Intip Tradisi Maulid Nabi dari Lombok Sampai Aceh
Sejumlah daerah punya tradisi dalam memperingati hari Kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW setiap Rabi'ul Awwal atau dikenal dengan bulan Maulid.
Di Yogyakarta dan Surakarta misalnya sejak dulu menggelar Sekaten dalam mengisi bulan Maulid. Sekaten yang diambil dari kata syahadatain atau dua kalimat syahadat itu digelar selama 20 hari dan puncak perayaannya dinamakan upacara Grebeg.
Lain lagi di Kudus, Jawa Tengah, punya tradisi Kirab Ampyang Maulid untuk memperingati kelahiran nabi Muhammad SAW sekaligus syiar.
Sementara di Magetan, tepatnya di Desa Durenan, Kecamatan Sidorejo Kabupaten Magetan punya tradisi Maulid Nabi dengan berbagi-bagi buah pisang yang sudah dilakukan.
Umat Muslim desa setempat, membaca shalawat sejak pagi hingga sore, layaknya umat muslim.
Mereka umumnya membawa buah pisang. Tapi ada juga yang membawa makanan atau ambengan ke masjid setempat.
Selepas bershalawat bersama, mereka membagi-bagikan pisang antarjamaah.
Buah pisang juga identik dengan perayaan Maulid di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Pisang yang diminati adalah Pisang Agung.
Daerah penghasil terbesar Pisang Agung di kabupaten ini adalah Senduro yang berada di ketinggian 475-600 meter dari permukaan laut.
Pisang satu ini dapat juga dimakan secara langsung. Tapi banyak juga yang mengolahnya menjadi dodol, selai, keripik pisang, dan sale.
Kulitnya relatif tebal dan keras, semakin masak kulitnya kehitaman dan rasanya pisangnya semakin manis.
Salah satu lokasi untuk membeli Pisang Agung di Pasar "Gedang Lumajang", Wates Wetan, Kecamatan Ranuyoso.
Pasar tersebut merupakan pusat Pasar Pisang terbesar se-Jawa Timur.
Umat Muslim Bali juga punya tradisi Maulid yang dikenal dengan mengarak Bale Saji yang berisi hiasan bunga yang terbuat dari kertas dan telur.
Di sejumlah kampung Muslim lainnya juga memiliki cara tersendiri dalam memperingati Maulid.
Sementara di Lombok, Nusa Tenggara Barat biasanya perayaan Maulid nabi digelar dengan mengadakan ritual-ritual khusus seperti pembacaan shalawat nabi dan pembacaan syair al-Barzanji.
Bermacam lomba pun digelar dan biasanya dipusatkan di Masjid, seperti lomba adzan dan tilawatil Qur’an serta arak-arakan mengelilingi kampung.
Masyarakat Aceh pun punya tradisi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW pada Beluen Maulod (Bulan Maulid) yang dinamakan Meudike.
Meudike jika diartikan dalam Bahasa Indonesia, artinya berzikir.
Banyak makna positif yang terkandung dalam Meudike, antara lain ada semangat silaturahmi/kebersamaan/kegotongroyongan.
Gerakan Meudike bervariasi. Ada gerakan duduk dan berdiri, membaca shalawat, kitab berzanji, dan menyampaikan pesan-pesan agama dalam Bahasa Aceh maupun Bahasa Indonesia.
Gerakan dalam Meudike seperti bunga yang tengah menguncup lalu merekah.
Kalau dilihat dari atas, bak terumbu karang yang bergerak-gerak terbawa arus di dasar laut.
Saat pelaksanaan Meudike, warga pun membawa nasi, lauk-pauk, es, bermacam buah, dan kue untuk dimakan bersama selepas Meudike, lalu sisanya dibawa pulang.
Meudike umumnya dilakukan pada malam hari. Sementara untuk Meudike siang diadakan hanya satu hari dan boleh dibilang menjadi puncaknya perayaan maulid Nabi ini.
Saat Meudike siang, warga menyiapkan dalong atau keranjang rotan dengan isi berbagai macam lauk pauk dan buah yang sudah disusun rapi di dalamnya.
Keranjang rotan tersebut ditutup selembar kain bermotif atau disebut Sangai sehingga keranjang itu berpenampilan cantik.
Dulu nasi yang disediakan dalam Meudike berupa nasi yang dibungkus dengan daun pisang muda berbentuk piramida atau disebut bentuk Bu kulah.
Namun belakangan, masyarakat lebih memilih menggunakan nasi kotak atau nasi bungkus karena dianggap lebih praktis.
Ada juga Bulukat atau Pulut dan Nasi Minyak yang beraroma harum karena dimasak dengan bermacam rempah-rempah khas Aceh.
Di beberapa gampong (kampung), Meudike pun diperlombakan.
Kelompok Maulid yang paling kompak gerakannya, menarik kostumnya, dan fasih bacaannya akan dinobatkan sebagai pemenang.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Di Yogyakarta dan Surakarta misalnya sejak dulu menggelar Sekaten dalam mengisi bulan Maulid. Sekaten yang diambil dari kata syahadatain atau dua kalimat syahadat itu digelar selama 20 hari dan puncak perayaannya dinamakan upacara Grebeg.
Lain lagi di Kudus, Jawa Tengah, punya tradisi Kirab Ampyang Maulid untuk memperingati kelahiran nabi Muhammad SAW sekaligus syiar.
Sementara di Magetan, tepatnya di Desa Durenan, Kecamatan Sidorejo Kabupaten Magetan punya tradisi Maulid Nabi dengan berbagi-bagi buah pisang yang sudah dilakukan.
Umat Muslim desa setempat, membaca shalawat sejak pagi hingga sore, layaknya umat muslim.
Mereka umumnya membawa buah pisang. Tapi ada juga yang membawa makanan atau ambengan ke masjid setempat.
Selepas bershalawat bersama, mereka membagi-bagikan pisang antarjamaah.
Buah pisang juga identik dengan perayaan Maulid di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Pisang yang diminati adalah Pisang Agung.
Daerah penghasil terbesar Pisang Agung di kabupaten ini adalah Senduro yang berada di ketinggian 475-600 meter dari permukaan laut.
Pisang satu ini dapat juga dimakan secara langsung. Tapi banyak juga yang mengolahnya menjadi dodol, selai, keripik pisang, dan sale.
Kulitnya relatif tebal dan keras, semakin masak kulitnya kehitaman dan rasanya pisangnya semakin manis.
Salah satu lokasi untuk membeli Pisang Agung di Pasar "Gedang Lumajang", Wates Wetan, Kecamatan Ranuyoso.
Pasar tersebut merupakan pusat Pasar Pisang terbesar se-Jawa Timur.
Umat Muslim Bali juga punya tradisi Maulid yang dikenal dengan mengarak Bale Saji yang berisi hiasan bunga yang terbuat dari kertas dan telur.
Di sejumlah kampung Muslim lainnya juga memiliki cara tersendiri dalam memperingati Maulid.
Sementara di Lombok, Nusa Tenggara Barat biasanya perayaan Maulid nabi digelar dengan mengadakan ritual-ritual khusus seperti pembacaan shalawat nabi dan pembacaan syair al-Barzanji.
Bermacam lomba pun digelar dan biasanya dipusatkan di Masjid, seperti lomba adzan dan tilawatil Qur’an serta arak-arakan mengelilingi kampung.
Masyarakat Aceh pun punya tradisi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW pada Beluen Maulod (Bulan Maulid) yang dinamakan Meudike.
Meudike jika diartikan dalam Bahasa Indonesia, artinya berzikir.
Banyak makna positif yang terkandung dalam Meudike, antara lain ada semangat silaturahmi/kebersamaan/kegotongroyongan.
Gerakan Meudike bervariasi. Ada gerakan duduk dan berdiri, membaca shalawat, kitab berzanji, dan menyampaikan pesan-pesan agama dalam Bahasa Aceh maupun Bahasa Indonesia.
Gerakan dalam Meudike seperti bunga yang tengah menguncup lalu merekah.
Kalau dilihat dari atas, bak terumbu karang yang bergerak-gerak terbawa arus di dasar laut.
Saat pelaksanaan Meudike, warga pun membawa nasi, lauk-pauk, es, bermacam buah, dan kue untuk dimakan bersama selepas Meudike, lalu sisanya dibawa pulang.
Meudike umumnya dilakukan pada malam hari. Sementara untuk Meudike siang diadakan hanya satu hari dan boleh dibilang menjadi puncaknya perayaan maulid Nabi ini.
Saat Meudike siang, warga menyiapkan dalong atau keranjang rotan dengan isi berbagai macam lauk pauk dan buah yang sudah disusun rapi di dalamnya.
Keranjang rotan tersebut ditutup selembar kain bermotif atau disebut Sangai sehingga keranjang itu berpenampilan cantik.
Dulu nasi yang disediakan dalam Meudike berupa nasi yang dibungkus dengan daun pisang muda berbentuk piramida atau disebut bentuk Bu kulah.
Namun belakangan, masyarakat lebih memilih menggunakan nasi kotak atau nasi bungkus karena dianggap lebih praktis.
Ada juga Bulukat atau Pulut dan Nasi Minyak yang beraroma harum karena dimasak dengan bermacam rempah-rempah khas Aceh.
Di beberapa gampong (kampung), Meudike pun diperlombakan.
Kelompok Maulid yang paling kompak gerakannya, menarik kostumnya, dan fasih bacaannya akan dinobatkan sebagai pemenang.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar