Mau Tourism Event Diminati Wisatawan? Indahkan Tiga Kiat Utamanya Ini
Sejumlah kota/kabupaten bahkan provinsi tahun ini sudah meluncurkan kalender acara pariwisata yang dikalangan kepariwisataan dikenal sebagai Calendar of Events (CoE). Kini yang jadi pertanyaan apakah setiap acara pariwisata (tourism event) yang tercantum dalam CoE 2024 diminati wisatawan?
Diminati yang TravelPlus Indonesia maksud disini adalah mampu menarik kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) dari luar kota/kabupaten atau bahkan luar provinsi bersangkutan dan atau wisatawan mancanegara (wisman).
Apalagi kalau sampai wisnus ataupun wisman tersebut memperpanjang masa tinggal di kota/kab tempat pelaksanaan event tourism tersebut dan kemudian beroyal-royal untuk belanja kulineran, kerajinan, oleh-oleh, menginap, menyewa kendaraan, mencari hiburan, keliling objek wisata, dan lainnya. Bila itu terjadi, TravelPlus Indonesia kasih jempol.
Sebaliknya, jangan sampai tourism event yang dibuat hanya untuk memperbanyak kuantitas tourism event dalam CoE 2024 namun secara kualitas kurang diperhatikan sehingga ujung-ujungnya tidak mampu menarik kunjungan wisnus apalagi wisman padahal beberapa di antaranya gratis alias tidak dikenakan tiket masuk.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman TravelPlus meliput sejumlah acara pariwisata di berbagai kota/kab, sekurangnya ada 3 kiat utama agar tourism event yang dibuat apapun jenisnya, juga diminati wisnus maupun wisman, artinya bukan sekadar untuk tujuan pelestarian kebudayaan (culture event), konservasi lingkungan (environment event), pencarian atlet berprestasi (sport tourism event), promosi kuliner tradisional maupun kekinian (culinary event), perayaaan keagamaan (religion event), peringatan hari jadi kota/kabupaten/provinsi ataupun hari kemerdekaan RI (anniversary event), dan atau sekadar memberi hiburan buat warga lokal (entertainment/music event).
Ketiga kiat utama itu adalah punya daya tarik yang kuat/beda, promosi dan waktu pelaksanaan yang tepat, dan melibatkan pihak/orang terkait.
Kiat utama yang pertama, punya daya tarik yang kuat/beda, indikatornya acara pariwisata tersebut bergengsi, cuma satu-satunya, punya pasar penonton, dan punya "pahe" (paket hemat) atau "pak eko" alias paket ekonomis, punya aneka lomba bermuatan publikasi, dan dikemas berkualitas oleh event organizer andal/ profesional.
Bergengsi, maksudnya acara tersebut mempunyai gengsi sehingga banyak orang tertarik menontonnya walaupun sebenarnya mereka bukan pelaku ataupun peminat/pengemar yang loyal.
Contohnya automotive sport tourism event atau acara wisata olahraga otomotif seperti MotoGP di Mandalika, Lombok, NTB. Contoh lainnya music event bergenre jazz.
Lantaran dua special event tersebut dinilai punya gengsi tersendiri, membuat kalangan masyarakat awam pun datang menontonnya, selain para penggemar loyal ampun simpatisannya.
Belum tentu semua yang datang ke MotoGP itu memang benar-benar dari kalangan pembalap motor kelas lokal dari berbagai daerah maupun nasional bahkan internasional. Belum tentu pula yang nonton jazz event itu paham benar atau suka banget dengan genre musik berkelas tersebut.
Mungkin yang datang dan nonton langsung kedua acara itu cuma cari gengsi/perhatian atau ikut-ikutan mumpung event tersebut sedang hangat dibicarakan. Supaya mereka bisa pamer di medsos masing-masing lalu mendapat komentar pujian gaya/keren/berkelas dan lainnya dari warganet.
Cuma satu-satunya, maksudnya tak ada di tempat lain, baik di tingkat nasional misalnya Indonesia atau bahkan dunia. Andaipun ada yang sejenis/serupa namun tetap beda dibanding yang ada di daerah/negara lain. Kalau bisa jangan latah bikin acara pariwisata yang serupa/mirip atau ada apalagi banyak dibuat di daerah/kota lain.
Contoh lomba balap MotoGP juga diselenggarakan di beberapa negara lain. Namun MotoGP yang berlangsung di Indonesia tepatnya di Mandalika, Lombok, NTB punya vibes, atmosfer, nuansa, suguhan, dan kemasan yang beda/menarik sehingga membuat banyak orang ingin datang lagi di penyelenggaraan berikutnya.
Punya pasar penonton, maksudnya acara tersebut memiliki pasar wisatawan/penonton tersendiri, baik dari kalangan pelaku maupun peminat/penggemarnya yang tergabung dalam klub/komunitas besar ataupun simpatisan.
Contohnya sejumlah sport tourism events antara lain balap motor atau mobil, selancar laut, menyelam, arung jeram, paralayang, maraton, triathlon (lari, renang, dan sepeda), balap sepeda, balap sepeda gunung, jetski, perahu/sampan tradisional, dan yacht, masing-masing sudah memiliki apa yang TravelPlus sebut di atas, yaitu pasar penonton/penggemar tersendiri.
Begitupun dengan ragam acara konser musik seperti jazz, dangdut, melayu, keroncong, rock, reggae, indie, klasik, dan atau musik tradisional daerah. Karena sudah punya pasar penonton sendiri akan lebih mudah menjaring peminatnya.
Punya "pahe" (paket hemat) atau "pak eko" alias paket ekonomis, maksudnya sekalipun harga tiket masuk acara tersebut relatif mahal ditambah venuenya jauh atau akomodasi tidak terlalu banyak, namun karena penyelenggara dan atau mitranya menyediakan paket tur "pahe/pak eko" (minimal sudah termasuk tiket, akomodasi, dan moda transportasi dari tempat inap ke venue pergi/pulang serta beberapa objek wisata andalan), pasti akan diminati lagi oleh penonton/wisatawan.
Punya aneka lomba bermuatan publikasi, maksudnya acara pariwisata tersebut juga mengadakan bermacam lomba yang terbuka untuk umum termasuk boleh diikuti penonton/wisatawan yang datang. Tidak hanya untuk kalangan jurnalis/blogger/content creator ataupun fotografer.
Misalnya lomba foto, tulisan untuk website maupun weblog, konten video untuk medsos (IG, TikTok, dan lainnya) yang terkait dengan acara pariwisata tersebut dan masing-masing lomba juga berhadiah uang cukup besar.
Indikator terakhir dikemas berkualitas oleh event organizer andal/ profesional, maksudnya suguhan acaranya berkelas, teratur, dan menarik mulai dari pra event, pelaksanaan sampai penutupan dikemas secara berkualitas, kreatif, dan teratur sehingga membuahkan kekaguman penonton/wisatawan.
Saat pelaksanaan, acara pembukaan sampai acara intinya tepat waktu dengan aneka suguhan spektakuler hingga membuat penonton takjub. Acara pembukaannya tidak banyak kata sambutan pimpinan daerah/pejabat/ketua pelaksana dan lainnya sampai menyita waktu. Ingat wisatawan datang untuk melihat acara intinya bukan untuk mendengarkan kata sambutan panjang pejabat.
Kiat utama yang kedua promosi serta waktu dan tempat pelaksanaan yang tepat, maksudnya bila ingin menjaring wisnus apalagi wisman, CoE sejatinya harus sudah siap dari setengah tahun sebelumnya. Artinya kalau CoE 2024, seharusnya sudah diluncurkan dan dipromosikan sejak Juli 2023 ke sejumlah pasar pariwisata dunia, berikut dengan bermacam paket tur "pahe dan "pak eko"-nya sebagaimana tersebut di atas.
Setelah itu kembali dipromosikan secara berkala sampai mendekati hari H atau pelaksanaan acara tersebut, sesuai dengan target pasar wisatawan yang dibidik.
Waktu dan tempat pelaksanaan yang tepat, maksudnya kalau event-nya dari awal sampai akhir di alam terbuka atau outdoor, waktu pelaksanaan terbaiknya adalah diluar musim hujan alias saat musim panas. Tujuannya untuk mengantisipasi hujan. Kalaupun terpaksa karena beberapa faktor, penyelenggaranya harus sudah menyiapkan pawang hujan dan antisipasi lainnya.
Tempat pelaksanaannya selain disesuaikan dengan jenis acara yang digelar, pun harus punya daya tarik tersendiri. Misalnya di sebuah destinasi wisata yang berpanorama indah, venuenya unik ataupun megah, dan atau venuenya punya nilai jual karena bersejarah dan lainnya.
Kiat utama ketiga yakni melibatkan pihak/orang terkait, maksudnya mengajak pihak/orang yang selama ini loyal mempromosikan kepariwisataan seperti jurnalis, blogger, dan pembuat konten untuk bekerjasama mempromosikan setiap tourism event yang tertera di CoE 2024.
Keuntungannya, bukan hanya acara wisatanya yang akan diliput dan disebarluaskan pun bermacam daya tarik lain yang ada di kota/daerah tempat pelaksanaan acara tersebut sehingga wisatawan tertarik untuk datang.
Melibatkan pula pihak/orang yang selama ini menjual paket-paket wisata seperti travel agent untuk menjual CoE 2024 dalam paket-paket wisatanya.
Mengikutsertakan orang ternama sesuai dengan jenis acaranya. Kalau acaranya juga bermuatan hiburan, tentu yang dilibatkan penyanyi/band tersohor atau yang sedang naik daun. Kalau acaranya bertema religi islami, semestinya yang diundang ustadz/ustadzah sejuta umat peminatnya.
Mengajak serta komunitas terkait dengan acara yang dibuat. Misalnya kalau acaranya sport tourism event terkait maraton, tentu yang diajak adalah para komunitas lari khususnya lari maraton. Tak kalah penting, melibatkan pula pihak petugas keamanan, tim kebersihan, tim kesehatan, dan pihak yang paham kondisi cuaca dan kebencanaan. Intinya harus ada sinergitas yang tepat dan bermanfaat.
Itulah ketiga kiat utama berikut dengan sejumlah indikatornya versi TravelPlus Indonesia. Bila benar-benar diindahkan, kemungkinan besar akan membuat tourism events yang tercantum di daftar CoE tahun ini diminati wisatawan.
Naskah & foto: Adji TravelPlus, IG @adjitropis, TikTok @FaktaWisata.id
Captions:
1. Wisman menikmati acara pariwisata (tourism event) di Buton, Sultra.
2. Acara pariwisata diminati wisnus ataupun wisman karena terpromosikan pra event-nya dengan baik.
3. Penyanyi Melayu dan dangdut senior Iyeth Bustami hibur ribuan penonton Festival Crossborder Badau di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar.
4. Wisman berkunjung ke Candi Borobudur usai melihat culture event di Jogja.
0 komentar:
Posting Komentar