Ukuran dan Penempatan Tempat Cuci Tangan di Kota Lama Semarang, Dikritik Wisatawan
"Maksudnya baik untuk membantu masyarakat disediakan tempat cuci tangan. Tapi menurut saya penempatannya tidak pas dan segede gaban".
Begitu kritikan yang disampaikan Yulius Mario, salah seorang wisatawan yang berkunjung ke kawasan Kota Lama Semarang, di bawah sebuah foto yang diunggahnya di akun Instagram (IG) @hunter_shoot75, baru-baru ini.
Foto itu bergambar tempat cuci tangan berwarna kuning oranye yang ditempatkan di seberang Gereja Blenduk di kawasan penuh bangunan tua dan bersejarah tersebut.
"Saya sebagai pecinta fotografi sungguh menyayangkan karena mengganggu keindahan Kota Lama," lanjut Yulius, masih di-caption foto tersebut.
Menurut Yulius foto itu diambilnya saat memotret salah satu ikon bangunan klasik dan bernilai sejarah di Kota Lama tersebut dalam acara photo hunting bareng dengan rekan-rekan fotografer dari WAG Photography From Home (PFH) yakni Budhe, Tari, Yana, dan Andi, tanggal 17 November 2020.
Unggahan yang diberi sejumlah hastag #wisatasemarang, #kotalamasemarang, #semaranghits, #semarangviral, #heritageplace, #photografyfromhome, #masyarakatphotography, #komunitasphotografer, #komunitasphotogragwrsemarang, dan #kfs itu sampai berita ini TravelPlus Indonesia tulis sudah disukai 47 warganet dengan sejumlah komentar.
"Tidak estetis. Klo bisa digeser deket tembok lebih baik," kata pemilik akun @raraschentini mengomentari tempat cuci tangan tersebut.
Yulius menyarankan tempat cuci tangan itu sebaiknya jangan terlalu besar dan ditempatkan yang tidak mengganggu objek wisata.
"Itu sudah besar ukurannya, ditaruh di tengah pula. Kan bisa di pinggir," ujarnya kepada TravelPlus.
Kritikan yang disampaikan Yulius, TravelPlus nilai sangat positif supaya pengelola objek wisata (baik itu taman hiburan, desa wisata, bumi perkemahan, water park, pemandian air panas, dll) bisa memiliki tempat cuci tangan sebagai salah satu fasilitas protokol kesehatan yang wajib ada di era new normal ini dengan tepat dan sesuai dengan konsep/karakter objek wisata tersebut, terlebih lagi objek tersebut merupakan kawasan heritage dan atau konservasi.
Jadi bukan asal tersedia dan bukan mumpung ada yang bantu (sponsor). Tapi harus sesuai ukurannya, menarik/unik/indah/punya muatan lokal bentuk/arsitekturnya, ramah lingkungan materialnya, dan tepat penempatannya.
Kenapa? Ya supaya keberadaannya dapat menambah daya pikat, bukan sebaliknya justru mengganggu pemandangan sehingga wisatawan merasa kurang nyaman atau merusak citra pesona kawasan tersebut.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok.yuliusmario @hunter_shoot75 & adji travelplus @adjitropis
0 komentar:
Posting Komentar