Hutan Aceh Hilang Tak Terganti, Buktinya Terungkap Lewat Pameran Foto Ini
Begitu tulisan berwarna putih berlatarbelakang sebuah foto hutan yang terbakar yang tertera di flyer.
Di kanan atas flyer itu juga tercantum tulisan Hari Hutan Sedunia.
Flyer itu diunggah @junaidi_hanafiah dengan captions bertajuk Hilang Tak Terganti.
Di bawahnya ada penjelasan dua fotografer lingkungan di Aceh, Junaidi Hanafiah dan Zulfan Monika akan menyajikan alur kisah perjalanan hutan Aceh, selama satu dekade terakhir.
"Gelap-Terang, Kehancuran-Harapan, Dahulu-Sekarang, Flora-Fauna, melalui rangkaian foto-foto yang akan dipamerkan secara online," tulis Junaidi.
Di ujung captions, dia mengajak warganet untuk mengikuti pameran foto tersebut di chanel Youtube Fendra Tryshanie dan Masa Kini pada Minggu 21 Maret 2021, pukul 19:30 WIB.
Sejumlah tagar pun dia sertakan, antara lain #rainforest, #hutan, #hutanaceh, #worldforestday, #tropis, #fotografi, #hilangtakterganti, #forest, dan #leuser.
Dia juga menandai unggahan itu ke sejumlah akun IG antara lain @mongabay.id, @haka_sumatra, @leuserconservationforum, dan @masakinidotco.
Beberapa warganet memberi komentar termasuk TravelPlus Indonesia @adjitropis. "Sukses ya pameran fotonya... Salam jepret bermanfaat dari adji TravelPlus Indonesia di Jakarta👍👌".
Komentar itu dibalas Junaidi: "sama-sama bro".
Flyer pameran foto tersebut juga diunggah @zukfanmonika dengan judul #hilangtakterganti. TravelPlus Indonesia @adjitropis pun memberi komentar serupa di atas.
Ada juga yang menggunggah ulang (repost) unggahan flyer tersebut, di antaranya oleh aktor Banda Aceh di akun IG-nya @djamal_sharief dengan judul captions: Selamat menjadi penyaksi.
Melihat flyer itu dan merasa senafas, sejalan, dan sehati karena menyuarakan hal-hal terkait lingkungan yang pro konservasi, TravelPlus segera menghubungi Junaedi, Kamis (18/3/21) dengan mengirimkan sekitar 10 pertanyaan terkait pameran foto tersebut.
Beberapa pertanyaan yang TravelPlus kirim terjawab di release tersebut, di antaranya sedikitnya 100 lembar foto akan ditampilkan dalam pameran bertajuk 'Hilang Tak Terganti' yang digelar secara daring melalui kanal YouTube Fendra Tryshanie pada Jumat-Minggu (19-21/3/2021).
Foto-foto yang dipamerkan itu direkam Junaidi Hanafiah sejak 2008 dan Zulfan Monika sejak 2007.
Keduanya bukan hanya mengabadikan kekayaan dan keberagaman isi hutan Aceh, melainkan juga kerusakan hutan yang makin meningkat dalam beberapa tahun ini. Perburuan satwa dilindungi yang terjadi saban tahun di Aceh juga tidak luput disorot lensa kamera.
Kata Junaidi selama keluar-masuk hutan dalam sedekade itu, kerap terkendala akses sulit dan tantangan berat. Misalnya, ketika dia memasuki kawasan hutan yang baru saja dirambah secara liar atau pertambangan ilegal dalam kawasan hutan lindung.
"Memasuki kawasan-kawasan seperti itu sangat sulit, selain medan yang berat, juga berbahaya kalau seandainya keberadaan saya sebagai fotografer diketahui perambah atau penambang liar," ujar jurnalis Mongabay Indonesia yang fokus meliput isu lingkungan di Aceh ini.
Dalam sepuluh tahun ini, tambah Junaidi, banyak perubahan terjadi di hutan Aceh. Misalnya, luas tutupan hutan berkurang dan beberapa jenis satwa kini mulai sulit ditemukan. "Seperti jenis-jenis burung dan satwa yang sangat terancam punah, salah satunya burung Murai Batu sudah sangat sulit ditemukan di hutan," ungkapnya.
Melalui pameran itu, Junaidi ingin memperlihatkan wajah hutan Aceh yang sudah sekarat sehingga membutuhkan kepedulian semua pihak dengan menjadikan perkara lingkungan sebagai isu penting. "Kejahatan lingkungan juga harus menjadi kejahatan yang luar biasa, sama dengan korupsi dan narkoba," tegasnya.
Di release tersebut diterangkan pula kalau Zulfan Monika, rekannya yang berprofesi sebagai fotografer lepas, merekam tumbuhan dan satwa yang beragam dalam hutan Aceh.
Menurut Zulfan, suatu saat keindahan rimba Aceh tersebut bakal hilang seiring maraknya kejahatan lingkungan.
Terlebih, ketika memotret dalam hutan, Zulfan kerap berjumpa dengan pemburu. "Dalam hutan, kami seperti berlomba dengan pemburu. Kadang-kadang pada saat menunggu satwa muncul, justru yang datang adalah pemburu. Bahkan, sampai terjadi keributan," ujar fotografer nature ini.
Keberadaan pemburu membuat sejumlah satwa dilindungi makin sulit ditemukan dalam rimba. Zulfan mencontohkan burung Rangkong Gading yang dulu sering terlihat ketika melintas di jalan yang sisi kiri dan kanannya hutan. Namun, kini suara khas burung itu saja menjadi hal yang sulit ditemukan, bahkan dalam hutan.
"Melalui pameran ini kami mencoba menggugah semua pihak untuk menyelamatkan hutan Aceh yang tersisa ini. Kalau ini hilang, bukan hanya Aceh akan kehilangan kekayaan hutannya, melainkan kita juga akan menuai bencana," terangnya.
Zulfan menaruh harapan besar pada Pemerintah Aceh agar punya keinginan merawat hutan Aceh melalui kebijakan. Sementara anak muda Aceh yang bergiat pada bidang multimedia diharapkan ikut merekam kekayaan hutan Aceh.
"Harapannya kita punya data lengkap tentang isi hutan Aceh, karena yang hilang di hutan Aceh tidak akan terganti," pungkas Zulfan.
Lantaran ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab dari realese tersebut, TravelPlus menanyakan kembali.
Junaidi pun lekas menjelaskannya. Kata dia konsep pamerannya foto-foto akan dipamerkan melalui YouTube dan LCD layar besar, dan foto-foto akan dirangkai juga dengan video wawancara fotografer dan kegiatan fotografer di lapangan.
"Nanti juga ada suguhan lagu-lagu tentang lingkungan dan satwa, tapi penyanyinya orang Aceh," tambah Junaidi yang mengaku tertarik menjadi fotografer/jurnalis lingkungan karena prihatin dengan kondisi hutan dan satwa di Aceh saat ini.
Menurutnya kerusakan hutan Aceh cukup parah, dari luas tutupan hutan 3,5 juta hektar, yang tersisa tutupan hutan di Aceh hingga tahun 2020 hanya 2,9 juta hektar.
Dia juga menjelaskan kalau lokasi pengambilan foto-foto yang akan dipamerkan itu di seluruh Aceh, termasuk di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan lainnya.
"Kami memotret hampir di seluruh kawasan hutan di Aceh, baik itu di Aceh Tenggara, Gayo Lues, maupun Aceh Selatan. Dan di semua daerah hutannya ada kerusakan tapi saya tidak ingat secara pasti datanya, termasuk di TNGL," akunya.
Berdasarkan pengamatannya di lapangan, penyebab/pemicu kerusakan hutan di Aceh antara lain karena perambahan, illegal logging, dan perburuan.
"Kejahatan lingkungan menjadi kejahatan yang luar biasa. Solusinya penegakkan hukum tanpa pandang bulu," tegasnya.
Di ujung wawancara via WA, TravelPlus menanyakan tiga pertanyaan penutup, apakah ada rencana menggelar pameran foto-foto tersebut secara offline? Apakah foto-foto yang dipamerin itu dijual? Jika iya berapa kisaran harganya?
"Untuk offline kita ada rencana namun tidak bisa memastikan karena keadaan sekarang. Kalau jual, kita belum berfikir ke arah sana," balas Junaidi.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: dok. @junaidi_hanafiah & @zulfanmonika
#salamjepretprokonservasi
#salamjepretbermanfaat
0 komentar:
Posting Komentar