. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Jumat, 19 Maret 2021

Asosiasi Angklung Indonesia Gelar Munas Pertama di Bandung secara Hybrid


Para penggiat angklung yang tergabung dalam Asosiasi Angklung Indonesia bakal menggelar Musyawarah Nasional (Munas) pertama di Bandung, besok, Sabtu (20/3/2021). Pesertanya juga dari mancanegara.

Informasi tersebut TravelPlus Indonesia @adjitropis peroleh dari
Gunawan Undang selaku
Ketua Steering Committee Munas I - Asosiasi Angklung Indonesia (AAI), Jumat (19/3/21).

Menurut Gunawan Undang, Munas perdana AAI ini bertempat di Taman Budaya Jawa Barat, Kota Bandung, melalui video conference hybrid.

"Peserta MUNAS 1 akan diikuti oleh para penggiat angklung Indonesia dan jaringan internasionalnya seperti dari Washington DC, Adelaide, dll," terangnya.

Gunawan menjelaskan sejarah berdirinya AAI. Kata dia berawal dari inisiatif Soni Rusadi sebagai pengelola Rumah Angklung yang mengundang 9 (sembilan) orang untuk menghidupkan program di Rumah Angklung.

Rumah angklung itu sendiri merupakan unit instalasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, didirikan pada tahun 2012, sebagai wujud komitmen Pemprov Jabar untuk menindak lanjuti pengakuan UNESCO terhadap angklung sebagai warisan dunia budaya tak benda.

Melalui diskusi-diskusi intensif di Rumah Angklung, tercetus gagasan perlunya organisasi profesi yang menaungi para penggiat angklung secara nasional dan jaringan internasionalnya.

"Sembilan orang yang kemudian menamakan diri sebagai Tim Sembilan merancang program menuju pembentukan perkumpulan bagi para penggiat angklung, yang kemudian diberi nama Asosiasi Angklung Indonesia atau disingkat AAI," jelasnya.

Maka pada tanggal 20 November 2016 yang bertepatan dengan memperingati Hari Angklung Sedunia, terwujudlah deklarasi AAI.

Deklarasi dilakukan di halaman Gedung Sate yang dihadiri Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan sejumlah tokoh angklung Indonesia.

Gunawan juga menjelaskan kalau angklung berdasarkan catatan sejarawan Nina Herlina Lubis (2016), sudah ada sejak abad ke-8, tercantum di dalam naskah Sunda kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M, 1440 Saka) yang ditulis dalam 30 lembar daun lontar, tersimpan di Perpustakaan Nasional RI dengan nama Koropak 630.

"Naskah yang berasal dari Kerajaan Galuh (612—1528 M) tersebut merupakan aturan menjadi Resi (orang bijak dan suci) dalam mengajarkan agama dan moralitas pada zaman
Kerajaan Sunda," terangnya.

Dalam perjalanannya, lanjut Gunawan, angklung mengalami perubahan fungsi dan bentuk bahkan bahan baku sesuai dengan perkembangan sosial budaya masyakat.

Fase perubahan sosial masyarakat
yang pada awalnya sebagai masyarakat berburu dan meramu yang kemudian berubah menjadi masyarakat huma (ladang berpindah), masyarakat sawah (sistem terasering dan pengairan pertanian; menetap), masyarakat perdagangan, masyarakat industri (revolusi industri 1.0, 2.0, 3.0) dan revolusi industri 4.0 (internet) bahkan fenomena revolusi industri
5.0 (society), berpengaruh terhadap perubahan alat seni dan budaya angklung yang berasal dari Tatar Sunda tersebut.


Kata Gunawan, karya agung angklung yang sudah mendapatkan pengakuan UNESCO (2010) sebagai warisan dunia budaya tak benda asli Indonesia tersebut bukan hanya sebatas kebanggaan, tetapi juga merupakan peluang bagi Indonesia untuk memberikan sumbangan bagi kebudayaan dunia.

Untuk itu, stake holders angklung perlu meningkatkan peranannya masing-masing, baik pemerintah maupun penggiat angklung, seperti petani penyedia bahan baku bambu (awi wulung/ahi hideung dan sejenisnya), pengrajin, sanggar-sanggar, pelatih, dan kreator, bahkan apresiator angklung.

"Namun dalam upaya pelestarian, perlindungan, dan pewarisan serta pengembangan dan pemanfaatan angklung belum ada organisasi profesi yang concern dalam mewujudkan keempat hal tersebut," akunya.

Stake holders angklung, lanjut Gunawan antara lain terdiri atas pemerintah, penggiat angklung (petani penyedia bahan baku, pengrajin, pendiri sanggar-sanggar, pengusaha, dan sejenisnya), dan organisasi profesi (AAI).

Peran Pemerintah adalah sebagai regulator, fasilitator, dan koordinator keangklungan.

Sementara peran Organisasi Profesi (AAI) adalah sebagai kurator (pembinaan, perlindungan, pengawasan, pengendalian, penjaminan mutu, pengembangan, dan pemanfaatan angklung di bidang pariwisata) yang bersifat lintas sektoral.

"Sedangkan peran Penggiat Angklung adalah sebagai eksekutor keangklungan (sektoral), yakni pelaksana teknis di lapangan yang berhubungan langsung dengan masyarakat," jelasnya lagi.

Panitia Inti Munas I AAI 2021 yang duduk di steering committee sebagai Ketua Gunawan Undang, Wakil Ketua Sam Udjo, Dinda Satya Upaja
Budi, dan Reja Handiman Diratmasasmita.

Organizing committee-nya sebagai Ketua Dudi Darma Bakti, Wakil Ketua Dadang Sunjaya, Sekretaris Bambang
Subarnas, Wakil Sekretaris Egi Herdiawan, dan Bendahara Yanti Heriyanti.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: adji & dok. AAI



0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP