Apakah Aceh Perlu Punya Museum Rempah? Ini Jawabannya
Sekalipun sudah ada Museum Rempah di beberapa negara termasuk di Indonesia antara lain di Kota Ternate, Maluku Utara namun keberadaan museum tersebut dirasa juga perlu ada di Aceh.
Perlunya Aceh memiliki Museum Rempah sama-sama dilontarkan tiga narasumber (narsum) Webinar Bincang Sejarah 2021 Seri ke-4 yang digelar Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) cabang Provinsi Aceh dan difasilitasi Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh di platform Zoom, Kamis (5/8).
Dalam webinar bertema: “Peran Museum dalam Mendukung Program Jalur Rempah Aceh” itu, ketiga narsumnya juga menjawab beberapa pertanyaan terkait lainnya yang diajukan TravelPlus Indonesia @adjitropis via chat room (ruang obrolan) di platform tersebut.
"Kalau bagi saya selaku akademisi, keberadaan Museum Rempah Aceh mengapa tidak itu jawabannya," terang narsum pertama, akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh Husaini Husda.
Namun yang perlu diingat membuat museum, lanjutnya bukan hanya perkara membangun fisik pun yang tak lebih penting adalah ketersediaan sejumlah koleksi yang akan dimasukkan setelah gedung museum itu ada.
Jadi langkah pertama yang harus dilakukan mengumpulkan koleksi-koleksi yang khusus menyangkut jalur rempah.
"Koleksi-koleksi tersebut jika dikumpulkan dalam sebuah museum kecil atau mini sekalipun tidak megah tapi kalau indah, tertata, smart, dan sebagainya, saya kira itu cukup menarik dan orang akan datang untuk melihat," jelas Husaini.
Alangkah baiknya lagi museum tersebut ada kaitannya dengan masa depan, bukan hanya sebagai gudang barang-barang antik atau barang-barang dimasa lalu. "Museum itu nantinya harus terus kembangkan menjadi hidup, bisa dinikmati, dan bisa menghidupkan orang lain," terangnya lagi.
Untuk mendirikan Museum Rempah Aceh, sambungnya perlu keseriusan semua pihak terkait.
"Jadi firasat saya sebagai seorang akademisi, kalau para praktisi dan birokrasi serius pasti Museum Rempah di Aceh bisa terwujud, karena power-nya ada di pemerintahan sedangkan akademisi hanya penyemangat," tambah Husaini.
"Kalau ditanya perlukah Aceh mempunyai Museum Rempah? Saya rasa perlu. Apakah itu penting? Saya rasa itu pasti penting karena keberadaannya bisa sebagai bukti untuk menggambarkan kegemilangan sejarah Aceh yang juga amat kaya akan rempahnya," ungkap Mudha.
Mengenai tempat dimana sebaiknya museum itu dibangun, nanti mungkin pemerintah yang akan menentukan.
"Museum Aceh juga punya ruangan yang bisa difungsikan untuk display awal sebagai cikal bakal Museum Rempah Aceh tersebut, dan saya raya itu tidak masalah," ujarnya.
Untuk men-display awal perlu duduk bersama khusus untuk menentukan display-nya bagaimana supaya menarik dan satu kesatuan.
Mengenai koleksi yang mendukung, sepertinya cukup banyak atau dengan kata lain tidak akan kekurangan. Caranya bisa dengan skema pinjam pakai sementara dengan Museum Aceh, Museum Pedir, Museum Aceh Utara, dan lainnya.
"Saya rasa banyak jalan. Yang diperlukan sekarang adalah keseriusan. Kalau memang serius, pasti bisa terwujud. Dan mengenai pengemasannya supaya tampil kekinian, perlu dirembukkan bersama," ungkap Mudha lagi.
Narsum ketiga, Direktur Pedir Museum Masykur Syafruddin juga menjawab tegas sependapat dengan kedua narsum tersebut.
Menurutnya Aceh punya catatan sejarah yang panjang sehingga tidak cukup hanya dengan memiliki 9 museum sampai saat ini di antaranya Museum Aceh, Museum Pedir, Museum Lhokseumawe, dan Museum Samudera Pasai.
"Aceh masih perlu museum khusus atau tematik seperti Museum Rempah, Museum Naskah dan lainnya," terangnya.
Dibutuhkan sinergitas antara para kepala museum yang ada di Aceh, para akademisi, dan lainnya untuk mendeklarasikan ide memperbanyak museum di Aceh, salah satunya Museum Rempah.
Mungkin semua yang ikut webinar ini juga sepakat Aceh memiliki Museum Rempah. "Kini tinggal bagaimana keseriusan pemerintah kita untuk kemudian mewujudkannya," jelas Masykur seraya menambahkan Museum Pedir yang dikelolanya baru 7 tahun sudah punya 5.800 koleksi, puluhan di antaranya adalah koleksi terkait jalur rempah.
Menurutnya ada 5 pilar yang erat kaitannya dengan jalur rempah yaitu historia, kesehatan dan kecantikan (herbal), kuliner, seni, serta wastra.
Jadi jalur rempah itu, lanjut Irini, bukan benda mati melainkan tentang keberlangsungan 5 pilar tersebut, antara lain bagaimana pembudidayaan rempah yang ada di Aceh dan pengembangannya agar tetap hidup, berkembang, dan bermanfaat buat rakyat.
Soal bangunan fisik terkait Museum Rempah Aceh itu tergantung Pemda. "Kalau mau buat fisiknya yah itu bagus tapi kalau nggak, bisa memanfaatkan ruang gedung yang ada," pungkas Irini.
Sebelum pamit meninggalkan webinar yang dipandu Agung Suryo Setyantoro dari MSI Aceh, TravelPlus sempat memberikan pesan di ruang obrolan seperti ini: "Semangat membangun museum harus dibarengi dengan semangat mengemasnya.., bukan semata ada, sekadar punya.., agar kelak Museum Rempah tersebut menjadi daya tarik wisata budaya dan sejarah baru bagi Aceh".
Naskah: Adji TravelPlus @adjitropis
Foto: adji, @museum.aceh, @pedirmuseum_aceh & @irinidewiwanti
0 komentar:
Posting Komentar