. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Rabu, 08 Juni 2016

Empat Keistimewaan Masjid Gedhe Kauman Saat Ramadhan

Setiap masjid punya keistimewaan tersendiri, entah dari sejarah pembangunannya (pendirinya, usia masjid, dll), arsitekturnya (termasuk bahan yang digunakan), peristiwa yang menimpanya maupun tradisi khas yang masih tetap dipertahankan di masjid tersebut. Salah satu masjid yang punya keempat keistimewaan itu sekaligus adalah Masjid Gedhe Kauman atau Masjid Besar Kraton Yogyakarta.

Bicara sejarah Masjid Gedhe Kauman yang terletak di sebelah Barat Kompleks Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta ini, tidak bisa lepas dari adanya Kraton, dan sebaliknya.

Sejarah mencatat, Masjid Gedhe Kauman ini didirikan oleh Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senopati ing Ngalogo Abdurrahman Sayidin Paenatagama Kalifatullah ing Ngayogyokarto Hadiningrat atau Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792).

Sultan menunjuk arsitek K. Wiryokusumo untuk merancang masjid yang berdiri di atas tanah seluas 16.000 m2 ini. Pembangunannya dilaksanakan delapan belas tahun tepatnya pada hari Minggu 29 Mei 1773.

Saat Travelplusindonesia meliput kegiatan Festival Jajanan Pasar Nusantara (FJPN) 2016 yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) selama dua hari di Taman Kuliner Condongcatur, Sleman, Yogyakarta, berkesempatan Shalat Jumat, pada Jumat (3/6) kemudian mengamati seluruh arsitektur masjid ini.

Arsitektur bangunan induk masjid ini juga terbilang istimewa (kuno), berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur dengan konstruksi Semar Tinandu.

Di seputaran masjid ini dibangun fasilitas perumahan bagi pengurus masjid mulai dari ulama, khotib, dan abdi dalem yang yang diberi nama Kampung Kauman, yang berarti “tempat para kaum”.

Oleh karena itu masjid ini dinamakan Masjid Gedhe Kauman. Sedangkan untuk penghulu keraton dan keluarga, Sultan menyediakan perumahan di sisi Utara yang dinamakan Pengulon.

Untuk masuk ke dalam bangunan induknya terdapat pintu utama di sisi Timur dan Utara. Di bagian dalam terdapat tiang-tiang kayu berusia ratusan tahun.

Melihat dalamnya sepintas mirip dengan ruangan induk Masjid Agung Sang Cipta Rasa atau Masjid Agung Kasepuhan atau Masjid Agung Cirebon.

Di dalam ruangan induk Masjid Gedhe Kauman juga terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada eranya (demi alasan keamanan), maksura menjadi tempat sultan beribadah.

Lantai ruang utama masjid ini sengaja dibuat lebih tinggi dari serambi masjid, dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid.

Serambi Masjid Gedhe dinamakan Al Mahkamah Al Kabirah, bentuknya limas persegi panjang terbuka. Awalnya serambi ini berfungsi sebagai ruangan untuk pengadilan agama tertinggi. Belakangan berubah guna menjadi tempat pertemuan para ulama bahkan acara pernikahan dan peng-Islaman.


Masjid ini juga pernah mengalami peristiwa bencana alam. Bangunan serambinya pernah runtuk akibat gempa tahun 1867 bahkan menelan beberapa korban termasuk Kyai Pengulu yang menjabat pada saat itu.

Setahun kemudian Sri Sultan Hamengku Buwana VI memberikan kagungan dalem ”Surambi Munara Agung” yang sedianya akan dipakai untuk bangunan pagelaran, kemudian ditempatkan sebagai Serambi Masjid Gedhe.

Luas Serambi Masjid Gedhe yang baru ini dua kali lipat dari serambi sebelumnya. Serambi tersebut masih utuh sampai kini.

Di sisi Utara-Timur, dan Selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.

Atas prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwana VIII, lantai serambi masjid yang tadinya dari batu kali kemudian diganti dengan tegel kembangan yang indah pada tahun 1933.

Atap masjid yang semula dari sirap juga diganti dengan seng wiron yang tebal dan lebih kuat.

Masih atas prakarsa Sultan Hamengku Buwana VIII, kemudian lantai dasar masjid yang awal dari batu kali diganti dengan marmer dari Italia pada tahun 1936.

Kekhasan lain Masjid Gedhe Kauman ini, memiliki ”Pagongan” (Pa = tempat, Gong = salah satu instrumen alat musik Jawa Gamelan), yang berada di halaman masjid, di dua tempat yakni di Timur Laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan di Tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan).

Pada upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu.

Khabarnya Gamelan Sekaten hanya dibunyikan setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Nama Sekaten diiambil  dari kata ”Syahadatain” yang bermakna dua kalimah syahadat.

Di Barat Daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks Masjid Gedhe yang digunakan dalam upacara Jejak Bata pada rangkaian acara Sekaten setiap tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi kangjeng kyai pengulu di sebelah Utara masjid dan pemakaman tua di sebelah Barat masjid.

Masjid ini juga dilengkapi Regol Masjid atau pintu gerbang dengan nama Gapuro (Gapura) yang didirikan pada tahun 1840. Gapuro berasal dari kata ”ghofuro” yang bermakna ampunan dari dosa. Mungkin maksudnya mungkin bila orang memasuki masjid melewati Gapuro, berniat baik memasuki Islam, akan mendapatkan ampunan dosa.

Masjid ini juga memiliki “Pajagan” (Pa = tempat, Jaga = berjaga keamanan) atau disebut juga dengan Balemangu yang berjumlah 2 buah atau sepasang, terletak di kanan kiri Regol Masjid, memanjang ke Utara dan ke Selatan.

Sesuai namanya, Pajagan yang dibangun pada tahun 1917 itu digunakan untuk para prajurit atau tentara Kraton untuk mengamankan masjid pada setiap perayaan Hari Besar Islam.

Di halaman Masjid Gedhe Kauman hanya ada tiga jenis pohon yang boleh ditanam, yaitu Pohon Sawo Kecil, Kantil, dan Pohon Tanjung karena ketiganya memiliki filosofi tersendiri sesuai budaya Islam Jawa.

Keistimewaan keempat Masjid Gedhe Kauman, karena adanya tiga tradisi uniknya yang masih eksis berkaitan dengan Ramadhan sampai sekarang yakni Tarawih Dini Hari, Ta’jilan Gule Kambing, dan Oblok-Oblok 1 Syawal.

Shalat Tarawih Dini Hari dilakukan Takmir (pengurus masjid) ini sekitar pukul 2 pagi. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada para jamaah Masjid Gedhe Kauman yang karena ada sesuatu hal atau tidak bisa mengikuti Shalat Tarawih yang pertama, selepas Shalat Isya.

Tradisi unik Ta’jilan Gule Kambing di masjid ini, hanya digelar setiap hari Kamis selama Ramadhan. Sedangkan Oblok-oblok 1 Syawal digelar selepas Shalat Subuh dengan sarapan bersama para jamaah dengan menu oblok-oblok, yaitu sajian roti dengan kuah santan manis yang dicampur gula jawa dalam piring.

Itulah keistimewaan Masjid Gedhe Kauman di Kota Gudeg Jogja. Anda tertarik menikmati semua keistimewaannya? Datang saja saat Bulan Suci, seperti Ramadhan sekarang ini.

Panduan
Nah, jika Anda tengah bertandang ke Jogja untuk urusan pekerjaan, liburan, kunjungan ke rumah orangtua, kerabat, sahabat ataupun saudara saat Ramadhan ini, ada baiknya tetap menghidupkan Ramadhan dengan singgah ke Masjid Gedhe Kauman untuk beribadah shalat wajib, berbuka puasa, dan Tarawih.

Kalau punya waktu lebih, tak ada ruginya jika Anda mengikuti agenda  khusus Ramadhan di masjid yang menjadi pusat pengkajian serta pengadilan agama Islam di Daerah Istimewa ini.

Sayang  bukan, kalau ke Jogja saat Ramadhan, Anda cuma wara-wiri, ngabuburit di sepanjang trotoar kiri kanan Jalan Malioboro, Pasar Beringharjo dan Toko Hamzah yang dulu dikenal dengan nama Toko Mirota hanya untuk belanja aneka batik, aksesoris, dan pernak-pernik. Singgahlah ke Masjid Gedhe Kauman, minimal untuk menunaikan yang Wajib.

Tak sulit mencari Masjid Gedhe Kauman yang masih menjadi rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dengan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.

Lokasinya di sebelah Barat kompleks Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta. Kompleks Masjid Gedhe Kauman dikelilingi tembok yang tinggi. Kalau Anda tidak bawa kendaraan pribadi, tinggal pesan ojek online, praktis bukan.

Kalau ingin mendapatkan kesan romantis khas Jogja alias kata anak muda sekarang ngejogjabanget, pilih saja naik becak dari Jalan Malioboro, cuma Rp 5.000, sambil ber-Zikir, ber-Shalawat, lalu mendengarkan lagu lawas Kla Project bertajuk Yogyakarta. “Pulang ke kotamu. Ada setangkup haru dalam rindu...”

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)


0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP