. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 09 Juni 2020

Di Forum FAO, Indonesia Berbagi Pengalaman Kelola Keanekaragaman Hayati

Di Food and Agriculture of the United Nations ((FAO), Roma, 5 Juni yang digelar dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup sedunia 2020, Indonesia bukan semata hadir pun berbagi pengalaman dalam mengelola keanekaragaman hayati lewat webinar berskala internasional tersebut.

Indonesia diwakili Wiratno Direktur Jenderal KSDAE, Kementerian Linglungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyampaikan pengalaman Indonesia dalam mengelola keanekaragaman hayati melalui pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan dari aspek ekologi maupun sosial.

Wiratno menegaskan kembali pernyataan Menteri LHK pada diskusi panel SOFO 2020 bahwa Indonesia telah melakukan serangkaian tindakan korektif dalam mendukung penurunan laju deforestasi global melalui pengelolaan karhutla dengan perbaikan peringatan dini, antisipasi dan mitigasi.

"Tindakan korektif lain meliputi penanganan perhutanan sosial, pengelolaan keanekaragaman hayati di luar kawasan konservasi, pengelolaan hutan berkelanjutan, rehabilitasi hutan dan lahan, penegakan hukum, serta pengelolaan gambut melalui moratorium izin baru, pemanfaatan secara tepat dan pengaturan muka air tanah dengan teknologi hidrologi," ungkapnya. 

Wiratno juga menyampaikan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dan pekerja di lapangan yang berkerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan dalam melakukan bioprospeksi atau pemanfaatan sumber daya genetik yang mendukung kebutuhan pangan dan farmasi.

Contohnya penelitian Candidaspongia sp. di TWA Teluk Kupang untuk anti kanker, dan penelitian mikroba berguna bagi tanaman di TN Gunung Ciremai yaitu Cendawan (Hursutella sp dan Lecanicillium sp), Isolat bakteri pemacu pertumbuhan (C71, AKBr1, dan AKS), dan Isolat bakteri antifrost (PGMJ1 dan A1).

“Pemanfaatan ekosistem serta konservasi jenis dengan pendekatan ekowisata berbasis masyarakat dapat menjamin jasa ekosistem tersebut dapat berkelanjutan, sebagai contoh Desa Saporkren dengan Pengamatan Burung Cendrawasih serta Ekowisata Tangkahan”, kata Wiratno.

Didukung oleh pernyataan Sekretaris Eksekutif Convention on Biological Diversity (CBD) bahwa tekanan yang berlebihan kepada alam telah meningkatkan resiko penularan penyakit dari satwa liar kepada ternak maupun dari hewan kepada manusia.

Direktur Jenderal Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (World Organization for Animal Health atau Office International des Epizooties/OIE) menambahkan memfokuskan hubungan antara manusia, hewan dan lingkungan sangatlah penting dalam pengendalian kesehatan satwa dan manusia serta lingkungan.

Webinar ini menekankan pentingnya penguatan kerjasama dan kolaborasi dengan pendekatan One Health yang menjembatani kesehatan manusia, satwa, tumbuhan, dan ekosistem. 

Dalam webinar ini juga dipaparkan hasil-hasil penelitian FAO terkait pengelolaan tumbuhan dan satwa liar yang berkelanjutan serta perlindungan dan pencegahan manusia dan satwa dari ancaman penyakit.

Selain Wiratno, webinar dihadiri oleh panelis dari berbagai negara antara lain Duta Besar Uni Eropa untuk FAO, Duta Besar Indonesia untuk Italy, Perwakilan Tetap Kolombia untuk FAO, ICRAF, CIFOR dan Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE).

Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu mengatakan pandemi ini telah menunjukan ketergantungan yang sangat erat antara manusia, satwa, dan lingkungan.

"Kehilangan keanekaragamani hayati tidak hanya meningkatkan kerentanan manusia terhadap penyebaran penyakit namun juga menjadi ancaman yang bagi sistem pangan, produksi pertanian dan mata pencaharian masyarakat," tutup Qu Dongyu.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok.birkom klhk

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP