. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Rabu, 27 Desember 2017

Menyusuri Pelosok Subang, Terpukau Pesona Sunset Pegunungan

Selalu saja ada kejutan saat melakukan perjalanan wisata, terlebih itu wisata alam yang membutuhkan fisik dan mental ekstra. Tanpa diduga, tanpa direncanakan ada saja yang ditemui, entah itu pesona alam, budaya maupun kehangatan penduduknya yang ujungnya menambah kaya cerita dan wawasan.

Itu pula yang kami dapati saat melakukan perjalanan wisata ke pelosok Kabupaten Subang, Jawa Barat, selepas mengikuti Press Tour Cirebon dan Kuningan yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) lewat Biro Hukum dan Komunikasi Publik, baru-baru ini.

Kejutan pertama yang kami temui saat melintasi Jalan Raya Subang-Bandung yang beraspal mulus dengan kontur berliku dan menanjak adalah suguhan Taman Ranggawulung yang rindang dengan pepohonan besar.

Daya tarik utama taman yang berada di ujung tanjakan Pasar Kareumbi – Ranggawulung itu adanya landmark berupa markah (tulisan) “SUBANG” di tepi jalan, depan taman tersebut.

Tulisan bercat warna kuning (sebelumnya berwarna orange) di depan taman yang sudah dilengkapi parkir sepeda motor itu menjadi selfie spot sejumlah pengunjung maupun pelintas.

Kami pun berhenti di tepian jalan depan tulisan itu. Salah satu rekan saya minta diabadikan, dan saya pun begitu.

“Ini buat bukti kalau gue dah ke sini. Ntar gue upload di facebook, itung-itung ikut mempromosikan,” ujarnya.

“Jangan lupa upload di Twitter dan Instagram loe, biar komplit,” balasku. “Siyaaap bossss,” balasnya sambal nyengir.

Di tulisan SUBANG itu, terlihat ada beberapa pengunjung lain, terutama kaula muda yang juga tengah ber-selfie. Di sudut lain terlihat sejumlah anak muda tengah menjaga lahan parkir.

Tulisan Subang itu bukan saja bermanfaat sebagai selfie spot sekaligus melambungkan nama Subang, pun membantu wisatawan yang hendak berkunjung ke taman tersebut. Mungkin kalau tidak ada tulisan itu, bisa saja terlewati.

Di dalam taman yang difasilitasi dengan beberapa tempat duduk itu juga ada markah “Taman Ranggawulung” yang menjadi selfie spot pengunjung.

Biasanya pengunjung yang datang ke taman ini duduk-duduk di bawah rimbunnya pohon sambil menghirup udara segar dan sejuk serta menikmati es kelapa muda.

Kejutan berikutnya, disuguhi kerimbunan hutan kota yang didepannya juga ada tulisan Hutan Kota Ranggawulung berukuran cukup besar dan memanjang. Tulisan itu terpampang di tepian jalan sebelah kiri kalau dari arah Kota Subang.

Landmark tersebut pun menjadi selfie spot para pengunjung maupun pelintas, sekaligus sebagai sarana untuk mempromosikan kepada khalayak bahwa Subang memiliki sebuah hutan kota yang bikin tenang dan teduh, selain taman.

Hutan kota berluas 12.97 hektar yang dihuni belasan ribu pohon dan difasilitasi jogging track ini pun menjadi salah satu tujuan wisata alam di Kota Subang.

Selepas melewati Kota Subang dari arah Selatan, kami teruskan ke Kabupaten Subang. Dari jalan raya utama, kami berbelok ke kanan memasuki Kecamatan Sagalaherang.

Tujuan kami, singgah ke Dusun Sinapeul, Desa Curug Agung. Dari jalan raya utama ke dusun subur itu sekitar 10 Km dengan kondisi jalan variatif, ada yang sudah di-cor mulus dan banyak pula yang sudah rusak aspalnya.

“Ini kita kayak lagi offroad aja,” ujar rekan saya saat melintasi jalan menanjak tapi rusak parah.

Untungnya pemandangan menuju dusun itu sangat menawan, berupa hamparan persawahan subur bak permadani raksasa berlatar perbukitan ijo royo-royo

Sebagian sawahnya sudah menguning, tanda sebentar lagi penduduk setempat pesta panen padi.

Akhirnya kami tiba di tempat yang kami tuju. Alhamdulillah si-empunya rumah begitu ramah.

Kami disuguhkan pisang dan singkong goreng, juga singkong rebus dan beragam opak goreng berbahan singkong serta tak ketinggalan teh manis hangat. Alamak nikmatnya jelang sore itu.

Saat menikmatinya, saya merasa seperti tengah beradat di kampung sendiri yang berada nun jauh di sana. “Kalau lagi di kampung, pagi-pagi biasanya sarapan pisang gepok rebus dan teh manis hangat. Sorenya ngopi sama pisang atau singkong goreng,” ungkapku.

Bagiku, suguhan makanan ala kampung itu jauh lebih nikmat dan lebih cocok di perut ini, ketimbang makanan modern ala negara lain. Apalagi ditambah dengan kehangatan khas warga desa yang tulus.

Selepas mengisi perut dan rehat sejenak, kami lanjutkan perjalanan menuju objek wisata alam Bukit Kapur yang masih berada di kecamatan yang sama.

Kondisi jalannya pun serupa ada yang bagus, ada pula yang rusak. Namun lagi-lagi kami disuguhkan panorama menawan berupa sungai berair deras di sisi kanan dan persawahan subur berlatar perbukitan hijau di sisi kiri.

Pemandangan menawan khas pedesaan pegunungan itulah yag membuat Kecamatan Sagalaherang pernah menjadi lokasi pembuatan sinetron “Si Kabayan” yang diperankan oleh Didi Petet beberapa tahun silam.

Tak sampai 30 menit kami tiba di pintu masuk objek wisata Batu Kapur. Hari sudah sore. Dan nampak sepi.

Pintu gerbang merangkap loket karcisnya sepintas menyerupai atap rumah rumah gadang, Minang.

Di sana ada seorang petugas. Dari dialah saya mendapat informasi, bahwa tiket masuk ke objek wisata ini sebesar Rp 15 ribu per orang. “Kalau camping sekaligus menikmati air panas 30 ribu Rupiah per orang per malam. Tapi alat berkemahnya seperti tenda bawa sendiri,” ujar petugas itu.

Menurut petugas itu objek wisata ini menawarkan tiga titik rekreasi, yaitu kolam pemandian, air terjun, dan wisata sungai berair jernih. “Kolam pemandiannya ada dua, yaitu kolam besar dengan air yang bersuhu normal dan kolam kecil dengan air panas alam langsung dari mata airnya,” tambahnya.

Air terjunnya dikenal dengan nama Curug Agung atau Curug Batu Kapur yang berada di bagian yang lebih tinggi.

“Untuk menjangkaunya, pengunjung harus menapaki anak tangga,” tambahnya.

Sementara wisata sungainya, biasanya digunakan pengunjung untuk bersantai-santai di bebatuannya. Tapi disarankan untuk waspada, terlebih dimusim penghujan.

Rekan saya kembali minta diabadikan. Kali ini di bawah plang bertuliskan Objek Wisata Batu Kapur yang dibuat ala kadarnya. Saya pun tertarik foto di tempat itu. 

Mengingat hari semakin sore, kami lanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta. Rute yang kami pilih bukan lewat jalur semula yaitu Sagalaherang arah selatan Subang, melainkan lewat jalur Dawuan atau arah utara Subang.

Kami melewati beberapa dusun yang berada di tepian sungai. Tapi beberapa rumah warganya terlihat megah sebagaimana kami temui saat melewati jalur Sagalaherang.

Kata rekan saya si pemilik rumah-rumah besar itu kebanyakan pengusaha dan pemborong bangunan yang sukses di Jakarta.

Kondisi jalan yang kami lalui hampir serupa dengan jalur lewat Selatan.

Sebagian sudah beraspal dan ber-cor, sebagian lagi bisa dianggap sebagai jalur offroad lantaran rusak.

Menurut rekan saya, jalur rusak itu disebut ombak banyu karena seperti jalannya berombak bikin badan berguncang-guncang saat melewatinya.

“Jalan rusak di Kabupaten Subang ini sudah menjadi penyakit kronis di Kabupaten Subang,” terang rekan saya.

Kendati akses jalannya belum seluruhnya mulus, untungnya kami kembali terhibur dengan suguhan pemandangan alam pedesaan pegunungan yang memesona khas bumi Parahyangan.

Udaranya pun masih sejuk, sebab daerah ini berada di ketinggian antara 500-1500 meter di atas permukaan laut (Mdpl).

Saat melewat jalan ber-cor, di sisi kiri hamparan terbuka pegunungan dan di sisi kanan aliran sungai yang cukup deras, tak disangka kami disajikan pesona matahari tenggelam (sunset) yang begitu menawan.

Rekan saya kontan meminta mobil diberhentikan.

Dia langsung turun dan mengabadikan fenomena alam nan memukau itu. Saya pun melakukan hal yang sama.

Mataharinya masih bulat memancarkan sinar keemasan sehingga langit sekitarnya ikut menguning kemerahan.

Ditambah dengan gradasi warna hijau kehitaman dari deretan perbukitan dan pegunungan. Amat menawan.

“Wow, ini lebih indah daripada sunset di pantai. Buat yang suka motret, ini sih kado istimewa di ujung tahun,” ujar rekan saya dengan mimik wajah terpukau.

Kami menunggu beberapa menit sampai momen matahari tenggalam itu benar-benar sempurna, yakni setengah matahari tenggelam di batas cakrawala dan sisanya masih menampakkan wujudnya. Dan Alhamdulillah, kami berhasil melihat dan mengabadikanya.

“Kalian beruntung banget. Gue aja udah beberapa kali lewat sini belum sekalipun dapat sunset seindah ini. Apalagi sekarang pas musim hujan,” ungkap rekan saya satu lagi.

Itulah perjalanan wisata, selalu saja ada kejutan tak terduga.

Tinggal bagaimana memanfaatkan kejutan itu sebaik mungkin dengan mengabadikannya lalu menyebarluaskannya lewat foto maupun tulisan dengan tujuan untuk turut mempromosikan potensi wisata daerah itu.

Hari mulai gelap, kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Tentu dengan hati puas dan senyum mengembang lantaran mendapat beragam kejutan menarik dari alam Subang.

Next, kita harus kembali lagi ke sini, kita explore Subang lebih dalam,” ujar rekanku. “Harus itu,” balasku antusias.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo, ig: @adjitropis)
Foto: adji & elfa

Captions:
1. Pesona matahari tenggelam (sunset) di pegunungan khas Subang.
2. Rekan seperjalanan mejeng di markah "SUBANG".
3. Kondisi jalan di pelosok Subang bervariatif.
4. Hamparan padi menguning siap dipanen.
5. Nikmatnya suguhan pisang dan singkong goreng plus teh manis ala dusun di Subang.
6. Penulis narsis di depan gerbang Objek Wisata Bukit Kapur, Subang.
7. Membidik fenomena alam matahari tenggelam di balik perbukitan Subang.
8. Sunset moment di Subang yang sempurna.
9. Rekan seperjalanan mejeng berlatarbelakang sunset Subang.

NB.: Trimakasih buat Mas Yanto, Elfa, dan abang kecil Rian sudah jadi rekan seperjalanan yang mengasyikkan.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP