. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Kamis, 10 Maret 2016

Ini 5 Faktor Kenapa Jembatan Ampera Jadi Lautan Manusia Saat GMT 2016

Jembatan Ampera, Palembang, Sumsel, Rabu (9/3) lalu berubah menjadi lautan manusia. Ribuan warga, wisatawan nusantara (wisnus), dan wisatawan mancanegara (wisman) tumpah ruah jadi satu. Belum termasuk di pelataran depan Benteng Kuto Besak (BKB). Semua bertujuan sama, ingin menyaksikan fenomena alam langka Gerhana Matahari Total (GMT) 2016. 

Sekalipun terhalang awat pekat, hingga ribuan orang tak bisa melihat wajah GMT dengan sempurna namun tak terbantahkan momen ini berhasil menjaring ribuan manusia dari berbagai daerah, kota bahkan negara ke Kota Pempek ini.

Travelplusindonesia mencatat ada lima (5) faktor mengapa Jembatan Ampera berubah menjadi lautan manusia jelang dan saat GMT 2016.

Pertama, karena ada Festival Gerhana Matahari Total (GMT) 2016. Event ini terselenggara berkat inisiatif cemerlang Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya jauh-jauh hari sebelumnya. 

Pihak Pemprov Sumsel meresponnya dengan baik kemudian secara bersama-sama dengan dukungan Kementerian Pariwisata (Kemenpar), mengemas event tersebut dengan serangkaian acara yang menarik perhatian masyarakat dan wisatawan. 

Pada ada hari pertama, Selasa (8/3) siang, ada suguhan Atraksi Tari Pendet, Parade Kirab Budaya, Atraksi Ogoh-Ogoh Umat Hindu yang mengitari BKB.

Malam harinya hiburan musik di panggung utama, lomba lari bertajuk Glowing Night Run dan pelepasan 1000 lampion serta penutupan Jembatan Ampera tepat pukul 00.00 WIB.

Pada hari kedua, Rabu (9/3) ada persiapan Ritual Sambut Tuah Sungai di BKB yang dimulai dini hari pukul 03.00 WIB, lalu Shalat Subuh, Sambut Tuah Sungai, disambung Shalat Gerhana di Masjid Agung, dan Tiupan Saxophon mengawali GMT mulai pukul 06.20 sampai 08.20 WIB, yang di dalamnya ada penjelasan dari tim LAPAN, launching perangko, dan puncak GMT. 

Selanjutnya demo culinary, breakfast sensational di Jembatan Ampera. Khusus sarapan pagi di atas jembatan berwarna merah itu, ada beragam hidangan khas Palembang yang dijual di deretan stand aneka kuliner.

Setelah itu ada air show by Palembang Drone, mini planetarium, bunyi lesung, dan pagelaran Mitos Gerhana pelepasan Berikutnya pagelaran seni dan tradisi pada pukul 09.00 diikuti Lomba Foto Internasional Tour Edukasi GMT (16 Ilir), pertunjukan Barongsai 30 meter, Tari Dewi Kwan Im, dan lomba selfie. 

Asisten Deputi Pengembangan Segmen Pasar Personal, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Kemenpar, Raseno Arya mengatakan setuju kalau faktor utama yang menyebabkan Jembatan Ampera berubah menjadi lautan manusia karena adanya event Festival GMT. “Setuju sekali,” ucap Raseno singkat tanpa ragu-ragu.

Kedua, karena promosi pra event Festival GMT 2016 di Palembang sangat gencar. Dukungan promosi festival tersebut dari Kemenpar berhasil menyebarluaskan informasi terkait sehingga masyarakat secara nasional bahkan internasional mengetahui jadual event tersebut di Palembang. 

Peran jurnalis dan blogger, terutama media online (blog dan situs) amat membantu penyebarluasan informasi tersebut, mulai dari jumpa pers pertama yang dilakukan Menpar Arief Yahya bersama para gubernur dan bupati dari berbagai wilayah yang akan dilintasi GMT 2016 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta, dua bulan sebelum on event, tepatnya Senin (25/1).

Gubernur Sumsel Alex Noerdin, salah satu gubernur yang datang di jumpa pers tersebut, begitu antusias mengajak wisatawan untuk datang ke Palembang menyaksikan Festival GMT 2016. Kehadiran orang nomor satu di Sumsel itu merupakan bukti begitu seriusnya Pempov Sumsel menyambut festival tersebut.

Lagi-lagi, Raseno menyetujui faktor kedua di atas. “Sangat setuju mas,” ungkapnya. Event GMT 2016, lanjutnya juga dipromosikan di berbagai media cetak dan elektronik internasional, mailing list, astronomer online forum, Yahoo Group, sosial media dalam rangka eclipse awareness campaign. Termasuk pemasangan iklan dan lewat wadah promosi lainnya.

Ketiga, karena Jembatan Ampera menjadi magnet utama. Jembatan Ampera masih menjadi ikon landmark Palembang. Banyak yang beranggapan ke Palembang kalau belum ke jembatan sepanjang 1.117 meter da lebar 22 meter ini belum lengkap.

Jembatan yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1965 ini menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara pada masanya.

Jembatan ini menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi.

Daya tarik jembatan ini terletak dari arsitektur dan warnanya. Banyak wisatawan lokal, nusantara dan mancanegara yang berwisata ke Palembang untuk mengabadikannya, terutama pada malam hari, lantaran jembatan bersejarah ini tampil lebih menawan dengan cahaya puluhan lampu hiasnya.

Jujur, sewaktu mendapat tawaran meliput Festival GMT 2016, tanpa ragu-ragu travelplusindonesia langsung menyebut Palembang. Kenapa? Karena banyak nilai lebihnya, terutama Jembatan Ampera itu. Dan pilihan itu ternyata benar, buktinya banyak wisnus dan wisman yang datang baik secara mandiri (individual) maupun membeli paket tur yang dibuat indie travel dan travel agent.

Keempat, karena banyak aktivitas human interest di Sungai Musi yang sangat menarik untuk diabadikan. Tepat di bawah Jembatan Ampera banyak kegiatan rutinitas masyarakat sehari-hari yang tergantung dengan keberadaan sungai sepanjang 750 Km ini.

Ada puluhan ketek, yaitu perahu kayu tradisional khas Palembang di dermaga kecil di bawah Jembatan Ampera yang siap mengantar wisatawan menyusuri sungai yang airnya deras dan berwarna kecolkatan itu.

Ada juga lalu lalang kapal tongkang pengakut pasir dan lainnya. Belum lagi deretan rumah apung yang berdiri di atas Sungai Musi. Semua itu sangat menarik untuk diabadikan lewat kamera maupun perekam video.

Kelima, karena banyak obyek historis di sekitar Jembatan Ampera. Ada BKB, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera), Kampung Kapitan, Kampung Arab, Restoran Riveside, dan pusat jajan serba ada.

BKB dulunya bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Letaknya di Jalan Sultan Mahmud Badarudin, sekitar 1,5 Km sebelah barat laut Jembatan Ampera. Benteng sisa Kerajaan Palembang Darussalam waktu zaman Belanda ini sengaja yang dibangun dengan biaya sendiri untuk pertahanan menangkal serangan Belanda dan sekaligus rumah tempat tinggal Kerajaan Palembang. 

Benteng ini adalah satu-satunya benteng yang ada di Indonesia yang menggunakan dinding batu dan juga memenuhi syarat perbentengan atau pertahanan.

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang berlokasi dekat Jembatan Ampera dan juga Benteng Kuto Besak, dulunya merupakan salah satu peninggalan dari Keraton Palembang Darussalam. Di dalamnya terdapat banyak sekali benda-benda bersejarah Kota Palembang.

Monpera berada di Jalan Merdeka atau bersebelahan dengan Masjid Agung Palembang. Juga tak jauh dari Jebatn Ampera. Harga tiket ke Monpera Rp 1000 per orang, kalau ingin masuk ke dalam Museum Monpera-nya harus banyar lagi Rp 5000 per orang.

Bentuk Monpera menyerupai bunga melati bermahkota lima. Tinggi bangunannya 17 meter, memiliki 8 lantai, dan 45 bidang/jalur. Angka-angka tersebut mewakili tanggal proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. 

Kampung Kapitan berlokasi di Kelurahan 7 Ulu, Kecamatan Seberan Ulu 1, Kapitan Palembang. Letaknya di tepi ulu Sungai Musi. Dari bawah Jembatan Ampera, bisa naik angkutan umum jurusan Ampera-Kertapati dan berhenti di Simpang Pasar Klinik. Dari sana, pengunjung bisa berjalan hingga Simpang 3 dan menemukan papan tulisan Kampung Kapitan di tepi kiri.

Rumah di kampung ini kental dengan gaya China dengan sentuhan Palembang. Ada sekitar 15 rumah namun tidak semua bergaya China.

Kampung Arab Al Munawwar 13 Ulu berada di kawasan 13 Ulu, tepatnya di tepian Sungai Musi dan Sungai Ketemenggungan. Di kompleks perkampungan tua ini, terdapat paling kurang delapan rumah yang usianya diperkirakan lebih dari satu abad. Salah satunya, rumah pemukim Arab pertama di Kampung 13 Ulu, Habib Abdurrahman Al Munawar. Dialah Kapten Arab di Palembang.

Keseluruhan rumah yang ada di Kampung ini berkonstruksi panggung dari kayu unglen dan sebagian lagi dari batu. Banyak juga yang berarsitektur limas, seperti rumah Habib Abdurrahman. Kapten Arab kampung ini yang terakhir wafat tahun 1970. Namanya Ahmad Al Munawar yang akrab disapa Ayip Kecik.

Selain itu juga ada lokasi wisata kuliner buatan seperti Riverside Restaurant dan Pusat Jajan Serba Ada.

Sesuai namanya Riverside Restaurant merupakan restoran di tepian Sungai Musi di seberang BKB. Resto ini berbentuk perahu tongkang dengan dua lantai.

Menu yang disajikan antara lain makanan khas Palembang seperti udang bakar cabai saus boombaru, ikan gurame bakar, sapo tahu, kangkung hotplate, dan lainnya. Dari restoran ini, pengunjung dapat menikmati pemandangan Jembatan Ampera yang megah dari kejauhan berikut hilir mudik perahu nelayan.

Pilihan lainnya ke Pusat Jajan Serba Ada yang terletas persis di tepi Sungai Musi dekat dengan Jembatan Ampera. Di sini ada beragam kuliner khas Palembang seperti Pempek, Pindang Patin, Tekwan, dan lainnya serta masakan tradisional dari berbagai daerah lain seperti Masakan Padang, Soto Sulung, Nasi Goreng, dan aneka makanan siap saji merek internasional.

Berdasarkan 5 faktor tersebut, tak heran kalau Jembatan Ampera dan sekitarnya seketika menjadi lautan manusia saat GMT 2016.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP