. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 14 Maret 2022

Tiga Kepandaian Meminimalkan Petaka Pendakian, Simak Bareng yuk!


Pendakian gunung di Tanah Air menorehkan petaka lagi. Tercatat sejak awal sampai pertengahan Maret tahun ini, sekurangnya terjadi 3 kasus itu.

Ada seorang pegiatnya yang berumur 45 tahun asal Depok, dikabarkan sejumlah media terpeleset jatuh dan tidak sadarkan sewaktu ingin turun di sekitar Puncak Gede lalu meninggal dunia di sana pada Sabtu (12/3).

Diduga pria yang terbilang tak lagi muda itu kelelahan karena melakukan pendakian Gunung Gede, Jawa Barat tanpa menginap alias tektok melalui jalur pendakian (japen) Cibodas dan rencana turun lewat japen yang sama.

Sehari kemudian, Minggu (13/3), seorang pemuda diberitakan juga terpeleset dan jatuh di Gunung Slamet, tepatnya di pos 9 japen Bambangan, Kecamatan Kutabawa, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Foto wajahnya yang terluka tersiar di ragam media.

Sebelumnya seorang perempuan muda mengalami sesak napas di Pos 3 saat mendaki Gunung Lawu melalui japen Tambak, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah bersama rombongan pada Rabu (9/3). Alhamdulillah, tim SAR gabungan berhasil melakukan proses evakuasi terhadap korban dengan kondisi selamat.

Mendapatkan kabar 3 petaka tersebut, TravelPlus Indonesia turut berdukacita sekaligus terpicu membuat tulisan tentang pentingnya setiap pegiat pendakian gunung membekali pula sekurangnya dengan tiga kepandaian, guna meminimalkan petaka nanjak (mendaki gunung) di era medsos, dan berharap semoga tidak terjadi lagi petaka serupa di gunung manapun terlebih yang ada di negeri tercinta ini.

Tiga kepandaian berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya selaku jurnalis/blogger dan pegiat medsos yang punya pengalaman melakukan pendakian sejumlah gunung di dalam negeri sejak usia belasan tahun ini adalah pertama, pandai mengukur kemampuan diri sendiri. Kedua, pandai memilih teman/grup pendakian. Satu lagi atau yang ketiga, pandai menentukan waktu terbaik melakukan pendakian.

Pandai mengukur kemampuan diri sendiri, maksudnya mengetahui seberapa siap kondisi fisik dan mental sendiri, apakah fisik benar-benar prima atau sehat sekali dan mental siap tempur menghadapi pendakian yang jelas tak sama dengan sekadar kemah ceria atau jalan jauh di medan datar. Atau sebaliknya, keadaan fisik lagi kurang prima atau bahkan sedang sakit.


Bila sudah tahu kondisi fisik dan mental sendiri, tinggal putuskan untuk melakukan pendakian atau ditunda sampai benar-benar siap keduanya.

Kondisi fisik dan mental ini dipengaruhi berbagai faktor antara lain persiapan yang dilakukan, pengalaman, dan usia pegiatnya.

Apakah persiapan fisiknya sudah benar dengan berolahraga yang tepat seperti rutin lari atau jogging, renang, minimal jalan kaki di trek yang variatif seperti jogging track berbukit-bukit (bukan cuma datar dan mulus) selama beberapa minggu, sebelum melakukan pendakian.

Apakah pegiatnya sudah punya pengalaman mendaki gunung. Semakin banyak gunung yang pernah didaki, tentu semakin teruji fisik dan mentalnya.

Namun sekalipun sudah punya perbendaharaan pendakian sejumlah gunung, persiapan fisik (olahraga seperti tersebut di atas) harus tetap dilakukan, terlebih bagi pendaki yang jarang atau sudah lama tidak nanjak lagi karena kesibukan kerja, keluarga, jenuh, sakit, dan lainnya.

Bila belum punya pengalaman sama sekali alias baru pertama kali mendaki, selain mempersiapkan fisik sebagaimana tersebut di atas, juga harus tahu sederet bekal lainnya.

Ada sekurangnya 8 bekal yang harus disiapkan sebelum nanjak dan atau dibawa/indahkan selama melakukan pendakian.

Informasi ke-8 bekal itu antara lain bisa dilihat di tulisan saya sebelumnya di TravelPlus Indonesia yang berjudul "Nanjak Gunung Bawa 8 Bekal Ini, Insya Allah Selamat & Bermanfaat". Ini link-nya https://travelplusindonesia.blogspot.com/2022/03/nanjak-gunung-bawa-8-bekal-ini-insya.html.

Bisa juga mencari tambahan informasi lain dengan cara googling di internet terkait tulisan-tulisan jurnalis/blogger lainnya yang memang kaya pengalaman mendaki gunung. Cara lain, tak perlu segan bertanya langsung dari pendaki lain yang baru-baru ini nanjak gunung yang ingin Anda daki, supaya datanya tidak terlalu basi.

Tambahan informasi tersebut juga termasuk berita-berita petaka pendakian sebagaimana tersebut di atas, supaya tahu kenapa sampai hal itu terjadi.


Tahu Diri dan Umur
Tak bisa dipungkiri, usia seseorang juga mempengaruhi kondisi fisik dan mentalnya.  Bagaimanapun pendaki belia (17 s/d 20-an tahun) berbeda dengan pendaki jelang senja yang berusia 40-an apalagi jika sudah manula atau di atas 60 tahun.

Kelenturan otot, kekuatan tulang, kecepatan pergerakan, beban pikiran, dan lainnya jelas beda. Apalagi kalau pendaki jelang senja hingga manula itu sudah lama tidak nanjak dan tidak rutin melakukan persiapan fisik yang baik. Jadi harus tahu diri dan umur.

Kenapa pandai mengetahui kondisi fisik dan mental sendiri tersebut saya tempatkan di urutan teratas? Ya karena selain amat penting, pun berkaitan dengan dua kepandaian berikutnya yaitu pandai memilih teman/grup pendakian dan menentukan waktu terbaik dalam melakukan pendakian.

Kalau fisik dan mental benar-benar prima, usia masih terbilang belia ditambah punya pengalaman sejumlah pendakian serta  paham betul 8 bekal dalam melakukan pendakian, saya yakin dengan siapapun melakukan pendakian itu entah pendakian massal (penmas) yang ngetren sebelum pandemi, pendakian small group (dalam kelompok kecil, minimal 2 s/d 6 orang yang sesuai dengan era saat ini) ataupun pendakian solo (dilakukan sendirian terutama pendaki yang punya jiwa petualangan lebih atau di atas rata-rata), pasti akan jauh lebih siap. Termasuk kapanpun melakukan pendakian itu, entah itu di musim penghujan, pancaroba (peralihan) ataupun saat kemarau.

Tapi kalau sebaliknya, sudah lama tidak mendaki lagi apalagi kalau masih nol pengalaman atau baru pertama kali nanjak, kepandaian memilih teman/grup pendakian juga amat penting.

Pilihlah teman/grup pendakian yang sudah punya pengalaman mendaki gunung tersebut dan mengerti kondisi kita yang sebenarnya (baik itu fisik, umur maupun pengalaman dan intensitas melakukan pendakian).

Alangkah baiknya utarakan keberadaan kita yang sejujurnya kepada teman/grup pendakian, sebelum melakukan pendakian supaya mereka tahu dan mau menjadi rekan sependakian yang asyik.

Langkah tersebut pernah saya lakukan saat mendaki Gunung Seulawah Agam di Aceh, Singgalang dan Marapi di Sumbar, Rajabasa di Lampung, dan Gunung Bampapuang di Sulsel lantaran saat itu usia saya terbilang sudah tidak muda lagi dan sudah lama pula tidak nanjak. Apalagi yang menemani pendakian ke gunung-gunung tersebut para pendaki bahkan pecinta alam yang masih belia, rata-rata masih mahasiswa, fisiknya tentu sedang kuat-kuatnya.

Waktu itu saya katakan, kalau saya tipe pendaki santai dan bukan pendaki yang benar-benar berfisik prima tapi kalau mental 100 % siap. Pertama, karena sudah termasuk tidak muda lagi (walaupun secara postur dan penampilan saya ketika itu terlihat seperti 30-an ke bawah), kedua sudah lama pula tidak nanjak, dan ketiga kalau nanjak suka motret sana-sini jadi harap maklum kalau agak lama.

Alhamdulillah mereka memahami keberadaan saya waktu itu. Akhirnya semua pendakian berjalan lancar, dan saya bisa menghasilkan produk jurnalistik berupa beberapa tulisan dan foto-foto dengan tujuan mempromosikan keistimewaan masing-masing gunung tersebut di sejumlah media cetak dan online ketika itu, serta karya non jurnalistik berupa sejumlah lagu (meskipun tanpa aransemen dan belum direkam dalam bentuk album sampai saat ini).


Jangan Ikut-ikutan
Di era medsos, godaan untuk melakukan pendakian gunung memang sangat besar lantaran mudah mendapatkan info open trip pendakian, bahkan mudah sekali masuk komunitas/grup pendakian ini-itu seperti di FB, dan lainnya.

Fenomena dunia pendakian era medsos  seperti saat ini, di satu sisi memang terlihat lebih praktis karena membantu orang (terutama pemula) untuk melakukan pendakian bareng sekaligus menambah teman baru yang se-frekuensi tanpa harus masuk organisasi pecinta alam di sekolah, kampus ataupun organisasi kepecintaalaman yang ada diluar instansi pendidikan.

Menurut amatan saya, ikut organisasi pecinta alam di era medsos ini tetap banyak manfaatnya karena bakal dapat ilmu dan keterampilan berkegiatan alam bebas termasuk pendakian gunung lewat bermacam materi diklatsar, ditambah  praktek lapangan dan tempaan fisik setiap anggotanya. Belum lagi akan mendapatkan pengalaman sejumlah pendakian dari para seniornya.

Bila tidak berminat atau mungkin karena usia sudah telat untuk masuk organisasi Sispala/Mapala dan lainnya, ya tidak apa juga. 

Satu hal yang perlu diingat, jangan mentang-mentang punya uang dan waktu atau ada teman yang berencana melakukan pendakian dengan kelompok/komunitas ini-itu atau ikut open trip pendakian ini-itu, langsung tergiur atau ikut-ikutan nanjak tanpa mengukur kemampuan diri sebagaimana tertera di butir kepandaian pertama yang sudah saya jelaskan di atas.

Terakhir, sebaiknya kalau masih miskin pengalaman apalagi baru pertama kali nanjak, dan atau berpengalaman tapi sudah lama tidak mendaki, sebaiknya memilih waktu terbaik dalam melakukan pendakian atau waktu yang relatif lebih aman yakni pada musim panas (sekitar Mei - Oktober) supaya fisik dan mental tidak terlalu kaget.

Sebisa mungkin hindari mendaki pada musim penghujan berintensitas tinggi (sekitar Desember - Februari) karena kerap terjadi badai dan trek japennya jelas jadi licin bahkan berlumpur dan terkadang longsor. Begitupun saat masa pancaroba (sekitar Maret dan November), lantaran sering terjadi angin puting beliung dan petir.

Bila tiga kepandaian itu disiapkan dan diindahkan/diterapkan, saya yakin selain lebih mempermudah pun Insya Allah dapat meminimalkan petaka pendakian gunung di manapun.

Selamat mendaki gunung-gunung di Tanah Air. Jadilah pendaki yang smart agar selamat dan bermanfaat.

Naskah & foto: Adji TravelPlus @adjitropis & tim @travelplusindonesia


0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP