Tinjau TN Gunung Gede Pangrango, Wiratno Tak Sekadar Motret Pohon Ber-Barcode
"Itu saya lagi motret pohon di jalur ke Cibereum yang sudah dipasang barcode".
Begitu balasan WA dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno ketika TravelPlus Indonesia menanyakan perihal fotonya itu.
Pohon ber-barcode yang diabadikan Wiratno itu bernama Walen (Ficus ribes), salah satu jenis Ficus spp.
Di Indonesia, anggota Ficus spp. sering dikenal dengan nama Beringin-beringinan.
Marga Ficus memiliki antara 600 sampai 1000 jenis yang umunmya tersebar di daerah tropik.
Di kawasan Bopuncur (Bogor-Puncak-Cianjur), selain di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Pohon Walen juga banyak ditemukan di areal Cagar Alam Telaga Warna, Bogor.
Dilansir dari gedepangrango.org, situs resmi Balai Besar TNGGP, Wiratno mengunjungi Resort Cibodas pada hari kedua kunjungannya di TNGGP, Minggu (7/6/2020).
Di sana, Wiratno yang didampingi Tandya Tjahjana, selaku Sekretaris Direktorat Jenderal KSDAE, beserta jajarannya dan tentu saja Kepala Balai Besar TNGGP Wahju Rudianto, melihat area pohon ber-barcode di jalur interpretasi jalur pendidikan konservasi alam Resort Cibodas.
Wiratno mengabadikan pohon ber-barcode menggunakan HP-nya.
Kata dia, tagging atau pemberian scan barcode ini bertujuan agar administrasi pohon dapat terlacak melalui sistem aplikasi qr.code yang tersedia bebas di android (open source).
Informasi tentang pohon dapat diketahui dengan cara men-scan barcode tersebut pada aplikasi yang ada di HP.
"Sementara ini informasi yang disajikan antara lain nama latin, nama lokal, ciri morfologis, dan koordinat sebarannya, kedepan direncanakan akan diperkaya dengan informasi lain," terangnya.
Di Resort Cibodas, Wiratno bertemu dengan Ade, Ketua Montana (salah satu volunteer TNGGP) dan seorang mahasiswi dari Program Pascasarajana IPB, Malika yang sedang melakukan penelitian perilaku lutung Jawa (Trachypithecus auratus) sambil melihat langsung salah satu jenis primata ini di lokasi.
Selanjutnya dia menuju ruang film Suryakencana di Kantor Balai – Cibodas.
Di ruang khusus tersebut, dia mendengarkan penjelasan Wahju Rudianto mengenai inovasi-inovasi yang sudah dilakukan Balai Besar TNGGP, di antaranya: booking online yang menang sebagai juara terbaik kedua dalam SINOLINGHUT (Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik) tahun 2018 dan Eduwisata Virtual Eco Office Gede Pangrango yang baru diluncurkan 5 Juni 2020 (bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia).
Dalam kesempatan itu, Wiratno memberikan arahan 10 cara baru tata kelola kawasan konservasi yaitu masyarakat sebagai subyek pengelola; penghormatan pada HAM; kerjasama lintas eselon I KLHK; kerjasama lintas Kementerian; penghormatan nilai budaya dan adat multilevel leadership; Scientific Based Decision Support System; Resort (field) Based Management; Reward and Mentorship; dan terakhir, Learning Organization.
Selepas itu Wiratno pun melihat dan memberikan arahan tentang diorama sebagai wahana informasi dan pendidikan konservasi bagi pengunjung.
Diujung kunjungan hari keduanya di TNGGP, tak lupa dia memberikan arahan terkait aset, inovasi, persiapan new normal, kerjasama penguatan fungsi, bioprospeksi, dan dampak ekonomi bagi masyarakat.
Persiapan New Normal
Sebelumnya, di hari pertama berkunjung ke TNGGP, Sabtu (6/6/2020), Wiratno tampil dalam diskusi tentang pengelolaan TNGGP serta persiapan kondisi tapak dalam persiapan pembukaan wisata dan pendakian di era “New Normal”.
Dia mendapat informasi dari Wahju Rudianto bahwa formulasi protokol pelayanan wisata dan pendakian masa “New Normal” di TNGGP tengah dipersiapkan, yang dikemas dalam implementasi protokol Covid-19 dengan mengutamakan keselamatan dan kenyamanan pengunjung/pendaki, dan sudah dilakukan sosialisasi secara internal sampai tingkat resort.
Dalam diskusi tersebut, Wiratno memberikan motivasi kepada para Kepala Resort dan Pejabat Fungsional Tertentu (Pengendali Ekosistem Hutan/ PEH, Polisi Kehutanan/ Polhut, dan Penyuluh Kehutanan).
“Setiap Kepala Resort wajib mengetahui kondisi wilayah kerjanya baik potensi maupun permasalahannya," imbaunya.
Khusus untuk Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) diharuskan mempunyai spesifikasi keahlian, baik satwa atau tumbuhan tertentu, wisata maupun pun pendidikan lingkungan.
"Buat Polisi Kehutanan (Polhut) dan Penyuluh Kehutanan agar mempunyai program kegiatan sesuai dengan Tupoksi dan potensi serta kendala/ permasalahan di setiap wilayah kerjanya," pungkas Wiratno seraya menambahkan kalau kunjungannya selama 2 hari ke TNGGP itu dalam rangka memantau persiapan kondisi tapak untuk menyongsong “New Normal” serta inovasi dalam pengelolaan kawasan konservasi yang secara administratif mencakup wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi di Provinsi Jawa Barat ini.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok.balai besar tnggp
0 komentar:
Posting Komentar