Inilah Pendaki-Pendaki Indonesia yang Sukses Taklukan Aconcagua
Kendati pendakian ke Puncak Aconcagua di Argentina terbilang berat, penuh tantangan dan resiko. Namun tak membuat sejumlah pendaki Indonesia mengurungkan niat menggapainya. Justru sudah banyak pendaki Nusantara ini sukses menapakkan kaki di atapnya Benua Amerika ini.
Tercatat ada Tim 7Summits Wanadri, Mapala UI Tim, dan pada awal Desember 2013 ada Tim Mahapala Universitas Negeri Semarang) serta awal Januari 2013 ad Tim Srikandi Wanala Universitas Airlangga Surabaya yang sukses menggapai Aconcagua.
Selain itu ada tim Indonesia Green Expedition (IGE) KMPA Eka Citra Universitas Negeri Jakarta (UNJ), yang terdiri dari Ali Ataya (21), Khaerul Amri (23), dan Nur Wahyu Widayatno (24). Mereka mulai mendaki Gunung Aconcagua sejak 25 Desember 2013. Perjalanan ke puncak Aconcagua pada Sabtu 4 Januari 2014, mulai pukul 05.00 dari Camp 3 didampingi oleh guide Gabriella Moretta dan Gato dari Aymara. Mereka berhasil menggapai puncak pukul 15.55 waktu setempat.
Pendakian Aconcagua ini sendiri merupakan pendakian ke-4 dalam rangkaian ekspedisi 7 Summits KMPA Eka Citra UNJ, setelah sebelumnya berhasil mendaki Mt Elbruss Rusia (2011), Mt Carstensz Pyramid Indonesia (2012), dan Mt Kilimanjaro Tanzania (2012).
Awal tahun 2016 ini dua pendaki perempuan Indonesia lainnya yakni Fransiska Dimitri Inkiriwang (Deedee) dan Mathilda Dwi Lestari (Hilda) dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung juga berhasil mencapai puncak Aconcagua.
Perjalanan mereka di Benua Amerika dimulai sejak Selasa (12/1) lalu. Tim yang terdiri dari tiga orang tersebut, ditambah dengan Dian Indah Carolina (Caro) tiba di Bandara Buenos Aires, Argentina, lalu melanjutkan perjalanan ke kota Mendoza, tempat gunung Aconcagua berada.
Setelah melalui perjalanan yang melelahkan dan berbahaya, mereka akhirnya tiba di puncak Aconcagua pada sekitar pukul 17.45 waktu setempat atau pukul 03.45 WIB, pada Minggu (31/1) lalu. Tim menempuh perjalanan 12 jam dari pos pemberhentian sebelumnya.
Ada yang menarik dari pendakian kali ini, mereka membawa pula angkluk, alat music tradisional khas Sunda, Jawa barat. Manajer Pendakian WISSEMU Dias Ramadhan mengungkapkan tim pendaki memang sengaja memboyong satu angklung selama ekspedisi Seven Summits dengan tujuan memperkenalkan angklung secara luas di mata dunia lewat pendakian ke Aconcagua dan gatap-atap dunia lainnya.
Keberhasilan Deedee dan Hilda mendapat pujian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Membanggakan! Fransiska Dimitri Inkiriwang & Mathilda Dwi Lestari (Hilda) dari Unpar bisa menaklukkan Aconcagua, puncak tertinggi benua Amerika -Jkw," begitu cuitan Jokowi di akun twitternya, Rabu (3/12/2016).
Sebelum menjejakan kaki di Aconcagua, ketiga mahasiswi Unpar tersebut telah mencapai puncak Carstensz Pyramid pada 13 Agustus 2014, puncak Elbrus pada 15 Mei 2015 dan Kilimanjaro pada 24 Mei 2015. Perjuangan Deedee, Hilda dan Caro menghadapi rangkaian misi Seven Summits tersisa tiga lokasi yaitu puncak Vinson Massive di Antartika, Denali Kinsley di Alaska dan Everest di Nepal.
Namun tidak semua pendakian ke Aconcagua yang dilakukan para pendaki Indonesia berakhir dengan happy ending atau cerita kesuksesan. Jauh sebelumnya pendaki senior dari MAPALA UI yakni Norman Edwin dan Didiek Samsu akhirnya tak kuasa menahan amukan badai salju di gunung ini.
Norman Edwin (1955-1992) dikenal sebagai pecinta alam yang dijuluki Beruang Gunung. Dia juga seorang wartawan Kompas. Laki-laki kelahiran Palembang, 19 Januari 1955 ini adalah eks mahasiswa Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sedangkan Didiek Samsu wartawan Majalah Jakarta Jakarta.
Jenazah Didiek Samsu ditemukan 23 Maret pada ketinggian 6.400 m dan Norman Edwin ditemukan 2 April di ketinggian 6.600 m. Beda 200 m di ketinggian hampir 22.000 kaki. Pada ketingian 22.000 kaki itu, tebing dan lereng Aconcagua yang terjal sudah banyak diselimuti salju. Tebal salju mencapai 50-60 cm ketika itu. Di tempat itulah dua pendaki Mapala UI yang sebelumnya dinyatakan hilang, ditemukan tewas oleh tim SAR Argentina, Patrulla Socorro.
Plakat baja putih yang bertulisan: ”In memoriam Didiek Samsu Wahyu Triachdi…Norman Edwin…On Aconcagua Expedition…Mapala University of Indonesia, March, 1992″ telah terpampang di gunung yang dituding kejam itu.
Naskah: adji kurniawan (kembaratopis@yahoo.com)
Foto: Dok Mahitala Unpar, Ist.
Captions:
1. Tim WISSEMU salah satunya memegang angklung.
2. Mendoza, Argentina
3. Norman Edwin (rambut panjang) dan Didiek Samsu.
0 komentar:
Posting Komentar