. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 13 Desember 2021

Sukses Memotret Dampak Erupsi Gunung Semeru, Fotografer Ini Berbagi Kisah dan Kiatnya


Erupsi gunung berapi selalu menarik perhatian banyak orang. Bila dilihat dari sisi jurnalistik, nilai beritanya memang terbilang tinggi. Tak heran setiap ada peristiwa gunung berapi meletus, pasti banyak pihak ingin mengabadikan dampaknya, termasuk dari kalangan peminat fotografi.

Salah satu contohnya fotografer sekaligus photo trip organizer, Irsam Soetarto @irsamsoetarto yang baru-baru ini berhasil merekam dampak erupsi Gunung Semeru.

Kepada Adji Travelplus @adjitropis dari @travelplusindonesia, fotografer asal Sidoarjo ini menceritakan pengalamannya sekaligus memberikan tips sukses mengabadikan dampak erupsi Gunung Semeru yang dilakukan di Dusun Sumbersari, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, salah satu lokasi terdampak, selama 2 hari, Senin - Selasa, 10 - 11 Desember 2021.

Menurut Irsam yang juga punya banyak  pengalaman sebagai tour guide ini, hal pertama yang harus dilakukan jika ingin mengabadikan daerah terdampak bencana gunung berapi adalah sebelum berangkat ke lokasi sebaiknya mengumpulkan data/informasi terkini mengenai bencana tersebut termasuk akses menuju lokasi yang dituju dan berkoordinasi dengan sejumlah pihak setempat.

"Sebelumnya berangkat ke Desa Supit Urang via Malang karena jembatan yang menghubungkan Malang ke Lumajang terputus, saya menghubungi beberapa pihak untuk mendapat gambaran tentang suasana dan kondisi di sana dan supaya tidak sia-sia datang kesana. Kebetulan ada temen dari Media Malang yang menggambarkannya karena mereka sudah berada di lokasi beberapa jam setelah berita erupsi Semeru meletus menyebar," terangnya.

Setelah mendapatkan informasi yang cukup termasuk kontak beberapa pihak setempat, keesokan harinya Irsam baru memutuskan untuk berangkat.

Kenapa? Karena dia harus menyiapkan sejumlah perlengkapan/peralatan sesuai kondisi agar aman dan nyaman saat berburu foto ataupun merekam gambar sebagai langkah kedua.

Perlengkapan yang dibawa Irsam antara lain jas hujan mengingat saat ini musim hujan, sepatu biasa dan sepatu boots karena beberapa kawasan debu panas masih rawan amblas bila diinjak dan di bawahnya mungkin panas dengan suhu bisa ratusan derajat.


Tak lupa masker. "Sebaiknya juga masker yang ada moncongnya sehingga lebih aman dalam beberapa kondisi ektrem," ungkapnya

Berikutnya kacamata balap untuk mengantisipasi debu berterbangan yang bisa membuat mata sakit. Tak ketinggalan jaket plastik juga untuk mengantisipasi kondisi hujan dan debu.

Selain itu, tentu saja peralatan kamera lengkap dengan lensa lebar dan panjang serta tripod.

Tips lainnya, menentukan tujuan mengabadikan dampak bencana tersebut untuk apa.

"Walau memang bertujuan untuk foto, namun saya tidak akan memasuki angle sosial dan kepedihan yang menurut saya domainnya media mainstream. Saya mengabadikan dampak erupsi gunung berapi-nya karena akan menjadi stok foto yang menarik dan bisa untuk menggugah minat market dan follower saya diluar negeri," terangnya.

Setelah semua persiapan lengkap, Irsam segera meluncur ke lokasi desa terdampak. 
Ketika tiba di lokasi, dia menghubungi rekan media yang sudah lebih dulu ada di lokasi untuk mendapatkan gambaran terbaru, bukan untuk bergabung dengannya karena masing-masing memiliki perspektif foto-foto berbeda serta kesibukan yang berbeda.

Lantaran hari sudah sore dan suasana desa pengungsian mulai agak gelap karena listrik masih mati, dia memutuskan untuk mencari seseorang dari salah satu desa terdampak untuk dijadikan guide sekaligus ojek untuk masuk desa. 

Orang lokal dipilihnya karena pertimbangan akan lebih memahami lokasi, termasuk jalan-jalan tikus. "Biasanya suasana seperti ini sering ada penjagaan ketat untuk tujuan keselamatan dan keamanan. Dan bila dengan orang setempat, maka hal itu bisa diminimalisir," jelasnya.


Setelah ketemu dan janjian dengan orang tersebut, besok paginya dia baru masuk ke desa terdampak. Soalnya kalau malam itu tidak mungkin karena desa sangat gelap dan banyak yang masih khawatir atau trauma bila tiba-tiba guguran debu lava panas akan datang lagi. 

"Kalau pagi hari, cuacanya tentu lebih bersahabat dan menguntungkan fotografer karena lighting-nya sangat baik dan masih lembut. Ditambah biasanya pagi hari biasanya juga jarang turun hujan," terangnya.

Malam itu, Irsam memutuskan menginap di desa terdekat agar keesokan harinya tidak jauh untuk menuju titik temu dan masuk ke dalam desa terdampak. 

Dia menginap di homestay Air Terjun Tumpak Sewu yang hanya berjarak 20 menit. 

"Kebetulan saya sudah kenal baik dengan pemilik homestay, dan dari penelusuran sehari sebelumnya, homestay ini yang paling ideal untuk menginap, ditambah sinyal HP masih ada dan listrik tidak mati," ungkapnya.

Ketika makan malam, dia mendapat info mengejutkan sekaligus membahagiakan dari Yanto, pemilik homestay, bahwa lava pijar Semeru bisa terlihat dari homestay.

"Saya pun bergegas melihat.., dan Allahu Akbar, terlihat puncak Semeru yang kelihatan lava pijar merah menyala. Saya segera ambil kamera dan tripod untuk mengabadikan moment langka ini," terangnya.

Menurut Irsam walau pijar Semeru sudah sering terlihat, namun “langka” kali ini dalam arti barusan terjadi letusan gunung namun sekarang masih bisa melihat lava pijarnya dengan jelas. 

Disamping itu dia yakin belum tentu ada fotografer lain yang mengambil moment ini karena mungkin mereka sedang sibuk dengan kondisi dan suasana bencana.

"Alhamdulillah saya mendapat beberapa shot Gunung Semeru dengan lava berpijar merah menyala di puncaknya. Malam itu saya segera upload foto tersebut yang saya yakin saya orang pertama yang menggunakannya hehehe..," ungkapnya.


Keesokan harinya, setelah shalat subuh, dia segera meluncur ke desa pengungsi dengan sepeda motor bersama Agus, sekaligus sebagai pemandu lokalnya.

Alasan Irsam memasuki desa terdampak seawal mungkin (pukul 05.00 WIB) karena selain memang sudah cukup terang juga pasti lebih sepi. 

"Betul saja saya seolah-olah hampir sendiri bereksplorasi dan berfoto di sana. Sejam kemudian mulai banyak berdatangan para relawan, tim SAR, keamanan dan beberapa orang yang membantu penduduk untuk membawa barang-barang yang bisa diselamatkan dan berguna," terangnya.

Menurutnya suasana di desa tersebut memang seperti yang digambarkan di TV-TV. Banyak rumah yang rusak, bolong atapnya, dan debu di sana-sini.

Tentu saja semua pemandangan yang dilihatnya lalu diabadikan sesuai dengan komitmen atau tujuannya berburu foto sedari awal yaitu mengutamakan angle foto yang lebih menggambarkan “dampak erupsi gunung berapi”. 

"Saya juga selalu berusaha membingkai frame foto dengan menyertakan Gunung Semeru sebagai latar belakang untuk menunjukkan unsur 4W+1H," ungkapnya.

Sekitar pukul 09.00 pagi dia memutuskan untuk mengakhiri photo hunting-nya dan kembali ke hotel. Setelah check foto-foto dan merasa sudah cukup dengan apa yang dicarinya, dia memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Sidoarjo.


Alasan Irsam
Lalu apa yang membuat seorang Irsam tertarik mengabadikan dampak erupsi gunung berapi?

Lewan pesan WA dia mengatakan gunung api selalu menjadi salah satu highlight dalam fotografi.

Indonesia salah satu negara yang memiliki gunung api terbanyak di dunia (kalau tidak salah hampir 150) dan gunung api juga menjadi salah satu ikon wisata dan fotografi Indonesia. 

Menurutnya hampir semua trip wisatanya dengan market luar negeri selalu berkaitan dengan gunung berapi seperti Dieng, Merapi, Bromo dan Semeru, Ijen, Marapi (Sumatera), bahkan hingga Papua tengah walau hanya gunung biasa. 

"Gunung berapi menjadi daya tarik utama paket trip saya karena market saya luar negeri hampir “tidak memilikinya”," terangnya.


Apalagi sekarang ini ada contoh nyata atas peristiwa meletusnya Gunung Semeru dan dampaknya di kawasan sekitarnya. "Tentu akan sangat menarik dan menggugah minat mereka. Belum lagi bila saya bisa mengabadikan lava berpijar dari Gunung Semeru, jelas menambah dramatisasi suasana yang ada," terangnya lagi.

Selama ini, lanjut Irsam, publik hanya bisa melihat dampak gunung berapi setelah beberapa tahun atau puluhan tahun erupsi. 

"Nah dengan foto-foto real time dari dampak letusan tentu akan lebih valid dan lebih fresh untuk ditunjukkan," ungkapnya.

Alasan lain belum tentu dalam waktu dekat atau lama dia akan mendapatkan pengalaman seperti ini. 

"Lagi pula Gunung Semeru juga tidak jauh dari rumah di Sidoarjo dan bisa ditempuh dalam 4-5 jam perjalanan berkendara. Oleh karena itu menjadi semacam “wajib” hukumnya bagi saya untuk datang dan mengabadikannya," pungkasnya.

Naskah: Adji TravelPlus @adjitropis & tim @travelplusindonesia 
Foto2: Irsam Soetarto @irsamsoetarto atau email irsam24@gmail.com



0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP