. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 28 Februari 2023

Gunung Burangrang, Kecil-kecil Cabe Rawit


Ungkapan kecil-kecil cabe rawit biasanya digunakan untuk mengungkapkan seseorang yang postur badannya kecil tapi gesit dan membahayakan (bisa juga pemberani, cerdik ataupun pandai). Kali ini beberapa pendaki mengarahkan ungkapan tersebut ke Gunung Burangrang. Kenapa? Karena meskipun ketinggiannya cuma 2.050 meter di atas permukaan laut (Mdpl) tapi treknya terbilang cukup menantang.

Julukan Gunung Burangrang kecil-kecil cabe rawit itu saya dengar dari mulut beberapa pendaki usai mereka melakukan pendakian bersama atau nanjak bareng (nanbar) ke gunung yang berada di Kabupaten Bandung Barat tersebut, baru-baru ini lewat jalur pendakian (japen) Legok Haji.

Sesuai amatan saya dari TravelPlus Indonesia yang datang langsung dari Jakarta, julukan tersebut rasanya tak lebay (berlebihan) melainkan memang cukup pantas disandang Burangrang.

Sebagaimana disinggung di awal, predikat itu hadir karena trek atau medan japen Gunung Burangrang terbilang cukup terjal  terutama mulai Pos 2 ke 3, terlebih lagi Pos 4 menuju puncak sehingga mampu menguras stamina pendaki. Sedangkan dari basecamp (BC) di dekat pintu masuk yang merangkap loket, tepatnya setelah melewati camping ground (campground) atau bumi perkemahan (bumper) menuju Pos 1, terbilang landai.


Lewat tulisan ini, saya jelaskan kondisi trek dari BC sampai puncak Gunung Burangrang yang membuatnya mendapat julukan kecil-kecil cabe rawit.

Kami baru memulai pendakian pukul 4, Sabtu sore selepas makan siang dan ngobrol sana-sini di warung Dodi yang menjual aneka minuman dan makanan ringan seperti kopi dan jahe merah sachet-an, mie rebus, mie goreng, seblak, gorengan bala-bala, dan bermacam suvenir khas Burangrang antara lain gantungan kunci, gelang, stiker, dan cangkir kaleng bertuliskan Gunung Burangrang.

Setelah selesai shalat asar di musala setempat, kami lanjutkan dengan doa bersama di depan BC sebelum memulai pendakian. Ariyanti yang biasa disapa Budev (pendaki perempuan asal Purwakarta) yang memimpin doa.


Rute dari BC ke Pos 1 ditandai dengan gapura melengkung yang terbuat dari bambu-bambu kecil dengan tulisan "Burangrang via Legok Haji" berwarna putih pada bagian depan. 

Sejumlah pendaki termasuk Ariyanti serta 2 rekannya Tika dan Syaniah (dari Bandung Barat) menjadikan gerbang itu sebagai spot foto. Beberapa kali mereka terlihat mengabadikan diri berlatar belakang gapura tersebut baik sendiri-sendiri maupun bertiga.

Mulai dari gapura itu pendaki sudah disajikan trek menanjak berundak yang cukup licin terlebih saat musim hujan sampai ke campground yang juga ber-vegetasi hutan pinus seperti di BC.

Selepas bumper kondisi terbilang landai dan di beberapa titik tersedia kursi dari batang kayu yang saya sebut "sofa" alami. Beberapa pendaki juga sempat duduk-duduk santai di sofa itu dan tak lupa foto bareng.


Sebelum mencapai Pos 1 ada trek berakar yang mengingatkan saya dan beberapa pendaki lainnya dengan trek akar yang ada di japen Gunung Prau via Petak Banteng, Wonosobo, Jateng.

Setibanya di Pos 1 ada 2 plang rambu-rambu penunjuk arah dari papan kayu kecil yang dipaku di batang pohon pinus. 

Plang pertama bertuliskan "Menuju Curug" bercat putih yang mengarah ke kanan kalau dari BC. Plang satunya lagi tercantum keterangan "Arah Puncak" juga bercat putih yang mengarah ke bagian atas. Sedangkan plang bertuliskan Pos 1 yang berwarna merah dan terbuat dari seng, ditempelkan di sebatang kayu sebelah kiri pohon pinus tersebut.

Di depan plang Pos 1 tersedia pula "sofa" alami  lagi dari batang pohon. Sedangkan  di belakang pohon cemara, terdapat shelter yang bagian alasnya terbuat dari beberapa potongan kayu dan atapnya diberi lembaran plastik putih. Meskipun sederhana shelter itu cukup lumayan untuk berteduh bila diguyur hujan.

Sewaktu hendak meninggalkan Pos 1, hujan turun tapi tak deras. Beberapa pendaki mengenakan jas hujan tipis, termasuk saya. Selain jas hujan plastik saya juga membawa Ponco berwarna kuning sebagai back up. Ponco tersebut saya pinjamkan ke Rio (pendaki asal Purwakarta) yang berbadan tinggi besar karena dia tak membawa jas hujan.


Kondisi trek dari Pos 1 ke Pos 2 mulai menanjak namun tidak terjal dan belum banyak trek akar. Tak lama kemudian kami sampai di Pos 2 yang juga terbuat dari seng bercat merah dengan tulisan Pos 2 bercat putih. Plang itu dipaku di bagian atas sebuah batang pohon besar. Di bawah pohon itu terdapat "sofa" lagi. Beberapa pendaki kembali berfoto-foto, bahkan ada yang membuat video bumerang.

Hujan sudah berhenti, para pendaki membuka jas hujannya lalu melanjutkan pendakian ke pos selanjutnya.

Kondisi trek dari Pos 2 ke Pos 3 semakin menanjak dan mulai banyak medan berakar. Trek paling menarik perhatian adalah trek tangga dari kayu yang sepintas mirip dengan trek serupa yang ada di japen Gunung Cikuray via Pemancar, Kabupaten Garut.

Di trek tersebut saya rekam beberapa  pendaki yang meniti tangga kayu tersebut buat stok konten video yang sudah saya tayangkan di akun IG @adjitropis dengan judul: "Jejak Digital Nanjak Gunung Burangrang".

Di beberapa titik juga ada trek tanah menanjak yang amat licin. Dedy pendaki asal Bekasi berdarah Minang, sempat jatuh tersungkur ke depan, saat melewati salah satu trek tanah licin tersebut. Untungnya dia baik-baik saja dan kembali melanjutkan pendakian.


Tiba di Pos 3 yang plangnya juga dipasang  dibatas batang pohon besar, sudah jelang Maghrib. Di pos yang agak datar dan terdapat ceruk tanah itu kami istirahat. Beberapa pendaki menyeduh kopi dan saya keluarkan sebungkus biskuit buat ngemil. Dilanjutkan salat maghrib dan isya berjamaah secara jamak. 

Rio bertindak sebagai muazin sedangkan Ridho (juga pendaki dari Bekasi) menjadi imam. Sementara saya dan A-Chev (pendaki dari Bandung Barat), dan Rio menjadi ma'mum. Begitupun dengan Syaniah juga ikut shalat berjamaah dengan beralaskan matras hitam. menyusul kemudian Ariyanti.

Selepas tunaikan kewajiban sebagai muslim, kami lanjutkan pendakian ke Pos 4 dengan berteman gelap karena sudah malam. Sebelum beranjak, semua pendaki memakai head lamp, termasuk saya hasil pinjam dari Dodi di BC. Sedangkan lampu senter kecil yang saya bawa, saya pinjamkan ke Eful pendaki asal Subang yang tak membawa penerang jalan.

Sejak pos tiga di beberapa titik yang ber-jurang, pengelola japen via Legok Haji sudah memasang pagar dari kayu sehingga pendaki merasa lebih aman dan nyaman saat melewatinya.


Saya kembali mengungkap kekaguman atas fasilitas pendukung yang dibuat pihak pengelola setempat dengan tetap mengindahkan keasrian alam, karena sejumlah "sofa" yang dibuat di beberapa titik selepas campground menuju Pos 1, lalu di setiap pos serta ditambah sejumlah  pagar pengaman, semuanya terbuat dari kayu. Jadi tetap mengindahkan konsep back to nature.

Kalau dari BC ke Pos 3 pendakian berjalan lambat karena beberapa pendaki banyak yang asyik berfoto dan bervideo ria, di Pos 3 sampai Puncak juga kurang lebih sama namun karena pergerakan terhambat oleh gelapnya japen, ditambah lagi kondisi trek menuju 4 juga semakin terjal, licin, dan banyak akar.

Tiba di Pos 4 sudah pukul 8 malam. Karena gelap plangnya tidak nampak sehingga tidak jadi saya foto. Keesokan harinya pas turun, baru sempat saya abadikan.

Malam Minggu itu, di pos Pos 4 kami bertemu Enjang dari Singaparna- Kab. Tasikmalaya dan Nureini dari Banjaran, Kab. Bandung yang datang menyusul. Setelah istirahat sejenak, kami lanjutkan pendakian menuju puncak. Hujan kembali turun dan kami kenakan lagi jas hujan dan atau ponco.


Ternyata dari Pos 4 ke puncak selain treknya lebih terjal dan banyak bermedan akar, pun lebih jauh. Hampir semua pendaki yang ikut terlihat kelelahan dan beberapa di antaranya ada yang bertanya masih jauhkah puncak.

Tiba di Puncak
Akhirnya tepat pukul 10 malam kami tidak di puncak Gunung Burangrang yang ditandai dengan tugu triangulasi berukuran cukup besar dan tinggi.

Di samping kiri tugu sudah ada satu tenda yang berdiri, sedangkan di depannya ada pendaki yang baru tiba dan sedang mendirikan tenda. Karena lahan tak cukup, kami putuskan nge-camp ke bagian bawah melewati Tugu Triangulasi.

Lantaran habis diguyur hujan, trek tanah menuju lokasi camp yang menurun agak curam berubah jadi sangat licin. Belum lagi di sisi kirinya sudah menanti jurang yang dalam. Di tambah lagi malam itu anginnya kencang bercampur kabut sehingga perjalanan ke lokasi nge-camp terasa lebih menantang.


Setibanya di lokasi nge-camp sudah ada dua tenda pendaki lain yang berdiri. Kami melewatinya menuju bagian ujung, dekat  dengan 2 batang pohon tak bercabang yang berdiri tegak menjulang.

Di tanah datar, kami dirikan 4 tenda. Pertama tenda berwarna biru berkapasitas 5 orang yang diisi oleh 4 pendaki perempuan (Ariyanti, Tika, Syaniah, dan Nuraeni), lalu tenda kedua berwarna oranye juga bermuatan 5 orang yang diisi oleh 4 pendaki yakni saya, Ridho, Dedy, dan Eful. Lanjut mendirikan tenda ketiga berkapasitas 3 orang yang diisi 2 pendaki Enjang dan Alam (pendaki paling muda asal Subang), kemudian tenda keempat juga bermuatan 3 orang yang diisi juga oleh 2 pendaki yakni Rio dan A-Chev.

Malam itu keempat pendaki perempuan bertugas menyiapkan menu santap malam  dibantu Rio yang memang hobi memasak. Menu yang dimasak antara lain bala-bala, mie, nasi liwet, sosis goreng, dan tumis-an.

Selepas makan, semua masuk tenda dan tidur diiringi konser alam berupa orkestra angin kencang dan rintik hujan serta dersik badai yang menerpa bagian sisi kiri jurang.


Total waktu tempuh pendakian dari BC ke puncak Gunung Burangrang sekitar 7 jam lebih. Boleh dibilang itu durasi yang cukup lama. Faktor penyebabnya karena di beberapa spot asyik membuat dokumentasi foto/video, lalu ditambah gelap karena mulai Pos 3 sudah malam, faktor berikutnya lebih licin karena hujan disertai kabut tebal serta kondisi treknya memang terbilang cukup terjal lantaran japennya boleh dibilang hampir tegak lurus langsung di satu punggungan, tidak melingkar-lingkar/memutar-mutar melewati beberapa punggungan.

Melihat semua faktor itu terutama kondisi treknya, wajar rasanya kalau ada sejumlah pendaki yang menjuluki Gunung Burangrang kecil-kecil cabe rawit.

Naskah: Adji TravelPlus @adjitropis

Foto: @travelplusindonesia & dok. Alumni Burangrang 


0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP