. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Rabu, 22 Januari 2020

Berwisata ke Destinasi Berbalut Harmoni, Menebalkan Rasa Toleransi

Berwisata bukan cuma urusan senang-senang apalagi 'pelesiran' malam. Berwisata bukan semata kulineran sana-sini, isi perut sepuasnya biar kenyang. Berwisata bukan hanya naik gunung atau santai di pantai lalu seenaknya buang sampah sembarang.

Sejatinya masih banyak aktivitas wisata bermanfaat yang bisa dilakukan, salah satunya berwisata ke destinasi berbalut harmoni. Apa itu? 

Tak sulit mencari destinasi berbalut harmoni di negeri majemuk ini.

TravelPlus Indonesia mencatat sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya hingga kampung di ujung perbatasan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) memiliki destinasi seperti yang dimaksud.

Di Jakarta, kalau Anda ingin melihat destinasi wisata berbalut harmoni, datang saja ke Kecamatan Sawah Besar, dekat Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Di sana ada dua buah bangunan megah yang menjadi tempat ibadah dua pemeluk agama yang berbeda yaitu Islam dan Kristen.

Kedua rumah ibadah tersohor itu adalah Masjid Istiqlal di Jl. Taman Wijaya Kusuma yang berpredikat sebagai masjid terbesar se-Asia Tenggara dan Gereja Katedral di Jl. Katedral No.7B yang dibangun berdampingan.

Lokasi berikutnya, pergi saja ke depan gerbang Pelabuhan Tanjung Priok di Jl. Enggano, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Di sana ada Masjid Al Muqarrabien dan Gereja Manahaim yang letaknya bersisian dan berbagi tembok dan dinding yang sama.

Selanjutnya ke Jl. Teluk Gong Raya No. 1, Penjaringan, Jakarta Utara. Di sana ada Wihara Satrya Dharma dan Masjid Jami Nurul Falah yang letaknya juga bersebelahan. 

Menariknya lagi Wihara Satrya Dharma dan Masjid Nurul Falah itu disebut sebagai "besaudara", karena pembangunan masjid dibantu oleh pihak Wihara, termasuk saat masjid ini mengalami kebakaran.

Kabarnya bantuan tersebut merupakan bentuk balas budi pihak Wihara terhadap pengurus dan jamaah masjid karena ketika meletus kerusuhan Mei 1998, para pengurus dan jamaah masjid berjaga di depan wihara dan mengusir massa yang hendak merusak wihara.

Tempat lainnya, Anda bisa datangi Rawamangun, Jakarta Timur, tepatnya di Jl. Daksinapati Raya. 

Disana ada Pura Aditya Jaya yang berdekatan dengan Masjid 'Al Taqwa.

Pura Aditya Jaya yang berornamen Bali dan berdiri sejak  1973, merupakan pura terbesar dan pertama yang didirikan di Jakarta. Sedangkan Masjid Al Taqwa yang bersebelahan dengan pura, dikenal sebagai Mesjid Kampus UNJ (Universitas Negeri Jakarta).

Selama ini selalu ada kerjasama yang baik antar-pengurus pura dan masjid. Contohnya saat Nyepi, lahan parkir masjid dipakai untuk pengunjung pura, begitupun sebaliknya saat ibadah Jumatan.

Kalau Anda ke Pluit, Jakarta Utara, tepatnya di Pluit Barat Raya, di sana ada Kuil Shiva Mandir dan Wihara Satya Dharma.

Shiva Mandir adalah Kuil Hindu India terbesar di Jakarta yang berdiri sejak awal tahun 2000-an. Sedangkan Wihara Satya Dharma sudah jauh lebih dulu berdiri.

Menariknya Kuil Shiva Mandiri sama sekali berbeda dengan pura meskipun sama-sama rumah ibadah umat Hindu.

Kuil Shiva Mandir itu rumah ibadah Hindu India yang banyak terdapat di Malaysia dan Singapura. Cirinya dihiasi oleh berbagai patung dewa seperti Krisna dan Shiwa.

Jamaah Kuil Shiva Mandir kebanyakan orang orang Jakarta dan ekspatriat keturunan India.

Di Kota Medan, Sumut juga ada kuil Hindu seperti itu. Namanya Kuil Shri Mariaman tepatnya di Jl. Teuku Umar No.18, Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah.

Kalau Anda ke Bandung, Jawa Barat, destinasi terkait yang bisa disambangi berada di Gang Ruhana, Kelurahan Paledang RT 01/RW 02, Kota Bandung.

Di gang itu ada Gereja Pantekosta. Kemudian, saat masuk ke gang sekitar 50 meter tepat di belakang gereja, ada  masjid bernama Masjid Al Amanah, dan di samping masjid berdiri Wihara Giri Meta.

