. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 01 Februari 2020

Monolog Wanodja Soenda dalam Bidikan Apik Fotografer Musa

Memotret event pementasan teater terlebih di dalam ruangan (indoor) dibutuhkan skill dan kiat khusus agar bisa membuahkan karya foto-foto yang apik, unik, dan artistik.

Bagi Musa Sa'iq, fotografer yang baru-baru ini mengabadikan event teater bertajuk Monolog Wanodja Soenda di Grand Ballroom, Hotel Savoy Homann, Bandung, memotret event teater itu punya keasyikan tersendiri.

"Kalau dibilang asyiknya justru bukan karena bisa motret aktris-aktrisnya, tapi lebih nunggu kejutan-kejutan di luar naskah, improvisasi, dan eksplorasi gestur aktor/aktris di panggung," ungkapnya kepada TravelPlus Indonesia, Sabtu (1/2/2020).

Kata dia, memotret dimanapun terlebih itu event teater dalam ruangan pasti akan berhadapan dengan berbagai kendala.

Biasanya, kendalanya itu lebih ke teknis seperti panggung yang tidak terlalu tinggi dan blocking yang sedikit meleset dari arah lighting

"Satu lagi, intensitas lighting yang belum ideal untuk mata lensa. Tidak jauh dari itu sih untuk kendalanya," terang Musa yang mengaku memotret event teater pertama kali tahun 2015 dan tidak mesti selalu indoor

Menurut Musa ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh teman-teman fotografer yang baru memulai terjun di event teater.

Pertama, karena event teater berbeda dengan event lain semisal event musik, pilihlah satu spot paling nyaman, ideal, dan tidak pindah. 

"Lebih bagus lagi kalau memang terlibat dalam produksinya," ungkap Musa yang dalam event Monolog Wanodja Soenda memang bertugas di bagian dokumentasi dari Mainteater Bandung.

Sebaiknya fotografer pun tidak hanya mendokumentasikan melainkan pula ikut proses awal dari reading sampai gladi resik (GR). "Dengan begitu bisa jadi memudahkan fotografer menangkap momen mana saja yang tepat untuk diabadikan," jelasnya.

Koordinasi dengan penata cahaya juga sangat penting untuk penyesuaian komposisi pencahayaan di kamera.

"Jangan lupa bawa lensa zoom atau lensa sapujagat untuk memudahkan pengambilan gambar. Kurang lebih gitu," terang Musa yang tinggal di Bandung dan bergabung di media online buruan.co serta Mainteater sebagai dokumentasi.

Buat Musa, memotret Monolog Wanodja Soenda bukan untuk menghasilkan karya masterpiece melainkan lebih kepada kepuasan/impresif, contohnya beberapa foto Lasminingrat yang diperankan Maudy Koesnaedi sebagaimana diunggah di akun Instagram (IG)-nya @musabinhamdani, terutama di slide 4, 5, 8, dan 9.

"Alasannya, ditiap adegan itu, si-aktris sedang memberi ruang imajinasi lain yang lebih kontekstual, khususnya. Semacam pos ke  pos perjalanan spiritual dari meditasi," jelas Musa.

Sebagai informasi Monolog Wanodja Soenda dimainkan dengan bagus oleh Maudy Koesnaedi sebagai Raden Ayu Lasminingrat, Rieke Dyah Pitaloka (Ema Poeradiredja), Sita Nursanti (Raden Dewi Sartika), dan Inaya Wahid sebagai Narator. 

Pementasan yang diproduseri Heni Smith yang tak lain direktur The Lodge Group ini, berkisah tentang perjuangan tiga perempuan Sunda yang berkiprah di bidang politik, pendidikan, dan seni budaya pada era Hindia Belanda di Bandung tahun 1850 hingga 1930-an.

Ketiganya sama-sama bersemangat melakukan perlawanan sesuai skill-nya masing-masing.

Monolog dibuka dengan kisah Ema Poeradiredja yang aktif sebagai anggota Jong Java dan Jong Islamieten Bond (JIB).

Diceritakan pula bagaimana Ema terlibat dalam Kongres Pemuda hingga akhirnya menjadi perempuan pertama yang duduk di Dewan Kota Bandung.

Babak berikutnya, penonton dibawa untuk menyimak kisah Dewi Sartika yang memperjuangkan pendidikan untuk anak-anak perempuan.

Dewi kemudian mendirikan Sakola Istri yang merupakan sekolah khusus perempuan pertama di Hindia Belanda.

Sesi ketiga menceritakan peran Lasminingrat yang rajin menerjemahkan buku-buku Belanda ke Bahasa Sunda.

Lewat sejumlah karya sastra yang disadurnya, Lasminingrat ingin masyarakat Indonesia cerdas, berpengetahuan luas.

Bagi Maudy, berperan sebagai Raden Ayu Lasmaningrat telah membuka jalan buatnya mengenal sosok inspiratif perempuan intelektual, penggerak literasi dari Garut, Jawa Barat.

Mengenalnya, lanjut Maudy semakin membuka mata bahwa perempuan harus cerdas dan mempunyai wawasan pengetahuan yang luas agar kelak dapat merawat anak bangsa menjadi dewasa dengan pola pikir maju.

"Apa yang diperjuangkan oleh Lasminingrat di zaman tersebut masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. Penting untuk kita sebagai perempuan terus belajar mengembangkan diri demi anak-anak kita, demi bangsa dan negara ini," urai Maudy sebagaimana dituang di IG pribadinya @maudykoesnaedi.

Akting Maudy sebagai Lasminingrat pun dipuji oleh Zulfa Nasrulloh sebagai penulis naskah monolog ini. "Malam itu teh Maudy begitu total. Ketenangannya, emosinya, membuka tafsir kita pada tokoh yang rekam jejaknya begitu jauh dari zaman kita saat ini," ungkap Zulfa yang dilontarkan lewat IG-nya @zulfanasr.

"Sukses Lasminingrat yang cantik," begitu komentar aktris Happy Salma @happysalma juga buat penampilan Maudy malam itu.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: musa sa'iq @musabinhamdani 

Captions:
1. Maudy Koesnaedi memerankan Raden Ayu Lasminingrat dalam pementasan monolog Wanodja Soenda di Grand Ballroom Hotel Savoy Homann, Bandung, Rabu (29/1/2020)
2. Penampilan Maudy yang total dapat banyak pujian.
3. Maudy sangat cocok berperan sebagai Lasmaningrat.
4. Salah satu aksi Maudy hasil jepretan fotografer Musa Sa'iq.
5. Inaya Wahid  lberperan sebagai Narator.
6. Rieke Dyah Pitaloka saat  menampilkan monolog Ema Poeradiredja.
7. Sita Nursanti juga tampil ekspresif sebagai Dewi Sartika.
8. Maudy bersama fotonya sebagai Lasmaningrat yang menginginkan perempuan Indonesia cerdas dan berpengatahuan luas. (dok. @maudykoesnaedi)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP