Sejatinya Penulis Wisata dan PNS Pariwisata
(Sebuah obrolan serius tapi santai terkait pariwisata dengan jurnalis muda jelang akhir pekan).
Seorang jurnalis muda sebut saja Anton, suatu hari bertanya kepada saya. "Bang, seorang jurnalis bisa disebut penulis wisata sejati, kriterianya apa aja ya?"
Saya pun mencoba menjelaskannya dengan memulainya dari apa itu wisata, pariwisata, kepariwisataan, dan jenis-jenis penulisan wisata berikut kementerian yang membawahi sektor pariwisata, dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar), hingga jawaban atas pertanyaan tersebut.
Seorang jurnalis muda sebut saja Anton, suatu hari bertanya kepada saya. "Bang, seorang jurnalis bisa disebut penulis wisata sejati, kriterianya apa aja ya?"
Saya pun mencoba menjelaskannya dengan memulainya dari apa itu wisata, pariwisata, kepariwisataan, dan jenis-jenis penulisan wisata berikut kementerian yang membawahi sektor pariwisata, dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar), hingga jawaban atas pertanyaan tersebut.
Wisata (travel) itu berpergian (perjalanan) ke suatu tempat untuk bersenang-senang, memperluas pengetahuan, dan sebagainya secara bersama maupun sendiri. "Rekreasi, tamasya, piknik, dan istilah lain termasuk di dalamnya".
Kalau pariwisata atau tour itu perjalanan penuh mulai dari suatu tempat, menuju dan singgah di sebuah atau beberapa tempat, dan kembali ke tempat asal. "Simpelnya segala kegiatan yang berhubungan dengan wisata".
SALAM WISATA & BUDAYA INDONESIA,
Kalau pariwisata atau tour itu perjalanan penuh mulai dari suatu tempat, menuju dan singgah di sebuah atau beberapa tempat, dan kembali ke tempat asal. "Simpelnya segala kegiatan yang berhubungan dengan wisata".
Sedangkan kepariwisataan (tourism) itu pariwisata (tour) yang terorganisir atau kegiatan komersialisasi kebutuhan pada saat melakukan perjalanan/wisata (travel). "Gampangnya semua kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata," jelasku.
Penulisan wisata itu luas, bisa mencakup wisata budaya, alam, bahari, sejarah, petualangan, kuliner, religi/halal, olahraga/minat khusus seperti diving, balap sepeda, paralayang, dan sebagainya. Kemudian MICE, SDM-nya, wisata ekologi/konservasi, rekreasi, wisata buatan, pendidikan, dan wisata kesehatan.
Juga termasuk kegiatan/even yang diselenggarakan Kemenpar dan kebijakannya. Selain itu industri wisata, profil/prestasi pelakunya, infrastruktur/terkait transportasi, sarana/fasilitas wisata, sadar wisata, dan lainnya?
Gaya penulisannya, bias stright news, news feature, dan feature atau artikel. "Biasanya untuk destinasi atau daerah tujuan wisata atau obyek wisata ditulis dengan gaya feature".
Yang disebut sejatinya penulis wisata itu, biarpun kementeriannya (Kemenpar, tempat dia "ngepos" ataupun tidak) sebelumnya berubah-ubah nama (dari Depparpostel, Depparsenbud, Kemenegparsenbud, Kemenegparsen, Depbudpar, Kemenbudpar, Kemenparekraf dan sekarang Kemenpar), dia tetap setia menulis wisata.
Biarpun menterinya juga gonta-ganti, yang saya tahu (dari Joov Ave alias mister "JA" yang menjabat mulai 17 Maret 1993, lalu Abdul Latief (AL), Marzuki Usman Mister "MU", Hidayat Jaelani (HJ), I Gede Ardhika, Jero Wacik (JW), Mari Elka Pangestu (MEP), dan sekarang tepatnya mulai 27 Oktober 2014 Menpar Arief Yahya yang akrab dipanggil Pak "AY"), dia tetap setia menulis wisata.
"Memang ada yang begitu sama bang. Maksudnya, pejabat itu dulunya asik sekarang engga asik akibat dikritik?" tanya Anton memotong penjelasanku.
Pertanyaannya itu cukup menjebakku. "Aah itu rahasia. No comment," jawabku.
"Ooh gitu ya. Thanks ya bang. Kayaknya kriteria penulis wisata yang bang terangin tadi, itu bang banget dah hehe. Mudah-mudahan saya bisa jadi penulis wisata dan budaya sejati kayak bang," kata jurnalis muda itu cengegesan.
Penulisan wisata itu luas, bisa mencakup wisata budaya, alam, bahari, sejarah, petualangan, kuliner, religi/halal, olahraga/minat khusus seperti diving, balap sepeda, paralayang, dan sebagainya. Kemudian MICE, SDM-nya, wisata ekologi/konservasi, rekreasi, wisata buatan, pendidikan, dan wisata kesehatan.
Juga termasuk kegiatan/even yang diselenggarakan Kemenpar dan kebijakannya. Selain itu industri wisata, profil/prestasi pelakunya, infrastruktur/terkait transportasi, sarana/fasilitas wisata, sadar wisata, dan lainnya?
Gaya penulisannya, bias stright news, news feature, dan feature atau artikel. "Biasanya untuk destinasi atau daerah tujuan wisata atau obyek wisata ditulis dengan gaya feature".
Yang disebut sejatinya penulis wisata itu, biarpun kementeriannya (Kemenpar, tempat dia "ngepos" ataupun tidak) sebelumnya berubah-ubah nama (dari Depparpostel, Depparsenbud, Kemenegparsenbud, Kemenegparsen, Depbudpar, Kemenbudpar, Kemenparekraf dan sekarang Kemenpar), dia tetap setia menulis wisata.
Biarpun menterinya juga gonta-ganti, yang saya tahu (dari Joov Ave alias mister "JA" yang menjabat mulai 17 Maret 1993, lalu Abdul Latief (AL), Marzuki Usman Mister "MU", Hidayat Jaelani (HJ), I Gede Ardhika, Jero Wacik (JW), Mari Elka Pangestu (MEP), dan sekarang tepatnya mulai 27 Oktober 2014 Menpar Arief Yahya yang akrab dipanggil Pak "AY"), dia tetap setia menulis wisata.
Biarpun Eselon 1, 2, 3, dan staf-stafnya sudah banyak yang pensiun lalu digantikan, dan muncul Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta honorer baru, dia tetap setia menulis wisata.
Dan biarpun dia bukan PNS di kementerian itu, bukanlah masalah, dia tetap setia menulis wisata.
Biarpun tren media peliput/penayang wisata berubah-ubah (dulu cetak, lalu elektronik, kini eranya media online), dia pun tetap setia menulis wisata.
Biarpun pernah berganti-ganti bidang liputan (ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, lingkungan, agama, gaya hidup, sosial, hiburan, dll), dia tetap setia menulis wisata. "Pokoknya dari dia meniti karier kejurnalistikkan hingga sekarang, tetap setia menulis wisata," terangku.
Kalau dia "ngepos" di kementerian itu, tulisannya bukan berarti harus selalu "bermanis-bermanis". Kalau itu yang terjadi, itu namanya jurnalis intern yang bekerja untuk media interen kementerian tersebut.
"Dia tetap mengkritisi setiap kegiatan yang mengatasnamakan kementerian tersebut, jika memang kurang tepat/tidak sesuai target. Tak lupa memberikan masukan positif atau solusi. Dan mengatakan OK kalau memang baik kinerjanya. Dia tak mau kehilangan daya kritisi, karena itulah hakikatnya jurnalis".
Dan biarpun dia bukan PNS di kementerian itu, bukanlah masalah, dia tetap setia menulis wisata.
Biarpun tren media peliput/penayang wisata berubah-ubah (dulu cetak, lalu elektronik, kini eranya media online), dia pun tetap setia menulis wisata.
Biarpun pernah berganti-ganti bidang liputan (ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, lingkungan, agama, gaya hidup, sosial, hiburan, dll), dia tetap setia menulis wisata. "Pokoknya dari dia meniti karier kejurnalistikkan hingga sekarang, tetap setia menulis wisata," terangku.
Kalau dia "ngepos" di kementerian itu, tulisannya bukan berarti harus selalu "bermanis-bermanis". Kalau itu yang terjadi, itu namanya jurnalis intern yang bekerja untuk media interen kementerian tersebut.
"Dia tetap mengkritisi setiap kegiatan yang mengatasnamakan kementerian tersebut, jika memang kurang tepat/tidak sesuai target. Tak lupa memberikan masukan positif atau solusi. Dan mengatakan OK kalau memang baik kinerjanya. Dia tak mau kehilangan daya kritisi, karena itulah hakikatnya jurnalis".
Biarpun ada pejabat/staf di Kementerian itu TIDAK SUKA dengan kritikan/saran dan solusi positif yang dia tulis, lalu pejabat/staf itu jaga jarak/menjauh dan sampai tidak mau bersinergi lagi dengannya, dia tetap setia menulis wisata.
Sebaliknya, biarpun ada pejabat/staf di kementerian itu yang SUKA dengan kritikan/saran dan solusi positifnya, tapi mengambil/mencomot/menerapkannya secara diam-diam bahkan mungkin mengatakan itu adalah ide pejabat/staf tersebut, dia tetap setia menulis wisata.
"Sebenarnya intinya saling bersinergi dan memahami serta tidak anti kritikan. Justru kritikan dan masukan yang positif itu mencerahkan. Kritikan muncul pasti ada sesuatu hal, bukan asal dan mengada-ada," terangku.
"Memang ada yang begitu sama bang. Maksudnya, pejabat itu dulunya asik sekarang engga asik akibat dikritik?" tanya Anton memotong penjelasanku.
Pertanyaannya itu cukup menjebakku. "Aah itu rahasia. No comment," jawabku.
"Berarti risikonya, sampai pejabat itu engga ngajak bang ikut dalam even-evennya?" tanya Anton lagi lebih penuh selidik.
"Ah kalau rezeki engga bakal kemana, ada yang atur. Sudah semestinya jurnalis itu menyampaikan kondisi dan kenyataan di lapangan apa adanya agar kinerjanya lebih baik. Kan demi kebaikan dan kemajuan pariwisata Indonesia juga," balasku.
Kriteria lain penulis wisata sejati itu, biarpun media wisata terus bertambah, terlebih online, dia tetap setia menulis wisata kemudian menyebarluaskannya.
Biarpun jurnalis/blogger baru bermunculan. Ada yang datang sekejap lalu pergi, ada yang sekadar menjalankan tugas, dan ada yang katanya suka carmuk (cari muka) serta gemar ambil hati pejabat/staf, biar diajak terus dalam setiap even, padahal skill dan kinerjanya minim, dia tetap setia menulis wisata.
Dan biarpun kabarnya ada oknum yang sengaja sebar gosip untuk menjelekkan namanya, dia tetap saja setia menulis wisata dan semakin menunjukkan kualitasnya.
Biarpun jurnalis/blogger baru bermunculan. Ada yang datang sekejap lalu pergi, ada yang sekadar menjalankan tugas, dan ada yang katanya suka carmuk (cari muka) serta gemar ambil hati pejabat/staf, biar diajak terus dalam setiap even, padahal skill dan kinerjanya minim, dia tetap setia menulis wisata.
Dan biarpun kabarnya ada oknum yang sengaja sebar gosip untuk menjelekkan namanya, dia tetap saja setia menulis wisata dan semakin menunjukkan kualitasnya.
"Dia pun yakin, biarpun waktu terus bergulir, masih ada jurnalis/blogger wisata yang loyal dan konsen di jalurnya tanpa bla bla bla.., sekalipun cuma segelintir atau bisa dihitung dengan jari," tambahku.
Sekali lagi, biarpun Kemenpar nanti sampai berganti nama. Branding pariwisata Nasional pun ikut berubah. Biarpun menterinya kelak beda lagi, para eselon 1 dan seterusnya juga tak sama lagi serta bermacam soal lainnya, sejatinya DIA TETAP SETIA MENULIS WISATA sampai menutup mata. Demi apa? Ya DEMI KEMAJUAN KEPARIWISATAAN & KEBUDAYAAN INDONESIA.
"Ingat roda waktu berputar. Tak selamanya orang itu selalu di atas, dan tak selamanya pula yang lain berada di tengah dan dibawah, iya kan." ujarku.
"Lalu seperti apa SEJATINYA SEORANG PNS PARIWISATA itu bang?" tanya Anton lagi.
"Ingat roda waktu berputar. Tak selamanya orang itu selalu di atas, dan tak selamanya pula yang lain berada di tengah dan dibawah, iya kan." ujarku.
"Lalu seperti apa SEJATINYA SEORANG PNS PARIWISATA itu bang?" tanya Anton lagi.
Jelas pertanyaan itu cukup mengejutkanku. Dan jujur baru kali ada jurnalis muda menanyakan itu.
"Sori, kalau itu engga bisa jawab. Karena bang bukan PNS Pariwisata. Sekalipun bang tahu, karena cukup paham kinerja mereka bahkan beberapa di antaranya sudah seperti sahabat, bang tetap engga mau jawab. Kayaknya yang pas jawab itu pengamat PNS atau PNS itu sendiri," balasku.
"Ooh gitu ya. Thanks ya bang. Kayaknya kriteria penulis wisata yang bang terangin tadi, itu bang banget dah hehe. Mudah-mudahan saya bisa jadi penulis wisata dan budaya sejati kayak bang," kata jurnalis muda itu cengegesan.
"Amien Yaa Robbal Alamien," jawabku mengakhiri obrolan.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Adji Travelplus (penulis/jurnalis/blogger/fotografer/pemerhati wisata, Ketua Forum Blogger Wisata & Budaya "BLOGNESIA" (travelplusindonesia, ronabudaya, siarmasjid, kokirimba, bisnisbahari, Micehotel, dll sejak 2008) serta pendiri Kelompok Sadar Wisata/Pokdarwis "KEMBARATROPIS")
Instagram: @adjitropis
Twitter: @adjikurniawan13
FB & email: kembaratropis@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar