. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Kamis, 25 Januari 2018

Inilah Sederet Daya Pikat Kota di Atas Papan, Agats dari Sisi Wisata

Nama Agats di awal tahun ini mencuat. Bukan lantaran berprestasi di sektor pariwisata, melainkan karena Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)-nya dikabarkan menjadi tempat penampungan sekaligus perawatan ratusan anak-anak dari berbagai distrik di Kabupaten Asmat yang terkena campak dan juga gizi buruk lantaran kekurangan asupan nutrisi.

Berita itu pun tersiar luas me-nasional sampai di telinga orang-orang Jakarta lewat media kekinian,  media sosial (medsos) dan online.

TravelPlus Indonesia yang pernah berkunjung ke Agats, Oktober tahun lalu terkejut mendengar kabar itu. Namun tak ingin mengupas soal itu lebih jauh.

Penulisnya hanya ingin menginformasikan daya pikat Agats sebagai salah satu distrik sekaligus ibukota Kabupaten Asmat, Papua dari sisi wisata.

Daya tarik pertama, Agats dijuluki Kota di Atas Papan. Pasalnya hampir seluruh jalan dan gang di kota berluar 30 ribu Km persegi ini terbuat dari papan yang menyerupai jembatan yang terbuat dari kayu besi.

Hanya beberapa jalan utamanya saja yang berpondasikan kerangka baja dan beralas beton yang bahan-bahannya didatangkan dari Surabaya.

Bukan cuma jalan dan gang, hampir semua rumah dan bangunan lainnya juga terbuat dari kayu besi berbentuk rumah panggung yang dihubungkan dengan jembatan kayu satu sama lain.

Udara Agats juga relatif bebas dari polusi kendaraan bermotor. Soalnya alat transportasi utama di dalam kota berjembatan kayu ini adalah sepeda dan motor, itu pun motor listrik bukan BBM.

Keunikan lainnya, Agats disebut juga Kota Rawa karena hampir seluruh daratannya berupa rawa. Oleh karena itu rumah dan bangunan lainnya termasuk jalan diberi penyanggah terutama dari kayu besi di atas rawa yang berlumpur dan berair.

Kendati lokasinya agak di pelosok, kota kayu besi ini sudah dilengkapi berbagai fasilitas umum sebagaimana sebuah kota, seperti puskesmas, rumah sakit umum RSUD Agats, bank, pelabuhan, kantor pemerintahan, sekolah, gereja, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pasar, kantor polisi, koramil, kantor pos, dan beberapa hotel sederhana, antara lain Hotel Sang Surya dan Hotel Asedu Asmat.

Menariknya lagi, Agats juga memiliki museum. Namanya Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.

Museum tersebut menyimpan benda-benda bersejarah Suku Asmat seperti ukiran patung, perisai woramon/perahu adat, panah, busur, terompet, kapak batu, busur, mbis, panel, salawaku, dan lainnya.

Lokasi museum yang juga memuat berbagai informasi mengenai kehidupan Suku Asmat ini terletak 2 Km dari pusat kota.

Di Agats juga ada rumah panjang sekitar 500 meter dari pusat kota. Baik museum maupun rumah panjang di Agats, kerap didatangi wisatawan baik nusantara maupun mancanegara.

Keistimewaan lainnya, meskipun mayoritas penduduknya beragama non-muslim, di Agats sudah ada masjid yang berada di Jalan Yos Sudarso, tak jauh dari lapangan.

Uniknya lagi masjid itu pun terbuat dari kayu mulai dari pondasi, lantai sampai dindingnya. Namanya Masjid An-Nur yang ber-cat warna hijau kombinasi putih dan biru.

Masjid tersebut selain sebagai tempat sholat wajib 5 waktu dan Sholat Jumat bagi umat Muslim yang kebanyakan pendatang, pun menjadi tempat pengajian bagi anak-anak dan orang dewasa.

Selain itu ada Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Asmat dan beberapa restoran Muslim yang menyediakan bermacam menu halal seperti bermacam ikan dan sayur antara lain Rumah Makan An-Nur “Siga Hua” yang berada dekat masjid.

Sejumlah toko pakaian, warung sembako, potong rambut juga sudah ada di sepanjang jalan utama Kota Agats. Umumnya toko dan rumah makan di sana dimiliki para pendatang dari Sulawesi Selatan dan Jawa yang mencoba peruntungan di kota unik ini.

Kota yang terletak di pesisir Selatan Pulau Papua dan menghadap ke Laut Arafura ini pun menjadi Pintu Gerbang bagi para turis yang ingin berpetualang ke sejumlah distrik lain di Kabupaten Asmat.

Dari Agats, wisatawan biasanya menuju sejumlah objek wisata lainnya seperti ke Taman Nasional Lorenz, Pulau Sengsara/Fumaripits, Pantai Bayun, Pulau Tiga/Somel, Pula Lak/Mamats, dan Rawa Baki serta menuju ke rumah di atas pohon.

Boleh dibilang kota ini memegang peranan sangat penting di dalam menjalankan roda perekonomian dan pemerintahan termasuk pariwisata di Kabupaten Asmat.

Selain museum, Agats juga memiliki obyek wisata lainnya yaitu Kampiung Syuru, Pantai Bokap, Pantai Pek, dan atraksi Pesta Budaya Asmat.

Di Kampung Syuru ada rumah khusus para pria Asmat yang masih berstatus bujangan atau belum menikah. Rumah tersebut dinamakan “Jew”.

Rumah berukuran antara 30-60 meter tersebut terdiri satu ruangan dengan beberapa pintu.

Rumah yang biasa juga digunakan untuk pesta-pesta sakral, perang/perdamaian, dan tempat menceritakan dongeng para leluhur ini hampir seluruhnya terbuat dari kayu dengan tidak menggunakan paku besi  serta beratap daun sagu.

Untuk menuju Kampung Syuru bisa berjalan kaki atau naik motor cas atau motor listrik dari Hotel Sang Surya Rp 50 ribu per orang sekali antar.

Dari Kamping Syuru, bisa melanjutkan ke wilayah pedalaman Asmat lainnya seperti Sawaerma atau Asuwetsy.

Daya pikat Agats lainnya menjadi tenpat penyelenggaraan Pesta Budaya Asmat setiap tahun. Tahun lalu, Pesta Budaya Asmat ke-32 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asmat bekerjasama dengan Kurator Museum Asmat, dan Keuskupan Agats ini berlangsung di Lapangan Yos Sudarso yang semuanya terbuat dari kayu besi, selama 6 hari, mulai tanggal 19-24 Oktober.

Pesta Budaya Asmat boleh dibilang menjadi daya tarik utama wisata Agats.

Maklum di pesta ini sejumlah ukiran dan anyaman berkualitas karya para seniman Asmat dari berbagai distrik dipamerkan sekaligus dijual.

Tak heran banyak turis maupun kolektor benda antik dan unik yang datang saat pesta ini untuk tujuan membeli ukiran-ukiran khas Asmat dengan harga miring kemudian dijual di kota asal dengan harga selangit.

Travel Tips
Agats berdekatan dengan Kota Timika, Kabupaten Mimika, oleh karena itu akan lebih mudah mencapai Agats dari Kota Timika dengan menggunakan kapal laut sekitar 10 jam-an. Timika sendiri dapat dijangkau dari Jakarta, Makassar dan kota besar lainnya dengan pesawat.

Kalau dengan pesawat perintis berukuran kecil yang berkapasitas 17 orang dari Bandara Mozes Kilangin, Timika ke Bandara Ewer, waktu tempuhnya lebih cepat. Tarifnya Rp 1,4 jutaan ditambah airport tax Rp 25 ribu per orang tahun lalu.

Dari atas pesawat bisa melihat sejumlah sungai berukuran besar dan kecil yang berkelok-kelok di antara hamparan hutan rawa. Sepintas seperti liukan ular- ular berukuran raksasa.

Setibanya di Bandara Ewer yang masih sangat sederhana dengan bangunan dari kayu, dilanjutkan berjalan kaki melewati jalan kayu besi ke Dermaga Ewer.

Dari dermaga yang juga apa adanya kemudian naik speed boat berkapasitas 6 orang, untuk menyusuri sungai berlebar 500 meter-1.000 meter yang di kiri-kanan berhutan bakau. Ongkosnya Rp 100 ribu per orang dengan waktu tempuh sekitar 30 menit jika arus sungainya tenang. Kabarnya sungainya masih dihuni buaya.

Sebelum sampai di pelabuhan Agats, terutama di pertemuan antara sungai dengan Laut Arafura kalau sedang bercuaca buruk, ombaknya sangat kencang.

Sesampainya di Pelabuhan Agats, naik ojek motor ke Hotel Sang Surya Rp 50 ribu per orang.

Tarif hotel tersebut untuk Non AC Rp 350 ribu, kalau yang AC Rp 440 ribu-Rp 650 ribu per kamar.

Jika ingin ke distrik lain dari Agats, tidak ada akses darat.

Kendaraan yang umum dipakai oleh masyarakat adalah speedboat ataupun longboat dengan mesin motor.

Masih ada juga  masyarakat lokal yang mengunakan kole-kole atau sampan kayu dengan dayung panjang untuk pergi ke kampung lain maupun ke hutan untuk mencari sagu ataupun gaharu.

Intinya perjalanan ke Agats dari Timika amat seru dan kental aroma petualangannya. Terlebih lagi kalau melanjutkan petualangan ke distrik-distrik lain untuk menjelajahi Kabupaten Asmat yang berjuluk Negeri Sejuta Sungai ini.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agats yang menjadi tenpat penampungan dan perawatan ratusan anak-anak Asmat yang terkena campak dan gizi buruk.
2. Rumah dan bangunan panggung di Agats dihubungkan dengan jembatan kayu besi, karena itu Agats dijuluki Kota di Atas Papan.
3. Penulis TravelPlus Indonesia di depan gerbang salah satu hotel di Agats yang juga terbuat dari kayu. (dok. sobatkembara)
4. Masjid An-Nur di Agats yang juga terbuat dari kayu.
5. Speedboat salah satu transportasi ke Agats dan distrik-distrik lainnya di Kabupaten Asmat.
6. Wisatawan tengah mengabadikan para pria Asmat saat berpesta dalam acara Pesta Budata Asmat yang digelar di Agats.
7. Aneka ukiran dan anyaman berkualitas karya para seniman Asmat yang dipamerkan/dijual dalam Pesta Budaya Asmat di Agats.
8. Pesawat perintis berukuran kecil salah satu transportasi tercepat ke Agats dari Timika.
9. Sejumlah sungai di hamparan hutan rawa khas Kabupaten Asmat, Papua sebelum menuju ibukotanya, Agats. 

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP