Dapat Foto Bromo yang Keren Itu Gampang Tapi yang Beda Itu Sulit, Ini Tipsnya

Bromo adalah destinasi sejuta umat, baik bagi wisatawan karena keindahan panorama dan kekhasan budaya masyarakatnya maupun buat fotografer karena berkontur gunung dan kelembabannya yang rendah. 

Foto-foto keren tentang Bromo sudah tak terhitung jumlahnya, tersebar di ragam media, dan banyak di antaranya nyaris serupa. 

Nah, supaya dapat foto yang keren sekaligus beda, fotografer sekaligus photo trip organizer, Irsam Soetarto dari Surabaya baru-baru memberi beberapa tips kepada TravelPlus Indonesia.

Menurut Irsam yang sudah ke Bromo sejak 1990 sebagai tour guide selama cuaca mendukung atau bagus khususnya musim kering, hasil fotonya pasti bagus.

Irsam menyarankan fotografer sebaiknya datang lebih awal kalau ingin ke spot-spot tertentu di Bromo yang menjadi dambaan atau idola para pemburu foto. 

Kenapa? Ya agar dapat angle terdepan. Dan satu lagi supaya tidak terhalang wisatawan atau fotografer lainnya. "Ngalahi lebih awal lah istilahnya walau agak tersiksa sedikit kerena kedinginan," ujarnya.

Supaya dapat foto yang keren juga beda dengan foto-foto Bromo dari sejuta umat, sebaiknya melihat terlebih dulu foto-foto Bromo yang bertebaran ribuan foto di medsos sebagai referensi.

"Lewat cara itu kita jadi tahu angle mana yang menarik sehingga menjadi inspirasi agar bisa mendapat hasil yang baik. Syukur-syukur dapat angle baru yang wow," terangnya.

Tips lainnya, melakukan photo trip dengan fotografer lainnya kemudian berbagi ilmu, biasanya akan bisa menambah wawasan angle sekaligus info.

Jangan lupa pula mengetahui best moment Bromo dan obyek-obyek lainnya. "Best moment Bromo adalah saat golden hours dan sekarang ditambah dengan blue hours," ungkapnya.

Paham juga kapan best time Bromo. "Tidak bisa dibantah, best time Bromo, juga obyek lainnya di Indonesia adalah musim kering karena pada saat itulah cuaca umumnya bagus dan horizon dramatis. Namun perlu diingat top-top-nya musim kering biasanya walau bagus tapi langitnya flat," akunya.

Irsam sendiri mengaku sangat menyukai musim pancaroba ketimbang kering, yaitu peralihan musim hujan ke kering atau sebaliknya.

"Saat itu langit dihiasi awan dramatis bergulung-gulung, itu yang lebih fantastis dan dramatis secara full frame foto," bebernya.

Sebaiknya tahu pula periode musim di Bromo. "Maret - April itu pancaroba, Mei - Sept masuk musim kering, Juli - Sept awal itu puncak musim kering, dan Oktober - November kembali  pancaroba," tambahnya.

Buat yang ingin mengabadikan Milky Way (MW) Bromo juga harus paham kapan waktu yang pas.

"Bromo adalah most popular dan most dramatic MW di Indonesia. Pasti dapat MW di Bromo pada periode Mei - Juli," ungkapnya lagi.

Sementara September - Oktober masih bisa memotret MW. "Tapi munculnya sudah terlalu cepat dan posisi kurang bagus dibanding Mei - Juli," terangnya.

Mengabadikan ragam pesona kawasan Bromo di era pandemi juga harus tahu dan indahkan prokes atau protokol kesehatan yang berlaku terlebih Bromo merupakan kawasan konservasi berstatus taman nasional. 

Selain membawa sejumlah senjata fotografer antara lain kamera dan lensa wide serta tele, tripod untuk slow speed, filter untuk enhance foto, memory card, HP, dan power bank, jangan lupa membawa perlengkapan pengurang dingin (jaket, sweater, balaklava, sarung tangan, syal, topi, thermos untuk kopi/teh hangat dll), serta masker, dan uang secukupnya.

Kata Irsam, lokasi Bromo itu merupakan outdoor luas, pasti cukup space untuk berburu foto. "Kecuali memang spot populer seperti di  Penanjakan-1, terpaksa kadang harus berdesakan karena lokasi tidak besar," ungkapnya.

Satu lagi, sekalipun foto Bromonya keren dan beda, pastikan foto jepretan Anda tetap ada signature Bromo-nya. "Maksudnya supaya tidak perlu ada penjelasan lebih lanjut, "dimana ini mas??"," pungkas Irsam.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Foto: irsam photography