Destinasi NonMuslim di Tanah Air (masih) Minim Fasilitas Ibadah Buat Wisatawan Muslim
Bicara destinasi di daerah/kota yang penduduknya mayoritas NonMuslim entah kenapa banyak penulis kita yang justru mengangkat destinasi di negara-negara lain. Padahal di dalam negeri sendiri juga banyak terdapat destinasi tersebut. Sayangnya, memang kondisi destinasi di daerah/kota yang masyarakatnya dominan NonMuslim di Tanah Air, masih terbatas fasilitas ibadahnya buat wisatawan Muslim, seperti mushola apalagi masjid, termasuk rumah makan bersertifikat halal.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Captions:
1. Wisnus Muslim menyambangi Baduy yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan.
2. Grup wisnus Muslim berkunjung ke Kampung Adat Cireundeu, juga Sunda Wiwitan.
3. Panorama Lembah Bakkara, Danau Toba, Humbahas yang penghuninya dominan Kristen.
4. Pantai Dreamland salah satu daya pikat Bali yang penghuninya mayoritas Hindu.
5. Kaum ibu Wae Rebo yang seluruhnya memeluk Kristen, memasak untuk wisnus Muslim
6. Kedai halal di Mandalika, Lombok milik Muslim yang diminati turis asing NonMuslim.
5. Wisnus Muslim dan NonMuslim berwisata di Atambua, NTT yang mayoritas Kristen.
7. Penulis saat menyambangi Pink Beach, TN Komodo, Flores, NTT
SALAM WISATA & BUDAYA INDONESIA,
Adji Travelplus:
Instagram: @adjitropis
Twitter: @adjikurniawan13
FB/email: kembaratropis@yahoo.com
Profesi: Penulis/jurnalis/blogger/fotografer/pemerhati wisata, pendiri & ketua Forum Blogger Wisata & Budaya "BLOGNESIA" (travelplusindonesia, ronabudaya, siarmasjid, kokirimba, bisnisbahari, micehotel, dll sejak 2008) serta pendiri Kelompok Sadar Wisata/Pokdarwis "KEMBARATROPIS".
Berwisata di daerah tujuan wisata (destinasi) yang penduduknya mayoritas Muslim, rasanya bukan soal.
Wisatawan Muslim bisa dengan mudah menemukan masjid dan mushola untuk menunaikan shalat wajib lima waktu, Jum’atan, dan Tarawih khususnya pada Ramadhan seperti sekarang ini. Termasuk perihal rumah makan, cafĂ©, dan kedai halal untuk urusan makan, berbuka puasa maupun sahur. Begitupun atmosfirnya, jelas akan terasa.
Tapi bagaimana kalau destinasi yang dituju itu masyarakatnya kebanyakan NonMuslim? Bisa jadi pelancong Muslim agak kesulitan untuk beribadah sholat, karena minimnya mushola apalagi masjid.
Mungkin saja muncul keragu-raguan terutama soal makanan halal atau tidak, lantaran terbatasnya rumah makan halal yang benar-benar halal, baik dalam proses memotong hewan halal menurut Islam maupun memasaknya.
Mungkin saja muncul keragu-raguan terutama soal makanan halal atau tidak, lantaran terbatasnya rumah makan halal yang benar-benar halal, baik dalam proses memotong hewan halal menurut Islam maupun memasaknya.
Jumlah penduduk Indonesia hingga tahun ini tercatat 254,9 juta orang. Dan sudah sama-sama kita pahami, mayoritas penduduk negeri ini Muslim. Namun di beberapa daerah/kota dihuni warga yang justru dominan NonMuslim (Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan sejumlah kepercayaan).
Contoh penganut Kristen yang menetap di daerah Toraja, Sulawesi Selatan yang dulu masih menganut Animisme dan kepercayaan, lalu di 7 Kabupaten yang termasuk dalam kawasan Danau Toba serta Kepulauan Nias (Sumatera Utara), di Manado dan sekitarnya (Sulawesi Utara) serta di Singkawang dan pemukiman Dayak (Kalimantan).
Selain itu di sejumlah daerah di NTT, Maluku, Papua Barat, Papua, dan daerah lainnya. Tak ketinggalan Pulau Bali yang penduduknya mayoritas Hindu.
Belum lagi kampung dan desa adat tertentu yang warganya (masih) teguh memegang kepercayaan warisan nenek moyang, misalnya Kampung Adat Cireundeu di Jawa Barat yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Begitupun dengan warga Baduy di Lebak, Banten.
Sejumlah kampung Dayak di Kalimantan juga banyak yang masih berkeyakinan Kaharingan. Begitupun beberapa komunitas di Jawa, banyak yang masih memegang kuat kepercayaan Kejawen. Termasuk warga Kampung Wae Rebo di Kabupaten Manggarai, Flores, NTT dan Suku Mentawai di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat yang sudah memeluk Kristen namun tetap masih menjalankan aturan dan tradisi leluhur secara turun-menurun.
Semua daerah/kota dan desa yang saya sebut di atas merupakan daerah tujuan wisata yang diminati pelancong baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan di antaranya menjadi andalan wisata bagi Indonesia, seperti Bali (hingga sekarang), Toraja dan Danau Toba (pernah berjaya).
Apakah destinasi tersebut sudah benar-benar moslem friendly atau ramah/bersahabat dengan wisatawan Muslim dalam artian yang sebenarnya? Kalau saya boleh jujur, seperti judul dan lead tulisan ini, masih belum.
Jika ada hanya segelintir, dan itu pun tumbuh bukan atas kesadaran wisata melainkan kebutuhan warga Muslim yang tinggal di destinasi tersebut.
Contoh di 7 Kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba, bisa dihitung berapa jumlah masjid dan mushola serta rumah makan halal terutama di obyek-obyek wisatanya yang ramai dikunjungi wisatawan seperti Parapat, Tuktuk, dan Tomok?
Memang belakangan ada kecendrungan bertambah tapi sangat lamban.
Bahkan obyek lain masih di kawasan Danau Toba, yang namanya mulai terangkat yakni Lembah Bakkara di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) dan Wae Rebo di NTT tidak ditemukan satupun fasilitas ibadah bagi wisatawan Muslim.
Justru perubahan positif terjadi di destinasi yang mayoritas Muslim, seperti Jakarta, Banda Aceh, Bandung, Banten, Lombok, Padang, dan lainnya.
Daerah/kota tersebut sudah mulai memberi perhatian lebih bagi wisatawan Muslim, artinya minimal memberi pelayanan standar yang butuhkan wisatawan Muslim, misalnya dengan semakin banyaknya hotel dan restoran yang berkonsep halal, paling tidak ramah dengan wisatawan Muslim.
Bisa jadi hal itu didasari semakin tumbuhnya kesadaran bagaimana menjadi tuan rumah destinasi yang baik, artinya mulai dan makin melek wisata.
Perubahan itu bisa juga karena pengaruh berkembangnya wisata halal yang 2 tahun belakangan ini terangkat ke permukaan, sejak Indonesia berhasil mendapat penghargaan tingkat dunia sebagai destinasi halal terbaik dan destinasi bulan madu halal terbaik untuk Lombok, serta hotel halal terbaik untuk Hotel Sofyan Betawi, Jakarta dalam ajang World Halal Travel Awards (WHTA) 2015 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Potensi Pasar Wisatawan Muslim
Mengapa destinasi NonMuslim di Tanah Air, saya bilang belum sepenuhnya moslem friendly, padahal sudah tahu mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim?
Bisa jadi karena belum tumbuh pemahaman bahwa pasar terbesar wisatawan Indonesia itu sebenarnya adalah wisnus Muslim.
Padahal pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tahun 2016 ini menargetkan kunjungan 12 juta wisman dan 260 juta pergerakan wisnus. Tentu sebagian besar wisatawan tersebut, terutama wisnusnya adalah wisatawan Muslim.
Bukti nyata yang menunjukkan tren wisatawan muslim dunia yang berkunjung ke Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahunnya, dapat dilihat dari Data Indeks Wisata Muslim yang dikeluarkan Global MasterCard-CrescentRating (GMTI) tahun 2016 ini.
Tak disangka-sangka, Indonesia berada di posisi keempat negara terpopuler yang dikunjungi wisatawan muslim dunia setelah Turki, UEA, dan Malaysia.
Sepanjang 2015, wisman Muslim yang datang ke Indonesia mencapai 1,3 hingga 2 juta orang. Jumlah tersebut diprediksi akan terus tumbuh dari tahun ke tahun.
Malaysia sendiri berhasil mempertahankan posisinya sebagai negara destinasi wisatawan muslim terpopuler. Negeri tetangga kita itu berhasil mendatagkan 6 juta wisatawan muslim dunia ke negaranya tahun lalu.
GMTI memperkirakan, total wisatawan muslim yang berkunjung ke berbagai negara mencapai 117 juta jiwa. Pada 2020 diprediksi bakal meningkat 10 persen atau 168 juta wisatawan muslim dengan proyeksi nilai pasarnya mencapai US$ 200 miliar.
Melihat pasar wisatawan Muslim dunia begitu menggiurkan. Tak heran kalau Malaysia kian bersemangat menggalakkan wisata yang moslem friendly.
Begitupun dengan Thailand, dibuktikan dengan semakin menjamurnya resto yang berkonsep halal di negeri Gajah Putih itu.
Bahkan negara-negara yang mayoritas NonMuslim seperti Jepang, China, dan Korea serta beberapa negara Eropa juga ikut-ikutan tertarik.
Ketiga negara yang ekonominya melesat pesat di Asia itu, terus berlomba menyiapkan fasilitas ramah wisatawan Muslim mulai dari mushola di bandara, resto halal, dan hotel halal di obyek-obyek wisata utamanya.
Mengapa? Karena mereka sadar betul, jumlah wisatawan Muslim dunia sangat besar dan amat potensial, salah satunya wisatawan Muslim asal Indonesia dan dari negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Jadi jangan heran, dan jangan salahkan kalau semakin banyak wisatawan Muslim kaya asal negeri ini yang lebih memilih melancong ke negara-negara tersebut, termasuk Malaysia dan Thailand lantaran negara-negara tersebut semakin meningkatkan fasilitas wisatanya yang ramah bagi wisatawan Muslim.
Seharusnya destinasi-destinasi mayoritas NonMuslim di Tanah Air pun begitu, jika ingin menjaring wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman) Muslim sebanyak mungkin.
Butuh Dukungan & Sinergi
Nah, Ramadhan tahun ini, bisa dijadikan momen yang pas buat pemerintah daerah dan industri wisata di destinasi-destinasi NonMuslim untuk berniat berbenah, menambah fasilitas wisata yang ramah bagi wisatawan Muslim.
Upaya ini tentunya harus didukung (support) Kemenpar sebagai instansi pemerintah yang membidani sektor pariwisata. Bukankah Kemenpar juga tengah menggiatkan wisata halal.
Buktinya kementerian ini turut mendukung pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok, NTB yang dikelola oleh PT Indonesian Tourism Development Corporation (ITDC) untuk dijadikan sebagai kawasan moslem friendly layaknya seperti berada di rumah.
ITDC juga berencana membangun masjid berkapasitas 2.000 jama’ah di KEK tersebut, tepatnya di pinggir jalan provinsi dengan lahan seluas 5 hektar, dilengkapi meeting room dan areal parkir dengan total biaya sekitar Rp 25 miliar dari brangkas ITDC.
Diharapkan, masjid tersebut bukan hanya sebagai tempat beribadah, namun juga kelak menjadi ikon sekaligus daya tarik bagi wisman Muslim asal Timur Tengah.
Semestinya di destinasi-destinasi NonMuslim juga harus mendapat dukungan kuat dari Kemenpar dan intansi terkait lainnya, meskipun tak sebesar perhatian sebagaimana KEK Mandalika. Minimal fasilitas standar yang moslem friendly, terpenuhi.
Nah, jika saja semua pihak terkait bersinergi untuk hal itu, saya yakin destinasi-destinasi NonMuslim utama (papan atas) negeri ini yang sudah ramai diminati pelancong, seperti Bali dan lainnya, bakal semakin ramai peminatnya.
Sementara destinasi-destinasi NonMuslim papan tengah seperti Manado, Danau Toba, Toraja dan lainnya serta yang berada di papan bawah seperti Nias, Wae Rebo, Lembah Bakkara, dan lainnya juga bakal kian diminati wisnus dan wisman Muslim.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Captions:
1. Wisnus Muslim menyambangi Baduy yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan.
2. Grup wisnus Muslim berkunjung ke Kampung Adat Cireundeu, juga Sunda Wiwitan.
3. Panorama Lembah Bakkara, Danau Toba, Humbahas yang penghuninya dominan Kristen.
4. Pantai Dreamland salah satu daya pikat Bali yang penghuninya mayoritas Hindu.
5. Kaum ibu Wae Rebo yang seluruhnya memeluk Kristen, memasak untuk wisnus Muslim
6. Kedai halal di Mandalika, Lombok milik Muslim yang diminati turis asing NonMuslim.
5. Wisnus Muslim dan NonMuslim berwisata di Atambua, NTT yang mayoritas Kristen.
7. Penulis saat menyambangi Pink Beach, TN Komodo, Flores, NTT
SALAM WISATA & BUDAYA INDONESIA,
Adji Travelplus:
Instagram: @adjitropis
Twitter: @adjikurniawan13
FB/email: kembaratropis@yahoo.com
Profesi: Penulis/jurnalis/blogger/fotografer/pemerhati wisata, pendiri & ketua Forum Blogger Wisata & Budaya "BLOGNESIA" (travelplusindonesia, ronabudaya, siarmasjid, kokirimba, bisnisbahari, micehotel, dll sejak 2008) serta pendiri Kelompok Sadar Wisata/Pokdarwis "KEMBARATROPIS".
0 komentar:
Posting Komentar