. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 21 Januari 2020

Gelombang Tinggi Kapal pun Tenggelam, Jadi Ingat Dulu Diamuk Kala-Kala

Kaget banget. Itulah respon awal ketika saya mendengar ada Kapal Phinisi yang ditumpangi sejumlah wartawan terbalik di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Selasa (21/1).

Informasi duka itu saya dapat di sejumlah WAG. 

Ketika pertama dengar info itu, saya langsung berdoa dalam hati (bukan ditebar ke WAG). "Ya Allah, semoga bukan wartawan-wartawan pariwisata yang ngepos di Kemenparekraf. Andai iya semoga selamat, andai bukan semuanya juga tetap selamat:.

Kenapa saya langsung kepikiran ke mereka (adik-adik wartawan Kemenparekraf)?

Maklum dalam kunjungan kerja (kunker) Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Flores, NTT, sejak Minggu (19/1), salah satu pendampingnya adalah Menparekraf Wishnutama.

Berdasarkan pengalaman Menpar sebelumnya (Menpar Arief Yahya), kalau ada tugas memantau pengembangan destinasi wisata, membuka tourism event atau mendampingi kunker big bos-nya (Presiden), selalu membawa tim wartawan untuk meliput. 

Alhamdulillah, ternyata rombongan yang mengalami kecelakaan itu adalah wartawan Istana Kepresidenan yang tengah bertugas meliput kunker Presiden, bukan wartawan Kemenparekraf. 

Alhamdulillah lagi, mereka (para wartawan Istana Kepresidenan itu) semua selamat.

Sebagai sesama wartawan, sekalipun beda bidang liputan dan juga tidak saling kenal, saya tetap respek atas kejadian itu.

Gelombang Tinggi
Hans, staff Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mabar membenarkan informasi terkait kapal tenggelam di Labuan Bajo. 

"Kapal yang membawa rombongan wartawan itu tenggelam di perairan Labuan Bajo, pukul 12.20 WITA," terangnya.

Lokasi kapal tenggelam berdekatan dengan Pulau Bidadari, Labuan Bajo.

"Penyebab kejadian kemungkinan akibat gelombang tinggi," ungkapnya.

Menurut Hans seluruh penumpang dan ABK Phinisi itu selamat. "Saat ini BPBD sedang berkoordinasi dengan SAR dan instansi terkait lainnya," tutupnya.

Peristiwa kapal phinisi yang membawa rombongan wartawan Istana Kepresidenan itu tenggelam, sumpah jadi mengingatkan saya dengan kejadian sekitar 25 tahun lalu, tepatnya tahun 1995.

Ketika itu saya freelance reporter  di sejumlah media, yang berpetualang sendirian (solo adventuring) dari Jakarta ke Flores, termasuk ke Labuan Bajo.

Saya ingat ketika itu masih naik kapal laut Pelni dari Tanjung Priok Jakarta, transit di Surabaya dan berakhir di Pelabuhan Ende (4 hari 3 malam).

Sebelum ke Labuan Bajo, saya jelajahi terlebih dulu obyek-obyek wisata yang ada di Ende antara lain Rumah Pengasingan Bung Karno, Gunung Meja, dan mendaki Gunung Kelimutu sampai ke Danau Tiga Warna atau Danau Kelimutu.

Puas jelajahi Flores bagian Timur, lalu saya naik bus menuju Labuan Bajo untuk menjelajahi Flores bagian Barat.

Setibanya di Labuan Bajo (ketika itu masih sepi, belum ada hotel tapi turis bule sudah banyak).

Setelah keliling Labuan Bajo antara lain ke pelabuhan, pantai dan pasar, esoknya saya numpang perahu motor yang disewa pasangan bule asal Eropa, saya lupa namanya (laki dan perempuan, usianya belum separuh abad, seingat saya keduanya dari Inggris).

Saya diijinkan numpang perahu mereka, lantaran kapal feri yang melewati perairan Pulau Komodo, sudah berangkat kemarin.

Ketika itu kapal feri hanya satu atau dua kali seminggu bertolak dari Labuan Bajo ke Sape, NTB.

Kalau menunggu kapal feri lagi sudah tentu buang waktu, akhirnya saya minta ijin menumpang perahu dua bule itu, dan Alhamdulillah mereka perbolehkan.

Kala-Kala
Cuaca di awal pelayaran dengan kapal kayu milik orang Bajo, nahkodanya kalau tidak salah Ahmad (usianya sekitar 30-an), cukup cerah.

Saya pun sempat dibuai pemandangan laut biru tenang dengan pulau-pulau kecil coklat berbukit yang menemani awal perjalanan menuju Loh Liang, Pulau Komodo.

Ketika perahu mulai memasuki perairan Batu Tiga, suasana yang semula nyaman berubah mencekam. Ombak berputar diiringi angin badai, menguncang dan memainkan perahu tak tentu arah.

Perairan Batu Tiga terletak di antara Teluk Labuanbajo dan Pulau Komodo. Disebut begitu karena di sekitarnya ada 3 gugus pulau batu yang berjajar.

Bagi masyarakat setempat yang dominan berasal dari Suku Laut Bajo dan Bugis, perairan Batu Tiga dinilai angker.

Saat musim Barat seperti bulan Januari, arus lautnya kadang bergerak tak beraturan, membuat pusaran yang bergerak cepat sampai berbusa dan bersuara seperti ular berdesis wuzzz...

Arus turbulen itu oleh penduduk di sana dinamakan Kala-Kala.

Saat musim Tenggara, Juli–Agustus, banyak perahu, speed boat bahkan kapal feri pernah jadi mainan keganasan Kala-Kala sampai meminta korban.

Untunglah Ahmad, nahkoda perahu yang asli Labuan Bajo itu begitu cekatan mengemudikan perahu.

Dia pun tampak tenang-tenang saja, seolah tak ada marahabaya. Bahkan sempat menenangkan kami yang pucat pasi dan ketakutan.

"Bapak-bapak dan ibu tenang aja, saya sudah biasa menghadapi cuaca seperti ini,” jelasnya sambil memainkan setir perahu.

Di pojok perahu, pasangan turis bule itu saling berpegang erat takut terlepas. Bule perempuan sempat menangis lantaran terpental dan kepalanya terbentur atap perahu.

Tak ada yang bisa saya lakukan saat itu, kecuali berzikir dan berdoa. “Ya Allah.., yaa Tuhanku, jangan Engkau akhiri hidup hamba di sini,” begitu pinta hati seraya berharap cuaca kembali normal dan perahu selamat sampai Loh Liang.

Bayangkan, kejadian mencemaskan itu berlangsung hampir satu jam.  

Alhamdulillah doa saya didengar Tuhan. Perahu berhasil keluar dari pusaran.

Saya dan pasangan bule itu memberi selamat kepada sang nahkoda atas kepiawaiannya.

Setibanya di  Pulau Komodo, perut saya keroncongan. Langsung ke penginapan mengambil parafin (gas padat), kompor lapangan, dan nasting (wadah untuk memasak).

Usai 1 bulan lebih berpetualang sendirian di Flores, Lombok, dan Bali, pengalaman diterjang Kala-Kala itu kemudian saya tulis dan dimuat di beberapa koran dan majalah ber-oplah besar di Jakarta ketika itu.

Sejak kejadian itu (sumpah lagi), saya sempat trauma setiap kali berlayar dengan kapal-kapal kayu kecil ke pulau-pulau yang jauh di tengah lautan, apalagi saat cuaca tak bersahabat.

Alhamdulilah, trauma itu perlahan lenyap. Namun sampai sekarang, kejadian diterjang Kala-Kala di perairan menuju kerajaan Komodo itu, tetap saja lekat dalam ingatan.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Perairan di kawasan TN Komodo, Labuan Bajo, Mabar, NTT yang berpanorama amat menawan.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP