Wayang Ajen Versus Sisingaan Bakal Semarakkan Pesona Festival Bauran di Subang
Usai Senin lalu tampil di kandang sendiri di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Kantor Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Jakarta dalam acara Halal Bi Halal Kemenpar, Wayang Ajen dengan dalangnya Ki Dalang Wawan Ajen alias Wawan Gunawan akhir pekan ini bakal menghibur warga dan wisatawan di Subang dalam acara Pesona Festival Bauran 2016. Kali ini wayang golek kekinian satu ini tidak tampil sendiri. Ada beberapa seni tradisi lokal yang juga akan unjuk kebolehan, salah satunya Sisingaan.
Wayang gaul berkonsep modern yang sudah melanglang buana hampir ke 50 negara satu ini akan tampil di Lapang Pormas, Sukamelang, Subang, Jawa Barat, mulai pukul 7 malam hingga 2 dini hari, Sabtu (23/7) atau malam Minggu.
Di festival yang mendapat dukungan dari Kemenpar sebagai salah satu bagian dari promosi Pariwisata Nusantara ini, Wayang Ajen akan tampil komplit dengan memboyong sekitar 40-an timnya.
Selain dalangnya, juga ada pengantar pertunjukan yang akan disampaikan DR. Arthur S. Nalan. Kemudian ada seni tradisi Sisingaan khas Subang dan Gembyung, serta Seni tari Kemprang Pemprung Nyi Mojang.
Penampilan Wayang Ajen di festival ini juga akan dimeriahkan dengan penceramah (dai) KH. Dadang Mulyawan serta hiburan dari artis pop Sunda Nita Tila serta pelawak Ade Batak dan Jenong Sasagon.
Sebelum menyaksikan aksi Wayang Ajen di Subang, ada baiknya kita mengenal lebih jauh wayang asli sunda satu ini. Meskipun dalangnya asli Ciamis, Jawa Barat, namaun Wayang Ajen berbasis di Bekasi, namanya Sanggar Purwa Pujangga.
Wayang berkonsep mengikuti perkembangan zaman ini dibuat untuk mengangkat kembali eksistensi wayang semakin memudar, terutama di kalangan pembuatnya tentu saja Wawan sendiri bersama Arthur S Nalan, keduanya mantan Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.
Arthur S Nalan di berbagai kesempatan saat memberi pengantar pertunjukkan Wayang Ajen menjelaskan yang dimaksud mengikuti perkembangan zaman itu tidak terlepas dari ruang dan waktu. Kata dia ada sekitar 12 item struktur pertunjukan mulai dari dalang sampai pemain musik dan penata artistik, yang semuanya mengikuti perkembangan zaman.
Wawan menambahkan Wayang Ajen dikonsep pada 1998. Setelah benar-benar siap, setahun kemudian mentas untuk kali pertama. Kata 'ajen' sendiri, lanjut Wawan, berasal dari bahasa Sunda yang berarti nilai atau makna."Ngajeni juga artinya menghargai, ada harga atau nilai jual," ujarnya sewaktu bertemu Travelplusindonesia untuk kali pertama beberpa tahun lalu.
Kendati mengusung konsep kekinian, sambung Wawan, Wayang Ajen tetap berpatron dengan wayang golek. Untuk memperkuat ciri khasnya, wayang ini di kolaborasikan dengan berbagai elemen kekinian, termasuk musik gabungan gamelan Jawa dengan pop, dangdut, keroncong, bahkan rock, dan jazz.
Wayang golek yang disuguhkan pun bukan cuma boneka wayang yang sudah biasa dikenal masyarakat umum seperti Semar, Gareng, Petruk, Cepot, dan lainnya. Melainkan juga boneka wayang yang,merepresentasi banyak sosok mulai dari pejabat tinggi mulai dari replika Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya hingga tokoh panutan penyebar Islam di Jawa yakni para Wali Songo.
Wayang gaul berkonsep modern yang sudah melanglang buana hampir ke 50 negara satu ini akan tampil di Lapang Pormas, Sukamelang, Subang, Jawa Barat, mulai pukul 7 malam hingga 2 dini hari, Sabtu (23/7) atau malam Minggu.
Di festival yang mendapat dukungan dari Kemenpar sebagai salah satu bagian dari promosi Pariwisata Nusantara ini, Wayang Ajen akan tampil komplit dengan memboyong sekitar 40-an timnya.
Selain dalangnya, juga ada pengantar pertunjukan yang akan disampaikan DR. Arthur S. Nalan. Kemudian ada seni tradisi Sisingaan khas Subang dan Gembyung, serta Seni tari Kemprang Pemprung Nyi Mojang.
Penampilan Wayang Ajen di festival ini juga akan dimeriahkan dengan penceramah (dai) KH. Dadang Mulyawan serta hiburan dari artis pop Sunda Nita Tila serta pelawak Ade Batak dan Jenong Sasagon.
Sebelum menyaksikan aksi Wayang Ajen di Subang, ada baiknya kita mengenal lebih jauh wayang asli sunda satu ini. Meskipun dalangnya asli Ciamis, Jawa Barat, namaun Wayang Ajen berbasis di Bekasi, namanya Sanggar Purwa Pujangga.
Wayang berkonsep mengikuti perkembangan zaman ini dibuat untuk mengangkat kembali eksistensi wayang semakin memudar, terutama di kalangan pembuatnya tentu saja Wawan sendiri bersama Arthur S Nalan, keduanya mantan Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.
Arthur S Nalan di berbagai kesempatan saat memberi pengantar pertunjukkan Wayang Ajen menjelaskan yang dimaksud mengikuti perkembangan zaman itu tidak terlepas dari ruang dan waktu. Kata dia ada sekitar 12 item struktur pertunjukan mulai dari dalang sampai pemain musik dan penata artistik, yang semuanya mengikuti perkembangan zaman.
Wawan menambahkan Wayang Ajen dikonsep pada 1998. Setelah benar-benar siap, setahun kemudian mentas untuk kali pertama. Kata 'ajen' sendiri, lanjut Wawan, berasal dari bahasa Sunda yang berarti nilai atau makna."Ngajeni juga artinya menghargai, ada harga atau nilai jual," ujarnya sewaktu bertemu Travelplusindonesia untuk kali pertama beberpa tahun lalu.
Kendati mengusung konsep kekinian, sambung Wawan, Wayang Ajen tetap berpatron dengan wayang golek. Untuk memperkuat ciri khasnya, wayang ini di kolaborasikan dengan berbagai elemen kekinian, termasuk musik gabungan gamelan Jawa dengan pop, dangdut, keroncong, bahkan rock, dan jazz.
Wayang golek yang disuguhkan pun bukan cuma boneka wayang yang sudah biasa dikenal masyarakat umum seperti Semar, Gareng, Petruk, Cepot, dan lainnya. Melainkan juga boneka wayang yang,merepresentasi banyak sosok mulai dari pejabat tinggi mulai dari replika Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya hingga tokoh panutan penyebar Islam di Jawa yakni para Wali Songo.
Bahkan wayang golek replika sejumlah selebritas tersohor juga ada seperti Rhoma Irama, Inul Daratista, Syahrini, komedian Sule, magician Romy Rafael, dan lainnya.
Untuk membedakan masing-masing wayang tersebut, Wayang Ajen Production memproduksi beberpa genre atau jenis wayang lain, antara lain Wayang Seleb yang lebih menonjolkan karakter wayang golek replika para artis. Satu lagi Wayang Sufi yang mengedepankan wayang golek tokoh-tokoh Islami seperti wayang replika Wali Songo, dan lainnya yang muatannya lebih kepada syiar Islam.
Berkat konsep yang diusung berikut dua produksi itu, Wayang Ajen berhasil tampil bukan hanya di sejumlah tepat di Tanah Air, pun mancanegara sekaligus memperomisikan branding Pariwisata Nasional, Pesona Indonesia dan Wonderful Indonesia, mengingat dalangnya juga seorang PNS di Kemenpar yang kini menjabat sebagai Kasubid Wisata Sejarah dan Religi, di bawah wilayah Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara.
Hampir 50 negara sudah disambangi Wawan Ajen, beberapa di antaranya memberi penghargaan atas penampilan dan tentunya konsep yang diusung seperti dari Singapura, Vietnam, Iran, Perancis, Yunani, dan Rusia.
Lalu bagaimana dengan Sisingaan? Sisingaan merupakan salah satu jenis seni pertunjukan rakyat khas Subang.
Kesenian tradisional ini biasanya menggunakan media tandu untuk menandu/mengangkat boneka besar berbentuk singa yang ditunggangi seseorang, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.
Nama lain kesenian yang biasanya dilakukan secara arak-arakan ini adalah Gotong Singa. Ada juga yang menyebutnya Odong-odong dan Sisingan Reog.
Kenapa ada istilah reognya? Sejarah mencatat Sisingaan diciptakan sekitar tahun 1975 oleh para seniman Sunda, setelah datangnya kesenian Reog Ponorogo ke Subang yang dibawa oleh kaum urban dari Ponorogo.
Kisah Sisingaan pun diilhami dari cerita serial Reog di Jawa Timur, yang menceritakan suka cita perjalanan para pengawal raja Singa Barong dari Kerajaan Lodaya saat menuju Kerajaan Daha. Meskipun sang raja terkenal bengis dan angkuh, tetapi para pengawal selalu setia memikul tandu yang ditiduri oleh Raja Singa Barong.
Makna filosofi lainnya, juga sebagai lambang perlawanan rakat Indonesia terhadap kesewenangan Belanda yang digambarkan sebagai sosok singa pada lambang VOC.
Perkembangan Sisingan di Subang terbilang pesat. Sampai sekarang ada sekitar ratusan grup Sisingaan yang tersebar di desa-desa sampai akhirnya dibuat lomba bertajuk Festival Sisingaan Kabupaten Subang setiap tahunnya.
Begitupun dengan penyebarannya, bukan hanya berkembang di Subang, pun menjalar hingga ke sejumlah daerah tataran Sunda lain seperti Purwakarta, Bandung, Sumedang, Ciamis, dan lainnya.
Sisingaan masa kini kerap ditanggap untuk berbagai keperluan acara, mulai dari khitanan, perkawinan, HUT RI, pawai budaya, festival seni, dan lainnya, baik di dalam Subang maupun di tingkat Nasional bahkan internasional. Dengan kata lain Sisingan sudah menjadi ikon seni pertunjukan rakyat Subang yang diminati rakyat dan tetap eksis sampai sekarang.
Nah, mau tahu seperti apa aksi Wayang Ajen dan Sisingaan di Pesona Festival Bauran 2016 yang antara lain bertujuan mempromosikan branding Pariwisata Nusantara Pesona Indonesia itu? Datang saja ke Lapang Pormas, Sukamelang, Subang, Sabtu malam ini.
Oiya, kalau nanti nonton Wayang Ajen di festival ini, jangan lupa kenakan jaket atau sweater untuk mengela udara dingin malam. Jangan lupa pula bawa payung untuk mengantisipasi curahan hujan. Biar lebih komplit, sambil nonton, nikmati saja minuman tradisional bandrek, bajigur, wedang ronde ataupun atau kopi untuk menghangatkan badan.
Sebagai tambahan, tahun lalu Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Kemenpar mendukung festival serupa tapi di Kabupaten Bandung, namanya Festival Seni Bauran Cibiru dan juga Festival Sisingaan di Subang.
Perhelatan festival Festival Seni Bauran Cibiru menampilkan sejumlah kesenian tradisional yang masih berkembang di kawasan Bandung Timur. Sedangkan Festival Sisingan menampilkan kebolehan sejumlah grup Sisingaan dari dalam dan luar Subang.
Menurut Wawan yang jebolan S-3 Ilmu Budaya ini, semua dukungan itu bukan sekadar untuk mempromosikan branding Pesona Indonesia, pun sebagai bentuk konkrit pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan budaya.
“Jadi disamping pelestarian seni budaya tradisional, juga ada dampak pemanfaatan dan pengembangan pada sektor pariwisata sekaligus bagi peningkatan kesejateraan para senimannya serta perekonomian masyarakat sekitar,” pungkas Wawan.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo, ig:@adjitropis)
Foto: adji, wayan ajen & dok.subang.go.id
Foto: adji, wayan ajen & dok.subang.go.id
0 komentar:
Posting Komentar