilet umum bersih di negeri ini masih bisa dihitung jari. Bahkan di tempat-tempat umum saja masih banyak toilet yang jauh dari kata bersih apalagi nyaman. Sampai Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai keberadaan toilet umum bersih belum menjadi priotitas pemerintah daerah.

Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo mengatakan penyediaan toilet umum bersih di Indonesiaa masih kalah dengan negar tetangga. Pihaknya kerap mendapat keluhan masyarakat terkait minimnya fasilitas toilet uum bersih terutama di ruang publik.

"Contohnya banyaknya keluhan toilet di bandara. Akhirnya kami sampaikan keluan itu dan menjadi salah satu poin dalam renovasi bandara," jelasnya di sela-sela sosialisasi penghargaan Sapta Pesona Toilet Bersih Taman Rekreasi Buatan 2012 yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin malam (23/7/2012).

Minimnya ketersediaan toilet umum bersih, lanjutnya berdampak pada kenyamanan masyarakat. Semestinya, pembuatan toilet disesuaikan dengan jumlah penduduk. “Di negara-negara Eropa, rasio jumlah toilet dengan penduduknya 1 toilet untuk sekitar 50 orang. Sementara di Indonesia belum begitu. Pemerintah, industri pariwisata, dan instansi di Tanah Air perlu mencontoh itu,” imbaunya.

Dalam kesempatan ini, YLKI mendorong pemda, instansi, dan pelaku usaha sektor wisata untuk menyediakan tolilet umum dalam kondisi bersih sebagai salah satu bentuk layanan bagi masyarakat.

Ketua Asosiasi Toilet Indonesia, Naning Adiwoso mengatakan ketersediaan toilet bersih umum merupakani salah satu faktor penunjang pertumbuhan industri pariwisata.

Menurutnya wisatawan jauh lebih respek dengan daerah yang memiliki toilet umum bersih, terlebih wisatawan mancanegara.

"Semakin bersih dan banyak public toilet, semakin besar kemungkinan wisatawan mancanegara untuk datang,” ungkapnya.

Sebaliknya, tambahnya tak akan ada wisatawan yang mau datang kembali ke suatu negara kalau toiletnya rata-rata tidak bersih.

Pernyataan ini, lanjutnya sudah ditegaskan oleh World Toilet Organization yang mengatakan toilet yang bersih terbukti mampu mendatangkan lebih banyak wisman.

"Green toilet sudah menjadi tren dan kebutuhan warga dunia," katanya mengingat ketersediaan toilet bersih itu juga menjadi penangkal penyebaran penyakit di tengah perubahan cuaca yang terjadi di kawasan Asia.

Penghargaan Sapta Pesona: Toilet Umum Bersih Taman Rekreasi 2012 yang digelar Kemenparekraf diikuti sebanyak 62 taman rekreasi dari seluruh Indonesia. Mereka berlomba untuk mendapatkan penghargaan Toilet Umum Bersih. Kegiatan penilaian digelar mulai 14 Mei samapi 9 September 2012. Setelah itu, pemberian penghargaan akan dilaksanakan di Jakarta pada 27 September 2012, bertepatan dengan peringatan Hari Pariwisata Dunia.

Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenparekraf, Firmansyah Rahim menjelaskan penghargaan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada para wisatawan juga sekaligus memberikan apresiasi dan meningkatkan motivasi kepada pengelola taman rekreasi, dalam rangka mewujudkan sadar wisata.

Kegiatan ini, lanjutnya merupakan kelanjutan dari Penghargaan Toilet Umum Bersih di Bandara, Museum, dan Kebun Binatang yang telah terlaksana sejak 2007.

Firmansyah berharap dengan adanya pemberian penghargaan ini makin mendorong masyarakat untuk lebih peduli dalam menggunakan toilet umum.

“Para pengelola toilet pun dituntut selalu merawat dan menjaga kebersihan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kepada wisatawan. Ini semua demi destinasi pariwisata yang lebih baik agar mampu mendongkrak minat wisatawan terhadap destinasi pariwisata di Indonesia,” tegasnya.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Read more...

Kamis, 19 Juli 2012

Wajib Heran di Pasar Hewan Tak Biasa Tomohon



Berwisata religi Islami saat berpuasa itu lumrah. Tapi kalau berwisatanya ke daerah yang penduduknya mayoritas non muslim lalu mengunjungi pasar yang menjual aneka hewan yang haram disantap Muslim, itu baru beda. Coba saja datangi Pasar Hewan Beriman di Tomohon, Sulawesi Utara saat penyelengaraan Festival Bunga Internasional atau Tomohon International Flower Festival; (TIFF) pada 8-12 Agustus 2012. Dijamin, Anda bakal terheran-heran.

UNIK dan TAK BIASA. Itulah kesan pertama ketika saya datangi Pasar Hewan Beriman di Tomohon. Maklum biasanya di Jawa dan daerah lain, para pedagang di pasar hewannya hanya menjual ayam, sapi, kambing, kerbau, sapi, dan ikan.

Tapi di Pasar Hewan Beriman Tomohon, para pedaganyya tidak menjual itu semua. Yang mereka jajakan kelalawar yang oleh masyarakat setempat disebut paniki, tikus hutan, ular piton, anjing (biasa disebut RW), babi, bahkan kera.

NGERI. Itu kesan kedua ketika kali pertama saya masuki pasar ini lebih dalam. Bagaimana tidak, hewan-hewan yang dimata saya tidak biasa itu dijajakan di kios-kios. Ada yang masih hidup, ada juga yang sudah mati.

MENARIK. Itu kesan yang saya dapati berikutnya ketika melihat para pembeli yang kebanyakan para ibu rumah tangga, lebih suka memesan hewan hidup kemudian dipotong, misalnya ular piton, atau dibakar seperti anjing dan babi.

Setelah dibunuh, anjing kemudian dibakar dengan cara disemprot dengan semprotan api berbahan gas. Sementara ular piton yang masih hidup kemudian dipotong-potong sesuai permintaan pembelinya.

Lain lagi dengan kelelawar. Yang dijual lebih banyak yang sudah mati atau dengan kata lain sudah dibakar dan atau diasapkan.

Selain di Pasar Beriman Tomohon, ada satu lagi pasar yang menjual hewan-hewan tak biasa itu, yakni di Pasar Langowan. Namun pasar yang kerap dikunjungi wisatawan adalah Pasar Beriman Tomohon.

HERAN. Itulah perasaan yang mengiriku usai melihat pasar ini. Dan keheran itu rasanya dihinggapai semua pengunjung yang baru pertama kali ke sana. Karena itu ada istilah wajib heran di pasar ini.

Dari keheranan itu lalu timbul pertanyaan mengapa pasar hewan tak biasa itu sampai ada di Tomohon. Usut punya usut, ternyata masyarakat Minahasa Tomohon dan yang mentap di daerah lainnya, yang kini umumnya Nasrani memang sudah sejak lama menyukai makan hewan-hewan yang aneh itu.

Mereka menyantapnya bukan cuma untuk lauk sehari-hari, pun sebagai menu utama saat ada hajatan seperti selamatan, pernikahan, ulag tahun dan lainnya. Pemkot Tomohon pun selalu menghidangkan masakan yang tergolong ekstrim itu tiap menggelar hajatan.

Masyarakat Tomohon biasanya mengolah RW dengan dimasak pedas. Cabenya banyak lalu disiram satu sloki cap tikus atau minuman keras khas Manado yang terbuat dari aren. Sedangkan paniki, tikus, dan ular piton dimasak dengan santan.

Kalau daging babi banyak pilihan dimasaknya seperti seekor babi dipanggang sekaligus atau biasa disebut babi guling yang dengan ditaburi mentega dan perutnya diisi sayuran. Selian itu dibakar (satey ragey), dimasak di bambu (tinorangsak, pangi), atau dimasak loba dengan gula aren dan kecap manis.

Menu Ekstrim
Wisatawan non muslim banyak yang mencoba menu esktrim itu di sejumlah rumah makan yang ada di sepanjang jalan Manado-Tomohon, sambil menikmati pemandangan Kota Manado dari ketinggian.

Bagi Anda yang muslim, sekadar ingin tahu keunikan pasar ini, ya boleh-boleh saja datang. Tapi ingat, jangan mencicipinya, apalagi saat sedang berpuasa.

Tak sulit mencapai Pasar Hewan Beriman. Kalau tidak macet, Tomohon dapat dijangkau tak sampai 1 jam dari Manado. Jalannya memang menanjak dan berkelok-kelok namun menawarkan panorama indah antara lain Teluk Manado dari ketinggian.

Kalau Anda datang sendiri ala backpacker, naik saja bis umum dari Terminal Karombasan, Manado ke Tomohon dengan tarip Rp.8000 per orang, turun di Terminal Beriman Tomohon. Dari situ, tinggal jalan kaki ke Pasar Beriman Tomohon yang berada di Kelurahan Paslaten, Kecamatan Tomohon Timur. Pasar itu letaknya bersebelahan dengan terminal.

Kalau ingin bermalam di Tomohon, pilih saja resort dan cottage di kaki Gunung Lokon dan Mahawu karena menawarkan pemandangan indah. Kalau enggan, ya balik lagi ke Manado. Tapi ingat ya tetap berpuasa.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Read more...

Festival Bunga di Tomohon Bisa Sehebat di Pasadena



Festival bunga berskala internasional di Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut) yang dikenal dengan Tomohon International Flower Festival (TIFF), tahun ini memasuki penyelenggarakan ke-3 kali. Festival yang digelar Pemkot Tomohon dan didukung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) ini diprediksi pemerintah bakal sehebat Tournament of Roses di Pasadena, Amerika Serikat. Dengan catatan harus memenuhi syarat. Apa saja?

“Sekarang ini, festival bunga di Tomohon baru seperti cucunya festival serupa di Pasadena, Amerika Serikat,” kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar saat memberi sambutan dalam launching TIFF di Jakarta, Rabu malam (18/7/2012).

Untuk mewujudkan mimpi menjadikan TIFF seperti festival Tournament of Roses di Pasadena, Amerika Serikat, lanjut Sapta, TIFF harus gencar dipromosikan. “Promo ini penting selain untuk menjaring wisman juga menarik minat peserta dari mancanegara lebih banyak lagi,” jelasnya.

Syarat lainnya, pelaksanaan TIFF harus semakin ditingkatkan kualitasnya. “Jika semakin baik, festival ini bisa menjadi ikonnya Tomohon,” ungkapnya.

Sapta menjelaskan, pada Januari 2012 lalu, Indonesia sukses menyabet juara di Tournament of Roses, Pasadena, AS. “Pada festival itu, Indonesia berhasil mendapatkan penghargaan terbaik atau The President's Tropy, sayangnya tomohon tidak ikut ketika itu,” terangnya.

Lewat festival bunga, lanjut Sapta selain dapat memperomosikan potensi wisata di Tomohon agar kunjungan wisnus dan wisman ke Sulut khususnya ke Tomohon semakin meningkat, pun dapat meningkatkan ekonomi kreatif masyarakat Tomohon.

“Bayangkan dalam TIFF nanti ada parade 30-40 kendaraan yang dihias bunga hasil tanaman petani. Artinya event ini sekaligus memberikan stimulus petani,” terangnya.

Tomohon, lanjut Sapta harus mencontoh Belanda yang sukses menjadi pengekspor bunga terbesar di dunia, terutama bunga tulip.

"Belanda mampu mengadakan festival bunga Floriade yang 10 tahun sekali, yang diikuti berbagai negara dan mampu menarik kunjungan wisman. Bahkan, banyak biro perjalanan wisata menjual paket ke Belanda untuk melihat Floriade,” terangnya.

TIFF juga bisa menjadi stimulan bagi pengembangan hotel di Kota Tomohon. “Sampai saat ini Tomohon belum punya hotel berbintang. Wisatawan terpaksa menginap di Kota Manado,” ujarnya.

Pakai Bunga Asli
Dalam kesempatan itu, Sapta juga menghimbau agar hotel-totel terutama bintang 3 dan seterusnya menggunakan bunga asli untuk dekorasinya.

“Jangan lagi menggunakan bunga plastik yang kontra ramah lingkungan. Sebaiknya mulai menggunakan bunga asali, selain lebih indah juga dapat meningkatkan permintaan bunga dalam negeri,” sindirnya.


Wali Kota Tomohon, Jimmy F. Eman mengakui ada peningkatan arus kunjungan wisnus dan wisman ke Tomohon selama 3 kali menyelengarakan TIFF.

TIFF dilaksanakan setiap 2 tahun sekali. Pertama digelar pada tahun 2008 masih berskala nasional. “Saat itu, festival dikunjungi 20 ribu orang. Lalu tahun 2010, festival ini menjadi berskala internasional dan mengalami peningkatan kunjungan encapai 25 ribu orang. Target pengunjung di TIFF 2012 diharapkan dapat menjaring 30 ribu pengunjung,” jelasnya.

Jimmy F. Eman menjelaskan TIFF 2012 akan berlangsung pada 8-12 Agustus 2012. Acaranya meliputi empat kegiatan utama yakni Tournament of Flower (TOF) yang berlangsung 8 Agustus, Kontes Ratu Bunga pada 10 Agustus, dan Pameran Pariwisata, Perdagangan, Investasi dan Florikultura, serta Festival Seni Budaya Nusantara.

Festival yang disebut-sebut Sapta sebagai Little-nya Pasadena ini, selain diikuti peserta dari dalam negeri dan juga mulai diikuti negara-negara tetangga.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Read more...

Selasa, 17 Juli 2012

TIME 2012 di Lampung Targetkan 19 Juta Dolar AS


Transaksi yang dicapai pada Pasar Wisata Indonesia atau Tourism Indonesia Mart and Expo (TIME) di Lampung tahun lalu hanya 15.7 juta dollar AS. Tahun ini Lampung kembali menjadi tuan rumah TIME ke-18. Dan penyelenggaranya menargetkan US$ 19 juta. Mampukah?

Ketua Panitia TIME 2012, Meity Robot juga menargetkan akan menghadirkan 80 pebisnis pariwisata mancanegara dari 27 negara yang akan membeli paket-paket wisata nusantara yang dipamerkan pada event tahunan ini. “TIME tahun lalu hanya menghadirkan 77 buyer dari 27 negara," kata Meity di Jakarta, Selasa (17/7/2012).

Transaksi TIME 2011, lanjut ketua Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI) ini memang di bawah transaksi yang mereka dapatkan saat menggelar TIME 2010 di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang berhaisl meraup 18.9 juta dollar US.

“Penyebabnya krisis ekonomi Eropa tahun lalu, berdampak pada penurunan minat wisman berwisata, termasuk ke Indonesia,” akunya.

Untuk mewujudkan target TIME 2012, Lampung harus lebih siap lagi sebagai tuan rumah. “Event ini merupakan kesempatan buat Lampung memprkenalkan obyek-obyek pariwisatanya ke dunia,” ungkapnya.

Kalau bisa peserta TIME jangan hanya diajak ke Gunung Krakatau saja. Tapi juga diajak ke Tanjung Setia, Teluk Kiluan, dan diperkenalkan kembali parade kain Tapis. “kalau bisa di ajak ke penangkaran badak. Saya dengar, baru-baru ini di Lampung ada Badak Sumatera yang baru melahirkan anaknya. Ini menarik bagi turis, terutama peserta TIME, “ kata Meity lagi.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung, Gatot Hudi Utomo berjanji akan meningkatkan kualitas pelaksanaan TIME tahun ini. "Kami akan mempersiapankan lebih baik lagi sekaligus lebih gencar mempromosikan produk-produk lokal baik dari Indonesia ataupun dari Lampung sendiri," katanya.

Tempat penyelenggaraan TIME 2010, lanjut Gatot, ditempatkan di Graha Wangsa, Bandar Lampung. “Kami telah menyiapkan serangkaian acara tambahan seperti Tapis Carnival, Parade budaya mayarakat Lampung, Festival Krakatau, Tour Krakatau, dan obyek wisata Lampung lainnya serta pameran aneka kerajinan lokal,” ungkapnya.

Gatot menambahkan pasca menjadi tuan rumah TIME 2011, kunjungan wisman ke Lampung meningkat. “Turis asal Australia masih mendominasi. Obyek wisata yang paling diminati wisman di Lampung, terutama surfing di Tanjung Setia, mendaki Gunung Krakatau, melihat gajah di Way Kambas, dan melihat lumba-lumba di Teluk Kiluan,” terangnya.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Read more...

Lampung Janji Perbaiki Kualitas TIME ke-18



Lampung bersikeras menjadi tuan rumah Tourism Indonesia Mart & Expo (TIME) atau Pasar Wisata Indonesia lagi tahun ini. Padahal pelaksanaan TIME sebelumnya di provinsi paling Selatan Pulau Sumatera ini menuai banyak kritik negatif. Pada TIME ke-18 yang akan digelar pada 9-12 Oktober 2012, Lampung berjanji memperbaiki. Apa saja yang akan diperbaiki dan disuguhkan?

“Kami memang ngotot menjadi tuan rumah TIME kedua di Lampung ini meskipun yang kemarin dibilang jelek-jelek,” aku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung, Gatot Hudi Utomo saat press conference di Jakarta, Selasa (17/7/2012) yang dihadiri Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), M. Faried dan ketua Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI) sekaligus ketua panitia TIME 2012, Meity Robot.

Kata Gatot, Lampung belajar dari kekurangan TIME ke 17 di Novotel Hotel, Bandar Lampung tahun lalu yang tidak maksimal dalam mempromosikan pariwisata Indonesia, khususnya Lampung. “TIME kemarin kami memang belum begitu siap sehingga pelaksanaannya banyak yang kurang optimal. Misalnya para peserta tidak diajak menjelajahi obyek-obyek wisata sebelum pelaksanaan TIME,” ungkapnya.

Untuk itu, lanjut Gotot, peserta TIME tahun ini akan diajak tur ke Gunung Krakatau pada tanggal 6 Oktober 2012 usai menyaksikan parade budaya “Lampung Culture & Tapis Carnival” pada pelaksanaan Festival Krakatau yang ke-22. “Senin, 8 Oktober 2012 dilanjutkan ke obyek wisata lain yang ada di Lampung. Baru pada 9 Oktober 2012 bersama-sama mengikuti pembukaan TIME ke-18. Jadi lebih teratur,” jelasnya.

Pada TIME lalu, Lampung juga kehilangan kesempatan memperkenalkan produk kreatif lokalnya. “Makanya tahun ini kami akan menggelar pameran aneka kerajinan masyarakat Lampung di halaman Graha Wangsa, Bandar Lampung, tempat pelaksanaan TIME 2012,” terangnya.

Meity Robot menjelaskan TIME merupakan ajang jual-beli paket wisata Indonesia yang mengusung konsep "business to business". Acara ini mempertemukan para pelaku usaha wisata dan industri pendukungnya di Indonesia (seller) untuk mempromosikan berbagai produk dan jasa wisata di dalam negeri kepada pebisnis wisata dari mancanegara (buyer).

“TIME tercatat dalam kalender internasional travel mart bersama dengan PATA Travel Mart,ITB Berlin, WTM London, dan Arabian Travel Mart (ATM,” aku Meity.

M. Faried mengatakan Kemenparekraf kembali mendukung penyelenggaraan TIME, mengingat kegiatan ini bagian dari aktivitas promosi pariwisata Indonesia. “Kami berharap lewat TIME kali ini, pariwisata Lampung dapat terpromosikan lebih baik sebagai daya tarik wisata termasuk daerah lain di Indonesia,” ungkapnya.

Berdasarkan pantauan penulis, TIME ke-17 tahun lalu di Novotel Hotel, Bandar Lampung memang amburadul. Bahkan menurut beberapa peserta, TIME 2011 lalu itu yang terburuk dibanding sebelum-sebelumnya.

Penulis melihat sendiri, Lampung sebagai tuan rumah TIME ketika itu justru tidak greget memperkenalkan dan menjual obyek-obyek wisatanya baik dalam bentuk tur maupun paket-paket wisata yang sudah siap jual.

Bahkan pengaturan jadual kegiatan dari satu acara ke acara lainnya berantakan. Bila ini disebabkan oleh ketidakbecusan event organizer (EO) yang menangani kegiatan ini, sebaiknya segera mencari EO yang benar-benar profesional dan andal dalam menangani event besar ini. Kalau tidak, target yang ingin dicapai cuma angan-angan, dan Lampung akan menuai kritik tak sedap kembali.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Read more...

Senin, 16 Juli 2012

Direct Promotion Wisata Batam di Surabaya Raup Hampir 1M



Kota buaya, Surabaya baru-baru ini menjadi lokasi pilihan promosi dan penjualan langsung atau Direct Promotion (DP) pariwisata Kota Batam yang diselenggarakan Kemenparekraf bekerjasama dengan Pemkot Batam. Hasilnya cukup mencengangkan. Meraup transaksi hampir 1 miliar Rupiah.

DP pariwisata Batam yang berlangsung 2 hari (6-8/7/2012) lalu di mall elit Ciputra World Surabaya ini dibuka langsung oleh Kasubdit Promosi Wisata Wilayah I atau Sumatera, Direktorat Jenderal Promosi Pariwisata Dalam Negeri (Ditjend PPDN), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Raseno Arya.

Sejumlah hotel dan industri kreatif Kota Batam ikut meramaikan DP pertama kali bagi Batam di Surabaya ini, antara lain Golden View Hotel, Pacific Palace Hotel, Nayadam, Dekranasda Kota Batam, usaha dan menegah binaan Dinas PMPKUKM Batam, serta Disbudpar Kota Batam. Selain itu, Selain itu, Disbudpar Provinsi Jawa Timur, PHRI, dan ASITA Provinsi Jawa Timur pun turut serta.

Raseno Arya menjelaskan bahwa Kota Batam memiliki keunikan tersendiri. Disamping letak strategis Batam yang dekat dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia.

”Baru-baru kami mengadakan Asean Jazz Festival yang diikuti 10 Negara, kegiatan tersebut mendapat sambutan yang sangat bagus dari wisatawan mancanegara,” kata Raseno. Disamping itu Batam telah menyumbang angka kunjungan wisman nomor tiga setelah Bali dan Jakarta,” jelas Raseno.

PLT Kadis Pariwisata Batam Ahmad Arfa menambahkan Batam tumbuh dan berkembang sebagai wiayah perdagangan, industri, jasa dan pariwisata. “Sektor pariwisata di Batam menyumbang 30 persen bagi PAD Batam,” terang Arfa.
.
Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia, Batam menjadi gateway destinasi wisata ke Indonesia dengan menyumbang 1,3 juta wisman dan urutan ke tiga setelah Bali dan Jakarta. Saat ini, lanjut Arfa, Batam tengah mengembangkan sembilan destinasi wisata yaitu wisata alam, bahari, religi, sejarah, budaya, belanja, olahraga, agro, dan wisata kuliner.

“Lewat DP ini, diharapkan dapat meningkatkan wisatawan domestik ke Batam melalui Surabaya,” harapnya.

Kabid pemasaran Disparbud Provinsi Jatim Handoyo mengatakan melalui event ini potensi seni budaya dan pariwisata Batam dapat dikenal oleh masyarakat Surabaya dan Jatim umumnnya. “Sektor pariwisata menyumbang andil terbesat ketiga setelah industri dan perdagangan bagi Pendapatan Jatim. Untuk penerbangan pesawat dari Surabaya ke Batam saat ini lima penerbangan langsung ke Batam setiap hari, ini menunjukkan besarnya tujuan masyarakat Jawa Timur ke Batam,” ungkap Handoyo.

Dia berharap melalui event ini saling menguntungkan bagi kedua daerah dan membuka lapangan usaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

DP pariwsiata Kota Batam di Surabaya yang ditutup secara Resmi oleh Kepala seksi (Kasi) Aceh, Sumut, Riau dan Kepri Daulat Siagian ini berhasil meraih nilai transaksi sebesar hampir satu miliar rupiah.

Hasil tersebut dari transaksi langung baik penjualan kain batik khas Batam yang bermotif gonggong (semacam siput), kue bingka bakar, pemesan paket wisata, hotel, dan lainnya.

Kegiatan pemasaran dan penjualan wisata langsung Batam di Surabaya ini dimeriahkan dengan hiburan live music beberapa band lokal, penyanyi ibukota, tarian tradisional Melayu Batam, lomba peragaan busana batik casual anak-anak, fashion show batik remaja dan dewasa serta pameran aneka ekonomi kreatif dari Batam dan Jatim.

Naskah & foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Read more...

Kamis, 05 Juli 2012

Malela Menakjubkan Kala Berhias Ribuan Kunang-Kunang


Sabtu malam (30/6/2012) itu, suasana Malela benar-benar menakjubkan. Ribuan kunang-kunang menyala menerangi kegelapan hutan di kiri-kanannya. 

Awalnya hanya beberapa ekor. Semakin lama jumlahnya membengkak. Di langit, tepat di atas curug yang dijuluki Niagara mini-nya Indonesia itu, ada bulan yang sinarnya kadang sampai ke bawah, kadang terhalang awan. Saat terhalang, cahaya keemasan dari ribuan kunang-kunang mengantikannya. Kerlap-kerlipnya begitu menawan.

Dari atas bongkahan batu besar tempat di depan tenda dome yang kami dirikan, kira-kira 50 meter dari tumpahan Curug Malela, aku dan enam serdadu Kembara Tropis yakni Marno, Lestari, Iwoe, Ratna, Tuti, dan Ana terpaku menyaksikan ribuan kunang-kunang hilir-mudik usai keluar dari sarangnya satu persatu di kegelapan malam. Mereka seakan menyambut kehadiran kami, sekaligus ingin mempertontonkan pesona cahaya keemasannya yang berkilauan.

Puas menikmati pemandangan berbeda itu, Marno masuk ke dalam tenda. Kepalanya masih sakit akibat diantub lebah berukuran jempol orang dewasa jelang sore tadi. “Kepalaku rasanya seperti di-palu berkali-kali,” katanya. Ratna, yang tak lain istrinya Marno menemani sang suami ke pembaringan.

Tak lama kemudian Lestari dan Ana juga masuk ke dalam tenda berukuran besar yang mampu menampung 7 orang berikut ransel. Padahal jarum pendek di jam tanganku belum mengarah ke angka 8 malam.

Rupanya perjalanan dari Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur dengan bis AC ke terminal Leuwi Panjang, Bandung, dilanjutkan dengan naik angkot dari perempatan lampu merah dekat Lewi Panjang ke Batu Jajar, Cimarema lalu naik mobil elf ke Gunung Halu, dan kemudian naik ojek sepeda motor menuju parkiran terakhir Curug Malela di jalan yang rusak parah, ditambah berjalan kaki sekitar 1 Km menuruni perbukitan di setapak berundak yang jumlahnya sekitar 400 undakan, dan melewati persawahan penduduk sebelum tiba di Malela, cukup melelahkan dan bikin kantuk.

Tinggal aku, Iwoe, dan Tuti yang masih bertahan. Hampir sejam lebih kami menikmati tarian cahaya yang dihadirkan ribuan kunang-kunang. Aku kembali menyanyikan lagu-lagu karyaku sejak dalam tenda tadi, usai shalat Isya berjamaah.

Gemuruh tumpahan Curug Malela terdengar jelas, seolah mengiringi nyanyianku. Iwoe pun ikut bernyanyi. Beberapa tembang lawas pun kami nyanyikan secara duet. Sementara Tuti, asyik menjadi pendengar yang baik, sambil senyum-senyum, kadang tertawa.

Kantuk pun menghampiri Iwoe dan Tuti. Keduanya menyusul keempat rekanku masuk tenda. Tinggal aku sendiri yang asyik berteman hening. Ketika diam, suara Malela kian riuh seperti tengah memainkan sebuah instrument alam, mengiringi ribuan kunang-kunang yang menari, terbang kesana-kemari.

Untuk menghalau sepi, aku membuat lagu tentang pesona curug yang melebar sekitar 60 meter dan berundak-undak setinggi sekitar 70 meter ini. Tak ada lima menit, lagu bertajuk Gemuruh Malela pun tercipta. (Liriknya dapat Anda simak di http://pujanggapengembara.blogspot.com).

Saat asyik menyanyikannya, Atib (52), penduduk lokal yang menemani kami malam itu muncul dari belakangku. Aku sempat kaget. Melihat ribuan kunang-kunang yang masih berkeliaran malam itu membuat bapak tiga anak ini heran. “Baru kali saya lihat kunang-kunang sebanyak ini, biasanya hanya puluhan ekor,” jelasnya.

Sambil merokok kretek, Atib yang sejak kecil sudah bermain di Curug Malela pun bercerita. Menurutnya Curug Malela merupakan aliran dari Sungai Cidadap yang mata airnya berada di Gunung Wayag. Di sepanjang aliran sungai yang airnya bening dan keputihan saat musim kemarau dan keruh saat penghujan ini ada enam curug (air terjun).

“Curug Malela berada paling atas. Setelah itu Curug Katumiri, Sumpel, Ngebul, Palisir, dan terkahir Curug Pameungpek,” katanya seraya menjelasnya lebih rinci bahwa Curug Ngebul atau Berasap merupakan curug tertinggi kelima curug lainnya, tingginya sekitar 100 meter namun tumpahan airnya tidak sebesar Malela.

Menurut Atib lagi, masih ada satu curug lagi yang jauh lebih tinggi dibanding Curug Ngebul. Tapi tidak berada di aliran Sungai Cidadap. “Namanya Manglid, sesuai nama kampung tempat curug itu berada. Tingginya sekitar 200 meter,” ungkapnya.

Sebelum kunang-kunang menghibur kami dengan keemasan cahayanya, beberapa monyet ekor panjang (macaca pasciscularis) menarik perhatian kami jelang malam tadi. Mereka melompat dari pohon besar satu ke pohon besar lainnya yang berada di tebing, sebelah kanan Malela.

Selain mereka, masih ada dua primata lainnya yakni owa-owa dan lutung yang nasibnya juga kian terusik oleh keserakahan manusia karena hutannya kian menipis, dirampas penduduk setempat untuk ladang dan rumah.

Atib yang juga biasa disapa Pak Kumis karena memiliki kumis yang cukup lebat, melanjutkan ceritanya. Katanya, nama Malela berasal dari nama tokoh masyarakat setempat, yaitu Prabu Taji Malela. Makamnya berada di puncak tebing sebelah kanan Malela. “Kalau mau ke makam Malela, harus izin ke kuncen-nya, namanya Eman,” terangnya.

Pukul 1, aku baru masuk ke tenda usai puas ngobrol dengan Atib dan juga putra pertamanya serta salah seorang rekannya, ditemani ribuan kunang-kunang.

Keesokan paginya, kami kembali menyaksikan pesona Malela sebenarnya. Debit air tumpahannya tetap tak berubah seperti kemarin, tidak terlalu besar dan warnanya keputihan. Maklum sudah hampir beberapa pekan, kawasan ini tak diguyur hujan.

Melipir Tebing
Tak puas hanya menikmati Malela dari bawah, aku mengajak ke-6 rekanku treking menuju atap Malela. Atib, bersedia memandu kami. Rute awal yang dipilihnya melewati aliran air Malela di sebelah kiri, hampir mendekati tumpahan air Malela. Kami sempat foto bersama di sana, dan Atib yang memotret kami.

Setelah itu kami menapaki medan menanjak berlumpur dan berumput. Kemudian melipir ke kanan memasuki hutan yang tanahnya agak kering. Baru saja mendapat medan ‘bonus’, kemudian medan sulit menghadang di depan kami. Ya medan melipir tebing yang tipis dan tanahnya mudah longsor serta ber-jurang di kanannya.

Dengan ekstra hati-hati, satu per satu kami melewatinya. Marno, rekanku yang bekerja di pengeboran minyak salah satu perusahan minyak swasta ini, sempat meragu. “Bagaimana nanti pulangnya, apa ada jalur lain,” tanyanya. Rupanya tak ada pilihan lain, nanti kami harus kembali melewatinya.

Untunglah kami semua berhasil melewati medan melipir yang rawan longsor itu. Dan kemudian menuruni jembatan kayu sebelum sampai di aliran sungai, tepat di atas Curug Malela.

Dari atap Malela, kami menemukan sudut pemandangan berbeda. Dari kejauhan tenda domme milik Ana yang berwarna merah berlapis flysheet biru jelas terlihat. Aliran dari tumpahan Curug Malela yang melimpah pun jelas terekam hingga jauh.

Puas mengabadikan gambar, kami kembali ke tenda. Dan aku sengaja mengambil alih paling depan. Aku khawatir dengan medan tipis yang tadi kami lewati, mengingat sekarang menuruninya yang jauh lebih sulit lantaran tanahnya labil.

Tanpa sepengetahuan keenam rekanku termasuk Atib, aku mencoba mencari jalan pintas tepat di bawah jalur melipir tipis itu, berharap dapat jalur baru dengan berpegangan akar. Ternyata medannya amat curam dan sulit menemukan akar sebagai pijakan dan pegangan. Akhirnya dengan susah payah, aku kembali ke jalur semula.

Untunglah, semua rekanku kembali berhasil melewati medan tipis yang riskan terjatuh ke jurang itu. Selepas itu kami tiba di jalur rumput berlumpur. Namun kami memilih jalur lain ke kanan, tidak langsung ke curug.

Lestari kembali menggunakan teknik menurun khas gayanya, yakni menggunakan bokongnya. Meski celananya kotor, toh rekanku yang berprofesi dosen di salah satu universitas swasta di Jakarta ini berhasil melewati semua rintangan itu.

“PR” Kebersihan
Curug Malela terletak di Kampung Manglid, Desa Cicadas, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Lokasinya dapat dicapai dari Cianjur dengan ojek sepeda atau sekitar tiga jam perjalanan menggunakan mobil dari Kota Cimahi lewat jalur Cililin.

Kendati aksesnya cukup sulit, keindahan Curug Malela menghipnotis banyak orang. Buktinya pemujanya bukan hanya wisatawan lokal dari Bandung dan sekitarnya termasuk dari Jabodetabek, pun dari mancanegara. “Tahun lalu ada tiga orang asing dari Amerika Serikat yang datang ke sini,” jelas Atib.

Letaknya yang cukup jauh dan jalan menuju ke lokasi masih rusak, tidak mengendurkan minat orang untuk menikmati pesona Malela. Namun yang disayangkan, seperti yang sudah dikabarkan oleh beberapa penuls di media online, termasuk para blogger yang pernah ke sini, masalah kebersihan belum juga teratasi.

Sampah plastik bekas kemasan makanan kecil, kantung kresek, dan botol air mineral masih berserakan di jalur menuju Curug Malela bahkan di aliran sungainya. Sampah-sampah tersebut menyangkut di antara bebatuan bertumpuk dengan tumpukan bambu dan kayu. Hmmm.., jadi kurang sedap dipandang mata.

Ketidakjelasan pengurus curug sampai saat ini menjadi salah satu penyebabnya. Hingga kini curug yang menurut Atib dikelola Pemkab dan Perhutani ini belum memiliki harga tanda masuk (HTM). Pengunjung hanya dikenakan biaya parkir motor Rp 2.000 per motor dan uang keamanan sukarela yang tidak ditentukan besarnnya. Dan bukti pembayarannya pun tidak ada. Begitupun biaya bermalam dengan tenda di sekitar curug.

Petugas yang ada dipercayakan kepada penduduk lokal, antara lain Atib dan beberapa rekan lainnya. Mereka juga merangkap pemandu dan petugas keamanan.

Ditambah perilaku pengunjung yang jauh dari ramah lingkungan. Banyak yang seenaknya membuang sampah plastik bekas makanannya di jalur menuju Malela dan di aliran Curug Malela.

Melihat kondisi itu, jelas Pekerjaan Rumah (PR) pengelola Malela soal kebersihan belum terjawab, belum terselesaikan.

Agar keindahan Malela tak terusik oleh sampah lagi, semestinya pengelolanya menyediakan tempat sampah lebih banyak lagi di sekitar curug dan di beberapa titik di sepanjang jalur menuju Malela.

Disamping itu, harus tersedia plang-plang konservasi bertuliskan: “Bawa Kembali Sampah yang Anda Bawa!”, “Buanglah Sampah di Tempatnya!”, dan tulisan-tulisan lain yang mengingatkan pengunjung untuk menjaga kebersihan dan keasrian Malela. Tanpa upaya semua itu, lambat laun, nasib Malela akan kian merana.

Naskah & foto: Adji Tropis  IG (@
adjitropis

Read more...

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP