Dari Papua Mau Jelajah Baduy? Ikuti Itinerary Ini, Dijamin Berkesan
Anda bekerja di Papua dan ingin menjelajahi Baduy? Mudah kok. Ikuti saja itinerary atau daftar rencana perjalanan yang kami lakukan baru-baru ini, dijamin penjelajahan Anda bakal berkesan.
Sebelum saya jelaskan apa saja itinerary-nya, mungkin dalam hati Anda bertanya, memangnya ada orang yang bekerja di Papua di ujung Timur mau jauh-jauh berkunjung ke Baduy yang wilayahnya termasuk berada di ujung bagian Barat pulau Jawa? Jawabnya, ya ada.
Buktinya belum ada sepekan ini, pengunjung bernama Hendrik yang bekerja di Papua, mengunjungi beberapa kampung di wilayah Baduy luar atau wilayah Panamping yang berada Pegunungan Kendeng, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Lelaki bertubuh agak gemuk yang berdomisili di Batam itu ikut trip ke Baduy yang diatur Marno, rekan lamanya yang kini bertempat tinggal di Kota Wisata Cibubur, Kabupaten Bogor.
Marno sendiri teman lama saya, satu komunitas pegiat alam berlabel Kembara Tropis yang berbasis di Jakarta.
Selain Hendrik, ada dua teman lama Marno lagi yang juga ikut trip ke Baduy, yakni Djoko dan Sonny yang sama-sama berdomisili di Kota Bandung.
Lalu bagaimana caranya Hendrik yang datang dari Papua serta Djoko dan Sonny dari Bandung bisa bertemu dengan Marno dan saya yang menetap di Jakarta bagian Barat lalu sama-sama ke Baduy? Begini Itinerary-nya yang terdiri atas 24 poin.
Pertama, menetapkan tanggal keberangkatan terlebih dahulu sesuai keluangan waktu yang dimiliki masing-masing.
Kedua, memastikan dimana meeting point (mepo) atau titik kumpul atau biasa disingkat tikum. Sebaiknya pilih lokasi tikum yang paling strategis dan efisien.
Berdasarkan kesepakatan Marno dan ketiga rekannya, waktu keberangkatan ke Baduy ditentukan pada hari Sabtu (18/2/2023) pukul 12.00 WIB dengan tikum di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Cengkareng, Tangerang, Banten.
Setelah itu, Hendrik segera memesan tiket pesawat Garuda penerbangan langsung (direct flight) dari Sorong ke Soetta dengan waktu penerbangan Sabtu (18/2/2023) pagi agar tiba di Soetta dibawah pukul 12 siang. Begitupun dengan Djoko dan Sonny, booking travel car dari Bandung tujuan Soetta pada tanggal tersebut dengan waktu keberangkatan pagi.
Marno yang sudah memberitahu saya jauh-jauh hari, dari Kota Wisata Cibubur dengan mengendarai mobil sedannya yang berkapasitas 7 orang menjemput saya di Kebon Jeruk, tepatnya di samping RCTI (kini MNC Studios) karena dekat dengan pintu tol menuju Soetta.
Kami tiba di Bandara pukul 10 pagi lalu bertemu Djoko dan Sonny di tempat parkir di lantai 2, kemudian ngopi santai di kantin lantai 1 sambil menunggu kedatangan Hendrik. Tak sampai 1 jam Hendrik tiba dan tepat pukul 11 siang, kami berlima langsung meninggalkan Soetta menuju Rangkasbitung via tol. Marno kembali mengendarai mobilnya.
Poin itinerary ketiga, makan siang sesudah keluar tol, tepatnya di Warung Soto & Sop Iga teteh Desi yang beralamat di Kampung Kaduagung, Desa Kaduagung Timur, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, Banten.
Di warung sederhana yang terletak di tepi Jalan Maulana Hasanudin tersebut, kami memesan sop iga berkuah bening, tempe goreng, dan ceker ayam. Harga seporsi sop iganya Rp 25 ribu.
Keempat, membeli bahan-bahan logistik (beras, mie instan, telor, ikan kemasan kaleng, gula, kopi, dan aneka makanan/minuman ringan) di salah satu mini market selepas salat. Semua logistik itu untuk bekal selama berada di Baduy luar.
Kelima, salat zuhur dan asar berjamaah secara jamak di musala yang berada di tepi jalan selepas belanja logistik.
Keenam, tepat pukul 3 sore, kami tiba di Ciboleger, pintu masuk utama ke Baduy. Di Ciboleger ada terminal, beberapa mini market, warung makan, kedai kopi, ojek motor, dan penginapan. Di sana kami santai sejenak, ngopi, dan beli buah rambutan sambil menunggu Mursid, orang Baduy luar yang akan menjemput kami. Mursid adalah anak sulung dari Alim, wakil Jaro Kampung Cibeo, Baduy dalam.
Ketujuh, sebelum berangkat ke rumah Mursid yang berada di Kampung Cempaka, Baduy luar sekitar 30 menit berjalan kaki dari Ciboleger, kami sempatkan foto bersama di monumen Selamat Datang di Ciboleger yang di bagian atasnya berdiri 4 patung orang Baduy mengenakan baju putih dan sarung hitam. Monumen ikonis itu berdiri di tengah terminal Ciboleger.
Kedelapan, mengisi daftar tamu sekaligus membeli tiket masuk ke Baduy di loket. Harga tiket masuknya Rp 5.000 per orang. Sebelumnya kami sempatkan berfoto bersama lagi di gerbang berbatasan antara wilayah Baduy luar dengan wilayah bukan Baduy. Gerbang itu bertuliskan Baduy dengan cat berwarna biru terang. Mursid kembali yang mengambil gambar.
Kesembilan, tiba di rumah Mursid hampir pukul 5 sore, taruh barang dan istirahat sejenak lalu mengunjungi spot alam pertama yakni sebuah situ alami bernama Dangdang Ageung (Danau Besar) diantar Indra, anak sulung Mursid yang masih berusia 8 tahun.
Poin itinerary berikutnya atau ke-10, tiba di Dangdang Ageung setelah berjalan kaki lewat setapak alami sekitar 10 menit, lalu mengabadikan pesonanya.
Ke-11, kembali ke rumah Mursid, salat maghrib dan isya berjamaah secara jamak kemudian makan malam dengan aneka menu yang dimasak oleh Ina (istri Mursid).
Ke-12, usai santap malam, belanja kerajinan khas Baduy milik Mursid dan istrinya. Sonny beli 1 baju Baduy warna hitam lengan panjang Rp 100 ribu, 1 lembar kain tenun warna coklat 250 ribu, 1 ikat kepala 25 ribu dan pesan 1 botol madu hutan Rp 130 ribu. Hendrik beli 1 kain tenun warna putih Rp 250 ribu, Djoko pesan 1 botol madu hutan, sedangkan saya beli 1 ikat kepala khas Baduy warna biru, 1 syal kain tenun, dan 2 gantungan kunci. Selanjutnya ngobrol santai di beranda rumah sampai mata kantuk lalu tidur di ruang tengah berselimut udara sejuk-sejuk dingin.
Ke-13, Minggu (19/2/2023) pagi salat subuh berjamaah, sarapan, dan berangkat ke spot ikonis berikutnya yakni Jembatan Bambu di Kampung Gajeboh dipandu kembali oleh Indra. Waktu tempuh dari Kampung Cempaka ke Jembatan Bambu yang berada di wilayah Baduy bagian Barat, sekitar 1 jam berjalan kaki dengan medan naik turun.
Ke-14, mampir di beberapa titik di sepanjang jalan menuju Jembatan Bambu untuk mengabadikan panorama alam dan membeli beberapa kerajinan tangan yang tak ada di rumah Mursid, tepatnya di salah satu kios suvenir.
Ke-15, mampir ke Sungai Ciujung sebelum mengabadikan dan meniti keunikan Jembatan Bambu yang membentang di atasnya, di antara dua pohon Angsana raksasa. Lalu santai sejenak di dekat deretan kios makanan dan cinderamata di seberang jembatan.
Ke-16, kembali ke rumah Mursid lalu makan siang bersama Misja, adik Mursid yang menetap di Kampung Cibeo, salah satu dari 3 kampung inti di Baduy dalam.
Ke-17, pamit dengan Mursid dan istrinya, lalu turun ke Ciboleger untuk melanjutkan kunjungan ke spot ikonis berikutnya yakni Jembatan Akar di wilayah Baduy sisi Timur, ditemani Misja.
Ke-18, naik ojek sepeda motor dari terminal Ciboleger menuju Warung Pojok (masih luar Baduy), lalu berjalan kaki dengan medan naik turun menuju Kampung Barata (kampung di Baduy luar) sampai ke Jembatan Akar. Ongkos ojeknya Rp 100 ribu P/P. Sementara Misja dari Ciboleger tetap berjalan kaki, mengindahkan aturan adat yang berlaku bagi setiap urang Kanekes yang menetap di Baduy dalam atau wilayah Tangtu.
Ke-19, tiba di Jembatan Akar yang membentang di atas Sungai Cisimeut, lalu foto-foto dan bersih-bersih badan di sungai, tepat di bawah jembatan yang kabarnya sudah berusia lebih dari satu abad.
Poin selanjutnya atau ke-20, kembali ke Warung Pojok tempat ojek sepeda motor parkir, minum air kelapa lalu pamit sekaligus berpisah dengan Misja. Kami kembali naik ojek ke terminal Ciboleger. Marno kembali menjadi sopir sampai ke Jakarta, tak mau digantikan Sonny.
Ke-21, mampir di Masjid At-Taubah dekat perkampungan Baduy mualaf di Desa Bojongmenteng masih di Kecamatan Leuwidamar. Di masjid yang hampir seluruh materialnya terbuat dari kayu dan berbentuk rumah panggung ala rumah Baduy itu, kami bersih-bersih, ganti baju serta salat zuhur dan asar berjamaah secara jamak.
Ke-22, makan sebelum masuk tol Rangkasbitung menuju Jakarta di rumah makan Boemi Sunda secara lesehan dengan menu paket berisi ayam goreng, ikan gurame goreng, karedok, tempe, tahu, dua jenis sambal, nasi putih, dan teh tawar hangat. Sonny menambahkan satu menu lagi, cumi goreng tepung.
Ke-23, tunaikan salat maghrib dan isya berjamaah di masjid Ass-Salam serta sekalian ke toilet untuk buang air kecil di rest area Km 14.
Poin itinerary terakhir atau ke-24, mobil yang dikendarai Marno singgah di perempatan Slipi Palmerah untuk menurunkan saya sebelum kembali ke rumah, sementara Djoko dan Sonny turun di Kartika Candra kemudian naik travel car menuju Bandung. Lalu Marno mengantar Hendrik ke titik yang ingin ditujunya. Trip ke Baduy pun berakhir dengan lancar dan berkesan.
Itulah 24 poin itinerary menuju Baduy dengan tikum di Soetta karena pengikutnya dari Papua dan Bandung. Semoga tulisan ini bisa menjadi panduan buat Anda yang mungkin tinggal atau bekerja di Papua lalu ingin menjelajahi ragam daya tarik Baduy. Semoga bermanfaat 🙏.
Naskah: Adji TravelPlus @adjitropis
Foto: @travelplusindonesia, Marno, Djoko, Sonny & Mursid
0 komentar:
Posting Komentar