Begini Jadinya Kalau Dua Bule Bertarung Peresean di Loteng, Seru, Lucu, dan Heboh
Kalau melihat pemuda Sasak adu cambuk Peresean seperti ditampilkan di Desa Sade, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), Nusa Tenggara Barat (NTB), itu mungkin sudah biasa. Tapi kalau yang melakukannya itu dua pria turis bule, hemmm.. jelas jadi suguhan yang beda dan agak langka. Seperti aksi saling pecut yang diperagakan Simon dan Chris, keduanya asal Kanada yang bikin penonton bersorak-sorai kegirangan.
Di Pantai Kuta Lombok, Kecamatan Pujut, Kawasan Mandalika atau yang lebih dikenal Pantai Senek oleh warga setempat, Simon, tiba-tiba maju ke tengah lapangan sambil berteriak. “Siapa yang berani melawan saya,” tantangnya dengan lantang. Bahkan dia menantang semua penonton yang hadir dengan congkaknya. Kontan saja ratusan orang yang menonton atraksi Peresean, Selasa Sore (23/2/2016) itu dibuat terkejut.
Menurut Rico, anak muda setempat yang menyaksikan dan mengabadikan kedua bule itu beraksi Peresean sebagai rangkaian awal Festival Pesona Bau Nyale 2016, penampilan Simon layaknya Pepadu, sebutan untuk petarung Peresean.
“Dia bertelanjang dada, tangan kirinya memegang Ende atau perisai yang terbuat dari kulit kerbau/sapi tebal sebagai pelindung, sedangkan tangan kirinya memegang Penjalin atau pecutan dari rotan untuk memukul lawannya. Penampilan Simon seperti layaknya gladiator di Italia,” terangnya.
Tak lama kemudian tantangan Simon diterima oleh lelaki bule lainnya yang juga berasal dari Kanada. Namanya Chris yang siap bertanding melawan Simon dalam 3 ronde. “Sama seperti Simon, penampilan Chris juga bak seorang gladiator sungguhan,” kata Rico.
Semula keduanya hanyalah penonton, sama seperti turis bule lainnya, berdiri menyaksikan tarian kuno beraroma olahraga khas Suku Sasak itu di tepi lapangan. Entah kenapa, usai melihat para Pepadu lokal bertanding, keduanya tertarik mencobanya.
Sebelum bertanding, baik Simon maupun Chris ikut berjoget mengikuti alunan gending yang semakin lama ditabuh semakin keras dan cepat.
Keduanya pun menari mengikuti alunan gending tersebut seperti Pepadu yang sedang saling mengejek.
Kemudian Pakembar atau wasit memberi aba-aba keduanya untuk siap bertanding. Jumlah Pakembar ada dua orang juga, yaitu Pakembar Sedi (wasit pinggir) dan Pakembar Teqaq (wasit tengah).
Tugas keduanya mengawasi jalannya pertandingan, termasuk memisahkan kedua Pepadu apabila pertarungan berjalan terlalu serius. Pakembar juga bertugas memeriksa kesanggupan para Pepadu untuk melanjutkan pertarungan, serta memilih petarung dari kerumunan penonton.
Setelah Pakembar memberi contoh, baru adu pukul dimulai.
Di ronde awal, kedua Pepadu bule itu tampil garang. Keduanya saling baku pukul. “Praakk.. Praakk.., begitu bunyi tongkat rotan saat menimpa perisai masing-masing. Mereka saling pukul dan saling tangkis sampai badannya keringatan. Hemm.., seru tapi ada perasaan ngeri juga,” terang Rico.
Kata Rico Pepadu bule bernama Chris dengan tongkat Penjalin-nya terlihat lebih sering memukul Simon. Sementara Simon menangkisnya dengan taneng Ende-nya dan sesekali membalas dengan memukul Chris.
Di ronde kedua, keduanya mulai menerapkan strategi agar tongkat rotannya dapat mendarat di tubuh lawan. Chris berhasil memukul pinggang dan bahu Simon. Tak lama kemudian Simon juga berhasil membalasnya. Keduanya terlihat meringis kesakitan, dan penonton pun mentertawakannya.
“Singkat cerita setelah 3 ronde berlalu, Simon sang penantang kalah. Chris yang menerima tantangan akhirnya memenangkan pertandingan itu. Dia mendapatkan hadiah uang dalam amplop putih berisi Rp 50 ribu berikut souvenir pakaian adat yang dia kenakan, sedangkan Simon mendapat uang sebesar Rp 25.000 serta dan pakaian adat yang dia pakai,” terang Rico.
Kata Rico lagi turis bule yang mengikuti Peresean sore itu hanya dua orang. “Yaa cuma dua, yang lain enggak ada yang berani,” ungkapnya.
Rico menambahkan penginapan milik orangtuanya jelang acara Festival Pesona Bau Nyale 2016 penuh diisi turis bule. “Hari ini sudah full Om, kebanyakan dari Australia, New Zealand, Kanada, Jepang, dan Perancis. Kalau wisatawan Indonesianya belum ada,” terangnya.
Aksi kedua Pepadu bule itu pun disaksikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB, HL Moh. Faozal dan Camat Pujut, L. Wiraksa, MBSc, S.IP, MM, serta Kades Kuta, L. Badarudin.
Sebelumnya Moh. Faozal menjelaskan kendati Peresean penuh dengan unsur kekerasan namun tradisi khas Suku Sasak itu akan tetap dilestarikan Pemprov NTB. Menurutnya di balik kekerasan Peresean ada silaturahmi, persahabatan, dan sportivitas di dalamnya.
Kata Faozal lagi, di luar lapangan usai bertanding, para Pepadu tidak menaruh dendam, sebab filosofi Peresean ini bukan mencari lawan, melainkan mencari teman bahkan saudara.
Faozal menjelaskan atraksi Peresean sebagai acara pendukung Festival Pesona Bau Nyale 2016 sengaja digelar di Pantai Kuta Lombok untuk mempermudah para bule menyaksikannya. Acara puncak Festival Pesona Bau Nyale 2016 sendiri ditetapkan tanggal 27-28 Februari mendatang.
Menurutnya selama ini lokasi Bau Nyale hanya digelar di Pantai Seger yang terbatas luasnya hingga membuat penonton kurang leluasa menikmatinya. Beda dengan Pantai Kuta yang lebih luas dan turis asing yang menginap di sejumlah homestay yang berada di seberang jalan Pantai Kuta ini, bisa tinggal berjalan kaki untuk menontonnya.
Sudah semestinya setiap event wisata yang digelar, baik itu bersifat tradisi, olahraga maupun kesenian, sebaiknya melibatkan juga wisatawan yang datang baik itu wisman maupun wisnus. Pastinya mereka akan menceritakan pengalaman uniknya yang berkesan itu kelak kepada keluarga, kerabat, teman dan atau orang lain di daerah ataupun negaranya masing-masing.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: dok.rico
Captions:
1. Ratusan orang menyaksikan bule bertarung Peresean di Pantai Kuta, Lombok Tengah.
2. Inilah sang penantang Pepadu Bule asal Kanada.
3. Pepadu bule tengah dipakaikan pakaian adat sebelum bertarung.
0 komentar:
Posting Komentar