. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Jumat, 29 Juli 2022

Santap Nasi Kebuli di Puncak Ciremai, Sensasinya Ruaaar Biasaaa...


Makan nasi kebuli di rumah, kedai ataupun resto itu sudah biasa. Tapi kalau menyantapnya di puncak gunung, itu baru ruaaaaar biasaaaa.., alhamdulillah.

Sensasi seperti itulah yang TravelPlus Indonesia dapatkan saat menyantap nasi di puncak Gunung Ciremai yang berketinggian 3.078 meter di atas permukaan laut (Mdpl) baru-baru ini.

Dari mana TravelPlus mendapatkan hidangan utama yang dipengaruhi oleh budaya Arab dan asal usulnya dapat ditelusuri dari Timur Tengah, terutama pengaruh Yaman Arab (nasi mandhi atau kabsa), dengan pengaruh masakan India (nasi biryani), dan pengaruh Afghanistan (palaw kabuli), sejenis pilaf tersebut? Apakah dibawa sendiri dari rumah atau masak di puncak?

Jawabannya jelas bukan dibawa dari rumah ke atapnya tatar (tanah) Sunda, Jawa Barat (Jabar) ini. Bukan pula TravelPlus yang masak, karena jujur sampai hari ini TravelPlus belum bisa membuat nasi yang dimasak bersama kaldu daging kambing, susu kambing, minyak samin dan sejumlah bumbu lalu ditaburi dengan irisan kismis  tersebut.

Santapan utama atau makanan berat yang  populer di kalangan warga Betawi di Jakarta dan warga keturunan Arab di sejumlah daerah/kota di Tanah Air ini, TravelPlus peroleh dari seorang pendaki lawas di puncak gunung berjenis  stratovolcano atau gunung berapi kerucut ini.


Nama pendaki pria itu Catur Bagus Cahyanto yang akrab disapa Catur. Pendaki asal Kota Cimahi, Jabar inilah yang memasak nasi khas warga keturunan Hadrami di Indonesia ini yang populer di kawasan kota yang banyak terdapat warga keturunan Arab-nya, seperti Jakarta, Surabaya, Gresik, dan lainnya.

Saat TravelPlus bertemu pria berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekarang disebut Aparatur Sipil Negara Sipil (ASN) ini di Puncak Ciremai pada Ahad pagi, dia sedang memasak nasi kebuli dengan wadah seperti wajan.

Beras yang digunakannya adalah beras basmati khusus untuk nasi kebuli, mandhi, dan biryani. Beras tersebut menghasilkan nasi yang pera dengan bentuk yang agak lebih panjang dari jenis beras lain.

Menurut Catur, semua bumbu nasi kebuli antara lain bawang putih, bawang merah, lada hitam, cengkih, ketumbar, jintan, kapulaga, kayu manis, pala yang dihaluskan, sudah ditumis di rumah. 

"Jadi di sini tinggal memasukkan bumbu itu bersama nasi dan kaldu kambing serta santan sebagai pengganti susu kambing. Lalu daging kambing yang sudah ditumis dengan minyak samin juga dicampurkan ke dalam nasi yang sudah setengah matang sampai akhirnya benar-benar matang," terangnya.

Sambil menanak nasi yang bercitarasa gurih itu matang, Catur sesekali mengaduknya. Sementara TravelPlus mengabadikan aksinya yang terbilang beda dibanding pendaki-pendaki lainnya itu.


Ketika TravelPlus tanya belajar dari siapa sampai bisa bikin nasi kebuli? Dan kenapa sampai niat sekali masak nasi kebuli di puncak Ciremai?

"Belajar sendiri, tapi awalnya sempat gagal berkali-kali," akunya.

Tak lama kemudian Catur mengeluarkan dan menunjukkan kartu Surat Izin Mengemudi (SIM) C kepada TravelPlus.

Sesuai tanggal lahirnya yang tertera di SIM-nya, TravelPlus sempat terkejut karena ternyata hari itu bertepatan dengan hari kelahirannya. Dengan kata lain Catur mendaki Gunung Ciremai sendirian (solo hiking) lalu memasak nasi kebuli itu adalah untuk merayakan Hari Ulang Tahun (HUT)-nya.

TravelPlus pun langsung menjabat tangannya dan memberi ucapan selamat ultah disertai doa semoga Catur panjang umur, selalu diberi kesehatan, keberkahan, dan dimudahkan segala urusan.

Paling Juara
Setelah nasi kebuli matang, Catur kemudian mengajak TravelPlus dan beberapa pendaki lain untuk makan bareng (mabar) nasi kebuli hasil racikannya.


Sewaktu mencicipinya, TravelPlus menilai kematangan nasinya pas, begitupun dengan keempukan daging kambingnya. Sementara rasa dan aromanya juga tak beda jauh dengan nasi kebuli yang pernah TravelPlus beli di kedai atau resto Jakarta.

Namun yang membedakannya adalah tempat dan atmosfernya. Makan nasi kebuli di puncak Ciremai bareng juru masak (koki)-nya langsung, sensasinya jelas lebih dari biasa dan boleh dibilang paling juara.

Alasan itulah yang membuat TravelPlus membuat tulisan ini sekaligus dengan konten videonya. Kenapa? karena memasak lalu menyantap nasi kebuli di puncak gunung berapi yang masih aktif seperti yang dilakukan Catur ini, bukan cuma menarik pun menjadi sesuatu aktivitas yang langka/unik.

Naskah & foto: Adji TravelPlus @adjitropis & @travelplusindonesia


0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP