Berpredikat Gunungapi Terendah di Indonesia, Keistimewaan Anak Keraktau Bertambah
Memiliki ketinggian 155 meter di atas permukaan laut (Mdpl), saat ini Gunung Anak Krakatau mendapat predikat sebagai gunungapi terendah di Indonesia.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) lewat unggahan di akun resmi Instagram (IG)-nya @pvmbg_, Kamis (16/9/2021) menjelaskan kalau Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda merupakan gunungapi terendah di Indonesia loh!.
"Meskipun gunung api tersebut adalah gunung api terendah, Kawan Mitigasi tetep harus hati-hati ya, karena bahayanya sama besarnya loh~," pesan admin di bawah unggahan tiga foto gunungapi terendah di Indonesia.
Di urutan kedua gunungapi terendah di Indonesia adalah Gunung Manuk. Gunung yang berada di perairan Banda, Maluku ini berketinggian 283 Mdpl.
Gunung Colo menempati posisi ketiga. Gunung yang berlokasi di Pulau Una-Una, Sulawesi Tengah ini memiliki ketinggian 508 Mdpl.
Unggahan tersebut kemudian disiarulang (di-repost) akun IG resmi Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu Lampung @bksda_bengkulu.
Mendapat predikat sebagai gunungapi terendah se-Indonesia, TravelPlus Indonesia @adjitropis menilai keistimewaan GAK bertambah.
Berdasarkan pengamatan langsung mendaki GAK pertama kali tahun 1994 sampai sebelum GAK erupsi 2018, ditambah catatan penting dari literatur buku, film, dan sejumlah tulisan yang mengupas tentang Krakatau, induk dari GAK ini, sekurangnya ada belasan keistimewaannya.
GAK menjadi salah satu gunung berapi yang induknya memiliki sejarah letusan maha dasyat, namanya mendunia, paling banyak dibukukan/difilmkan, letaknya unik di laut tepatnya di perairan Selat Sunda, dan dapat dijangkau dari 2 provinsi terdekat.
Sejarah letusan induknya Anak Krakatau pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1883 menjadi letusan gunung api terdasyat di Indonesia bahkan di dunia.
Keistimewaan lainnya, GAK menjadi salah satu dari sedikit gunung yang pendakiannya dimulai dari pantai alias dari titik nol Mdpl.
Sampai saat ini pulaunya pun tidak dihuni manusia.
Sebelum meletus 2018, penghuninya hanya tumbuh-tumbuhan seperti cemara laut (Casuarina Sp) dan pohon keben (Barringtonia Sp), alang-alang, dan beberapa vegetasi pantai. Sedangkan hewan yang terlihat antara lain burung, biawak, ular, kelelawar, dan tentu saja beragam ikan di perairannya.
Lantaran tak berpenghuni manusia membuat pulaunya sepi, apalagi kalau datang saat tak ada rombongan lain, seperti terdampar di pulau gunung api yang eksotis sekaligus mencekam.
Pengunjung pun tidak diijinkan bermalam di GAK. Ketika itu, kalau mau bermalam, pengunjung bisa memilih ke pulau tetangganya yakni di Pulau Sertung dan Sibesi.
Ketentuan pelarangan bermalam ini jelas membuat jalur pendakian gunung ini terbilang bersih dari sampah dibanding gunung lain. Ini merupakan keistimewaan tersendiri.
Keistimewaan lainnya, pertumbuhan anak Gunung Krakatau yang muncul tahun 1927 ini, termasuk yang tercepat.
Sebelum meletus 2018, kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun anak bandel ini menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki.
Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun. Bahkan ada yang bilang sejak 1950-an, tinggi Anak Krakatau bertambah sekitar 6,5 meter per tahun.
Ketika TravelPlus mendaki GAK untuk kedua kali tahun 2002, badannya sudah mulai tinggi, dan saat kunjungan ketiga tahun 2007, jujur bikin kaget karena tubuhnya sudah semakin tinggi.
Begitupun ketika menyambanginya pada tahun 2015 dan 2017 lalu, posturnya kian membengkak dan menjulang.
Desember 2018, GAK meletus disusul tsunami. Tubuh dan kondisi fisik GAK kemudian berubah. Namun keistimewaannya justru bertambah.
Keistimewaan GAK saat ini, berdasarkan hasil pemetaan udara, terpantau ada rawa di bagian tenggara Pulau Rakata yang baru terbentuk pasca tsunami tahun 2018 lalu. Luas rawa tersebut diperkirakan sekitar 413 meter persegi.
Informasi tersebut diunggah akun IG resmi KPHK Krakatau, BKSDA Bengkulu Lampung, KLHK @krakatau_ca_cal pada, Kamis, 9 September 2021.
"Memang tidak terlalu luas untuk ukuran hamparan rawa, tapi dengan adanya ekosistem baru ini berharap akan ada jenis tumbuhan dan satwa liar baru yang akan memperkaya keanekaragaman hayati yang ada di Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau," tulis adminnya.
Sehari kemudian atau Jumat, 10 September 2021, tim KPHK Krakatau melakukan pemantauan dari Pulau Sebesi yang berjarak sekitar 10 Km dari kawasan CA dan CAL Kepulauan Krakatau.
Hasil pemantauan terlihat Pulau Panjang dan Pulau Rakata di bagian kiri dan Pulau Anak Krakatau di bagian kanan yang sedang aktif mengeluarkan asap tipis berwarna putih dengan ketinggian antara 50-100 meter dari puncak.
"Kondisi cuaca pagi ini di sekitar kawasan terpantau cerah, angin berhembus dari arah tenggara menuju barat daya dengan kecepatan sedang serta ombak laut juga terpantau cukup besar," ungkap adminnya di bawah unggahan video hasil pemantauan.
Keistimewaan terbaru, kini dengan tinggi tubuh 155 Mdpl sebagaimana data dari PVMBG, maka GAK berhak mendapat predikat sebagai gunungapi terendah se-Indonesia.
Teks: Adji TravelPlus
Foto: @adjitropis, @pvmbg_ & @krakatau_ca_cal
0 komentar:
Posting Komentar