. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Jumat, 19 Februari 2021

Wisata Kemanusiaan Itu Tak Hanya di Destinasi, Ini Kiat Asyik Melakukannya


Di musim bencana seperti sekarang, wisata kemanusiaan bisa jadi pilihan tepat untuk membantu orang/warga (pihak lain) di manapun yang tertimpa bencana. Tidak semata bencana yang terjadi di destinasi wisata. 

Wisata kemanusiaan, sesuai labelnya terdiri atas kata wisata dan kemanusiaan.

Kemanusiaan disini maksudnya membantu/menolong pihak lain atas nama kemanusiaan, bukan atas nama yang lain-lain (ada udang di balik peyek hehe..).

Atas nama kemanusiaan tersebut artinya pihak lain yang ditolong itu bisa siapapun dan dimanapun sekalipun berbeda keyakinan, suku, warna kulit, politik, maupun beda kesukaan.

Kata wisata disini, bukan semata karena bencana tersebut terjadi di destinasi wisata tapi seperti sudah disinggung di atas, bisa dimanapun juga.

Namun cara membantu pihak lain yang tertimpa bencana tersebut bermuatan wisata. Contohnya, membantu mengevakuasi warga yang kebanjiran ke tempat aman atau lokasi pengungsian dengan menggunakan perahu karet yang biasa digunakan untuk aktivitas sport tourism arung jeram (rafting).

Cara itu bisa dilakukan oleh kelompok pegiat rafting baik itu dari organisasi mahasiswa pecinta alam (mapala) maupun dari klub atlit rafting dan operator trip rafting. Kenapa? Karena mereka sudah punya skill dan pengalaman menggunakan perahu tersebut.

Apakah masyarakat biasa bisa melakukan itu? Jelas saja bisa, misalnya menyewa beberapa perahu rafting dari operator trip untuk mengevakuasi warga yang telah jebak banjir. Tentu harus dibantu minimal satu orang instruktur rafting berpengalaman dari tempat penyewaan perahu tersebut atau dari kelompok lain.

Contoh lainnya membantu pihak lain sambil membawa sejumlah bantuan (sembako, dll) dengan menggunakan sepeda.

Cara tersebut bisa dilakukan oleh komunitas sepeda dimanapun, terutama di daerah/kota terdekat dengan lokasi bencana. Cara ini dilakukan oleh PhotoCycle, komunitas gowes di Kota Semarang yang diketuai fotografer bernama Bambang Rsd.

Kumpulan fotografer yang juga peminat gowes ini, pada Jum'at (19/2/2021) kembali keliling Semarang dengan sepeda kesayangan masing-masing sambil berbagi nasi kotak untuk penyapu jalan, tukang sampah, tukang becak, dan lainnya.

Menariknya sambil berbagi, lantaran anggota komunitas gowes ini banyak dari kalangan fotografer dan wartawan,  mereka tak lupa mengabadikan tempat-tempat keren yang mereka lewati dan singgahi, antara lain memotret aksi mereka dengan latar belakang gedung-gedung tua di kawasan Kota Lama, heritage zone ternama di Semarang.


Apa yang mereka lakukan jelas kental muatan wisatanya dan amat sesuai dengan konsep wisata kemanusiaan. Objek foto yang mereka abadikan pun menjadi semakin melangit, lantaran dimuat di ragam media baik online maupun medsos.

Masih banyak contoh lainnya, misalnya  dengan menggunakan kendaraan off-road untuk menuju lokasi yang  tidak bisa dijangkau dengan kendaraan biasa. Nah, cara ini cocok dilakukan oleh komunitas off-road. Jadi selain membantu, bisa sekaligus menyalurkan hobi melewati jalan bermedan tak ramah (bukan beraspal mulus).

Lalu bagaimana dengan pendaki gunung baik dari organisasi pecinta alam di kampus-kampus maupun komunitas pegiat alam yang menjamur  di luar kampus sejak marak adanya medsos? Tentu saja bisa juga melakukan wisata kemanusiaan.

Contohnya, kalau lokasi bencananya di dekat gunung, misalnya di kaki gunung entah itu longsor, banjir bandang, dan lainnya. Datangi saja sambil membawa bermacam bantuan yang dibutuhkan warga yang tertimpa bencana.

Setelah itu, baru melakuan pendakian. Dalam dunia pendakian, kegiatan tersebut dinamakan pendakian bernilai plus, artinya bukan pendakian biasa sampai puncak lalu turun, melainkan ada unsur nilai lebih lainnya seperti memberi bantuan, baksos, pendidikan, penyuluhan, dan lainnya.

Menurut Menparekraf Sandiaga Uno, wisata kemanusiaan itu juga merupakan bagian dari wellness tourism (wisata kesehatan), dimana wisatawan tidak hanya berlibur menikmati keindahan alam melainkan berwisata dengan memperoleh pengalaman atau makna di suatu destinasi.

Lewat wisata kemanusiaan ini, lanjut Sandi, wisatawan diharapkan dapat menjaga kearifan lokal, mengikuti tradisi atau budaya di tiap destinasi, serta memiliki aspek keberlanjutan.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok. PhotoCycle Community



0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP