Kodok Merah Ditemukan Lagi di TanaHalisa, Ini Efek Positif Penutupan Sementara
Penutupan sementara kawasan konservasi berstatus taman nasional dan lainnya untuk mencegah sebaran Covid-19, menuai banyak dampak positif dari sisi lingkungan, salah satunya sejumlah satwa yang semula sulit ditemukan, kini hadir memberi kabar menggembirakan sekaligus mengejutkan.
Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TanaHalisa), Jawa Barat misalnya ditemukan lagi Kodok Merah yang dalam Bahasa Inggris disebut bleeding toad karena memiliki karakteristik pola corak kulit tubuhnya yang berwarna merah seperti darah.
Kodok bernama ilmiah Leptophryne cruentata ini ditemukan oleh 4 petugas (Giri Satria, Haegel Alif, Yopi & Ihsan) saat melakukan herping atau kegiatan pengamatan satwa jenis reptil dan ampibi, pada malam hari.
"Malam ini kami berhasil menambah catatan lokasi perjumpaan satu-satunya jenis amfibi yang dilindungi pemerintah di kawasan TanaHalisa," ungkap admin akun Instagram (IG) resmi TanaHalisa @halimunsalak_np, Selasa (23/6/2020).
Selain Kodok Merah, tim tersebut juga berhasil mendokumentasikan seekor Katak Serasah (Megophrys montana) dan melihat seekor Kadal Hutan (Gonochepalus kuhlii) yang tertidur pada sebuah akar gantung.
Katak Serasah yang mereka temukan memiliki ciri khas berupa payung menyerupai tanduk di atas kedua matanya, karena itu dikenal juga dengan nama Katak Tanduk.
Sebelumnya pada Rabu, 3 Juni 2020 malam juga, beberapa anggota volunteer dan petugas yang tergabung dalam tim survei keanekaragaman TanaHalisa, berhasil menemukan dan mendokumentasikan Kodok Merah di sisi Timur Gunung Salak.
Menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN), populasi "kodok berdarah" ini di alam berada dalam kondisi kritis atau critrically endangered.
Kepala Balai TanaHalisa (TNGHS) Ahmad Munawir mengatakan berdasarkan catatan mereka, jenis Kodok Merah ini jumlahnya memang tidak banyak, terakhir ditemukan pada tahun 2015.
"Alhamdulillah disaat penutupan sementara TanaHalisa, Kodok Merah ditemukan kembali oleh petugas kami yang melakukan monitoring satwa di kawasan Blok Loji, awal Juni lalu," terang Ahmad Munawir kepada TravelPlus Indonesia lewat pesan WA baru-baru ini.
Sesuai referensi yang ada, Kodok Merah ini bukan termasuk yang berbisa atau mencelakai orang dengan bisanya. "Tetapi kodok ini memang bukan untuk dikomsumsi," terangnya.
Jenis kodok ini, lanjut Ahmad Munawir, referensinya masih sangat terbatas.
"Secara umum kodok ini juga memangsa serangga. Selain itu sebagai mangsa dari ular, kadal, dan lainnya," ungkapnya.
Blok Loji, termasuk destinasi wisata yang sebelum ada pandemi Covid-19, ramai dikunjungi wisatawan antara lain untuk berkemah di camping ground dan mandi di Air Terjun (Curug) Cibadak.
Harga tiket masuknya untuk domestik Rp 5 ribu ditambah asuransi Rp 2 ribu per orang. Sedangkan tiket wisman Rp 150 ribu per orang.
"Destinasi ini sudah 2,5 bulan lebih kami tutup terkait virus Corona. Mungkin ini salah satu faktor mengapa kodok merah ini kembali muncul di wilayah tersebut," ungkapnya.
Alam Istirahat
Sebulan lalu, TravelPlus juga memuat kabar gembira terkait dampak positif penutupan sementara TanaHalisa dari Ahmad Munawir.
Kabar membahagiakan itu mengenai kelahiran anak Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang diberi nama Wira dari pasangan Beti dan Jalu di wilayah Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Gunung Salak I, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bogor pada pertengahan bulan April 2020.
"Kami temukan Wira lahir pada tanggal 2 Mei 2020 dan diperkirakan telah berumur sekitar 3 minggu," terang Ahmad Munawir ketika itu.
Tahun lalu juga telah lahir Elang Jawa di bagian Utara Barat Gunung Salak bernama Sabeni. Sedangkan tahun ini lahir Wira di bagian puncak Utara Timur Gunung Salak.
"Semoga kelak keduanya dapat menjalankan tugas sebagai penguasa langit Gunung Salak bagian Utara, sehingga keseimbangan ekosistem di kawasan ini dapat terjaga dengan baik," pungkas Ahmad Munawir.
Semua kabar menggembirakan sekaligus mengejutkan itu membuktikan kalau penutupan sementara kawasan konservasi ini berdampak amat positif.
Bukan hanya lingkungannya semakin bersih dan asri pun membuat kehidupan para penghuninya menjadi lebih tenang, sehingga mereka leluasa bermain, bercengkerama, dan bercinta lalu beranak/bertelur, lantaran bebas dari gangguan riuh pengunjung.
Alam beristirahat, aneka fauna dan floranya pun bahagia, bisa bernafas lega.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok.@halimunsalak_np
Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TanaHalisa), Jawa Barat misalnya ditemukan lagi Kodok Merah yang dalam Bahasa Inggris disebut bleeding toad karena memiliki karakteristik pola corak kulit tubuhnya yang berwarna merah seperti darah.
Kodok bernama ilmiah Leptophryne cruentata ini ditemukan oleh 4 petugas (Giri Satria, Haegel Alif, Yopi & Ihsan) saat melakukan herping atau kegiatan pengamatan satwa jenis reptil dan ampibi, pada malam hari.
"Malam ini kami berhasil menambah catatan lokasi perjumpaan satu-satunya jenis amfibi yang dilindungi pemerintah di kawasan TanaHalisa," ungkap admin akun Instagram (IG) resmi TanaHalisa @halimunsalak_np, Selasa (23/6/2020).
Selain Kodok Merah, tim tersebut juga berhasil mendokumentasikan seekor Katak Serasah (Megophrys montana) dan melihat seekor Kadal Hutan (Gonochepalus kuhlii) yang tertidur pada sebuah akar gantung.
Katak Serasah yang mereka temukan memiliki ciri khas berupa payung menyerupai tanduk di atas kedua matanya, karena itu dikenal juga dengan nama Katak Tanduk.
Sebelumnya pada Rabu, 3 Juni 2020 malam juga, beberapa anggota volunteer dan petugas yang tergabung dalam tim survei keanekaragaman TanaHalisa, berhasil menemukan dan mendokumentasikan Kodok Merah di sisi Timur Gunung Salak.
Menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN), populasi "kodok berdarah" ini di alam berada dalam kondisi kritis atau critrically endangered.
"Alhamdulillah disaat penutupan sementara TanaHalisa, Kodok Merah ditemukan kembali oleh petugas kami yang melakukan monitoring satwa di kawasan Blok Loji, awal Juni lalu," terang Ahmad Munawir kepada TravelPlus Indonesia lewat pesan WA baru-baru ini.
Sesuai referensi yang ada, Kodok Merah ini bukan termasuk yang berbisa atau mencelakai orang dengan bisanya. "Tetapi kodok ini memang bukan untuk dikomsumsi," terangnya.
Jenis kodok ini, lanjut Ahmad Munawir, referensinya masih sangat terbatas.
"Secara umum kodok ini juga memangsa serangga. Selain itu sebagai mangsa dari ular, kadal, dan lainnya," ungkapnya.
Blok Loji, termasuk destinasi wisata yang sebelum ada pandemi Covid-19, ramai dikunjungi wisatawan antara lain untuk berkemah di camping ground dan mandi di Air Terjun (Curug) Cibadak.
Harga tiket masuknya untuk domestik Rp 5 ribu ditambah asuransi Rp 2 ribu per orang. Sedangkan tiket wisman Rp 150 ribu per orang.
"Destinasi ini sudah 2,5 bulan lebih kami tutup terkait virus Corona. Mungkin ini salah satu faktor mengapa kodok merah ini kembali muncul di wilayah tersebut," ungkapnya.
Alam Istirahat
Sebulan lalu, TravelPlus juga memuat kabar gembira terkait dampak positif penutupan sementara TanaHalisa dari Ahmad Munawir.
Kabar membahagiakan itu mengenai kelahiran anak Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang diberi nama Wira dari pasangan Beti dan Jalu di wilayah Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Gunung Salak I, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bogor pada pertengahan bulan April 2020.
"Kami temukan Wira lahir pada tanggal 2 Mei 2020 dan diperkirakan telah berumur sekitar 3 minggu," terang Ahmad Munawir ketika itu.
Tahun lalu juga telah lahir Elang Jawa di bagian Utara Barat Gunung Salak bernama Sabeni. Sedangkan tahun ini lahir Wira di bagian puncak Utara Timur Gunung Salak.
"Semoga kelak keduanya dapat menjalankan tugas sebagai penguasa langit Gunung Salak bagian Utara, sehingga keseimbangan ekosistem di kawasan ini dapat terjaga dengan baik," pungkas Ahmad Munawir.
Semua kabar menggembirakan sekaligus mengejutkan itu membuktikan kalau penutupan sementara kawasan konservasi ini berdampak amat positif.
Bukan hanya lingkungannya semakin bersih dan asri pun membuat kehidupan para penghuninya menjadi lebih tenang, sehingga mereka leluasa bermain, bercengkerama, dan bercinta lalu beranak/bertelur, lantaran bebas dari gangguan riuh pengunjung.
Alam beristirahat, aneka fauna dan floranya pun bahagia, bisa bernafas lega.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok.@halimunsalak_np
0 komentar:
Posting Komentar