Wihara di gang itu berdiri sejak 1946. Sedangkan gerejanya tahun 60-an dan masjid berdiri pada 2014 atas swadaya masyarakat.

Kendati masjid, vihara, dan gereja dibangun berdekatan tapi warganya hidup rukun saling tolong menolong, karena itu gang tersebut dinamakan Kampung Toleransi.

Menariknya kalau Anda masuk gang akan disambut lukisan mural, berupa lukisan tiga tempat ibadah tersebut sebagai gambaran walaupun berbeda-beda tapi bisa terus hidup harmoni.

Di Kota Pahlawan, Surabaya juga ada destinasi berbalut harmoni, tepatnya di perumahan Royal Residence, Wiyung.

Di sana ada enam rumah ibadah yang pembangunannya dimulai pada 2017 yakni masjid, gereja Katolik, gereja Kristen Protestan, pura, vihara, dan klenteng, berjajar berdampingan jadi satu.

Jarak antar-rumah ibadah yang berjajar itu, masing-masing hanya tiga meter.

Guna mengantisipasi perbedaan pendapat antar-pemeluk agama, kegiatan-kegiatan besar tidak boleh dilakukan dengan jadwal yang sama. Tujuannya agar pemeluk agama lain tidak terganggu.

Kalau Anda ke Kota Apel Malang, Jawa Timur, ada dua tempat ibadah berbeda agama yang dibangun berdampingan, yaitu Masjid Agung Jami 'dan GPIB Immanuel. Dua tempat ibadah ini telah berdampingan selama lebih dari 100 tahun.

Masjid Agung Jami dibangun pada tahun 1875, sedangkan gereja ada dari tahun 1861.

Di kampung halaman Presiden Jokowi, Solo ada Gereja Kristen Jawa Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah yang berdempetan dan saling berbagi tembok

Uniknya lagi ternyata alamat dari dua bangunan ini sama, yaitu di Jalan Gatot Subroto No. 222, Solo. 

Kedua bangunan yang terletak di jalan besar yang membelah kota Solo bagian Selatan menjadi dua bagian ini menjadi destinasi berbalut harmoni yang unik.

Untuk mencegah konflik, masing-masing pengurus dari kedua bangunan peribadatan ini saling bekerjasama membangun sebuah tugu lilin.

Tugu lilin tersebut adalah bentuk janji kedua pengurus bahwa mereka akan mengedepankan toleransi dan kerukunan antarumat beragama dalam setiap aktivitas mereka. Jadi bukan cuma sekadar simbol.

Misalnya saat Hari Lebaran jatuh pada Minggu, pimpinan GKJ akan membatalkan jadwal kebaktian atau misa di hari itu dan memindahkannya ke hari yang lain, supaya umat Muslim bisa Shalat Idul Fitri dengan nyaman.

Begitupun pada bulan Ramadhan, pihak gereja juga menyiapkan makanan dan minuman untuk berbuka puasa umat Muslim.

Di Pulau Dewata, Bali juga ada destinasi bernuansa harmoni, tepatnya di Pusat Peribadatan Puja Mandala, Nusa Dua, di perjalanan dari Nusa Dua menuju ke Uluwatu.

Di sana terdapat 5 rumah ibadah yang terletak dalam satu komplek yakni Masjid Agung Ibnu Batutah; Gereja Katholik, Paroki Maria Bunda Segala Bangsa; Vihara Buddha Guna; Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Dua; dan Pura Jagatnatha.

Masjid Agung Ibnu Batutah memiliki tiga lantai dan lantai pertama diperuntukkan bagi kaum wanita. Warna kuning lebih mendominasi masjid ini.

Gereja Katholik, Paroki Maria Bunda Segala Bangsa. Di depan bangunan utamanya terdapat menara lonceng. 

Vihara Buddha Guna terdapat banyak patung di luar bangunan. Warna putih dan emas mendominasi vihara ini.

Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Dua, juga memiliki menara lonceng. Sedangkan Pura Jagatnatha terbuat dari batu berwarna hitam dan terdapat gapura pintu masuk.

Kelima rumah ibadah Nusa Dua mencerminkan Bhineka Tunggal Ika. 

Lain lagi di Minahasa dan Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara (Sulut).

Kalau Anda ke Bukit Kasih, Desa Kanonang, Kabupaten Minahasa, ada lima rumah ibadah sangat berdekatan yakni gereja Katolik, gereja Kristen, vihara Buddha, masjid, dan pura Hindu.

Lokasi kelima rumah ibadah yang dibangun tahun 2002 itu berada di puncak kedua. Untuk sampai ke tempat 5 rumah agama tersebut dari puncak pertama dengan menaiki anak tangga dari sebelah kiri atau kanan.

Di puncak pertama ada melihat salib putih yang tingginya mencapai 53 meter yang bisa dilihat dari Pantai Boulevard, Manado. Di tempat ini juga diyakini sebagai tempat asli nenek moyang suku Minahasa, Toar dan Lumimuut tinggal.

Bukit Kasih yang menjadi contoh destinasi kedamaian antarumat beragama ini terletak sekitar 55 Km arah Selatan Manado atau sekitar 2 jam berkendara dari Manado. 

Sementara di Kabupaten Minahasa Tenggara, tepatnya di Desa Ratatotok, dekat obyek wisata Pantai Lakban, ada gereja dan masjid berdiri tanpa tembok pemisah.

Dua bangunan itu menyatu dalam satu halaman.

Saat ibadah Minggu siang, penjaga masjid tak menyalahkan pengeras suara saat sembayang begitu sebaliknya. Sedangkan saat Natal, umat Muslim-nya menjaga Gereja dan saat Idul Fitri warga Kristen yang berjaga di depan Masjid.

Di Manado, ada Masjid At-Taqwa di Jl. Manguni 9, Perkamil, Paal Dua yang dikelilingi oleh beberapa gereja.

Kendati begitu realitanya, kerukunan umat beragama di sana sangat akrab sejak dahulu hingga kini.

Satu sama lain saling mengunjungi saat hari raya keagamaan, saling bergantian melakukan penjagaan di rumah-rumah ibadah ketika hari raya.

Misalnya kala Idul Fitri, masjid dijaga umat Kristen, begitupun sebaliknya sewaktu ibadah Natal dan Tahun Baru, umat Muslim turut membantu pengamanan di gereja-gereja sekitar. 

Tak berlebihan Ibukota Sulut yang berjuluk Kota Tinutuan ini pada tahun 2017 menyabet penghargaan Kota paling Toleran di Indonesia. 

Masih di Sulut, tepatnya di Bitung ada satu mesjid yang berdampingan dengan dua gereja sekaligus yakni Masjid AL-Fajar Tandurusa dengan Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) Siloam Tandurusa dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) Tandurusa.

Tiga tempat ibadah yang lokasi tepatnya di Tandurusa Lingkungan 2, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung ini sudah lumayan lama berdiri dan jemaatnya hidup berdampingan. 

Masjid AL-Fajar Tandurusa berdiri tahun 2004, GMAHK Tandurusa dibangun pada 15 Desember 1997 dan KGPM Siloam Tandurusa yakni 3 Maret 1963.

Kalau Anda ke Kupang, ada Gereja HKBP Kota Baru dan Masjid Al-Muttaqin yang bersebelahan dan pengurusnya sama-sama menyatakan telah hidup berdampingan selama puluhan tahun.

Lain lagi di Muntok, Ibukota Kabupaten Bangka Barat, Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung.

Di sana ada Klenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami’ di Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok yang berdiri berdampingan sebagai cermin toleransi.

Kedua bangunan ikonik Kota Muntok itu dibangun pada era abad ke-18. 

Masjid Jami' yang menjadi masjid pertama di Muntok dibangun secara gotong royong antara Muslim dengan non-Muslim.

Sejak itu masjid dan klenteng ini pun menjadi simbol toleransi Kota Muntok.

Destinasi wisata berbalut harmoni yang terakhir ada di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), tepatnya di Kampung Tua Penagi, Kelurahan Bandarsyah, Kecamatan Bunguran Timur.

Di sana ada Surau Al Mukoramah dan Klenteng Pu Tek Chi yang bersebelahan.

Uniknya kedua rumah ibadah umat Muslim dan Kong Hu Chu itu selain berdekatan juga berada di atas permukaan Laut Natuna.

Itulah sederet destinasi wisata berbalut harmoni di sejumlah kota dan pelosok di negeri multietnis, kultural, dan multiagama ini. 

Menjelajahi destinasi-destinasi tersebut bukan hanya menambah wawasan sejarah dan meningkatkan ibadah agama masing-masing, pun sekaligus mempertebal rasa toleransi.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal salah satu bukti adanya destinasi wisata berbalut harmoni di Jakarta. (foto: dok.@yuriparinduri)
2. Suasana dalam Masjid Istiqlal Jakarta. (foto: adji)
3. Surau Al Mukoramah bersebelahan dengan Klenteng Pu Tek Chi di Kampung Tua Penagi, Kabupaten Natuna, Kepri. (foto: dok.@qqfirdaoes)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP