. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 27 Februari 2016

Atraksi Lais di Helaran Festival Karamean Desa Memukau Penonton

Kendati diguyur hujan, acara helaran atau karnaval seni budaya dalam Festival Karamean Desa yang berlangsung di Bale Rame Sabilulungan, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu sore (27/2) tetap diminati penonton. Aksi pemain Kesenian Lais yang membuka helaran berhasil memukau penonton yang datang dari berbagai tempat di Kabupaten Bandung bahkan luar Jawa Barat. 

Acara helaran atau karnaval seni budaya yang menjadi acara pembuka Festival Karamean Desa ini dimulai ba’da Ashar di pelataran Bale Rame. Lais menjadi kesenian tradisional yang pertama tampil. Salah satu kesenian khas Kota Garut ini merupakan kesenian akrobatik tradisional yang memperlihatkan ketangkasan pemainnya.

Diiringi alunan musik pencak silat tradisional khas Sunda, mula-mula pemain Lais memanjat batang bambu setinggi kira-kira 10-15 meter dengan cepat hingga sampai ke puncaknya.

Selanjutnya pemain Lais tersebut berpindah ke tambang yang terentang antara dua bilah bambu tersebut, meniti tambang tersebut, dan melakukan akrobat berbagai posisi. Awalnya pemain itu berjalan, kemudian tidur-tiduran di atas tambang, dan yang paling mengagumkan saat dia meloncat-loncat dan berputar berkali-kali seperti akrobatik dalam acara sirkus spektakuler.

Aksinya itu tak urung membuat sejumlah penonton berteriak histeris dan menahan nafas. “Ngeri ngeliatnya tapi kagum,” kata Yeni (23) warga Soreang, Ibukota Kabupaten Bandung yang datang bersama dua sahabatnya.

Sepintas kesenian Lais khas Garut ini mirip dengan atraksi meniti tambang yang digelar untuk memeriahkan acara Macceratasi yang dilakukan warga Bugis yang menetap di Kota baru, Kalimantan Selatan.

Macceratasi sendiri merupakan upacara penyembelihan kerbau, kambing, dan ayam yang kemudian darahnya dialirkan ke laut dengan maksud memberikan darah bagi kehidupan laut. Warga nelayan setempat yakin dengan melaksanakan adat ini akan mendapatkan rezeki melimpah dari laut.

Di sana, atraksi meniti tambang tersebut pun kerap dipertunjukkan bahkan dipertandingkan pada saat upacara adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap.

Namun dibandingkan dengan Lais, pemain Lais lebih berani dan bermacam akrobatnya. “Latihannya bertahun-tahun dan harus tekun,” kata Asep salah satu pemain Lais tersebut.

Sayangnya, belum lama para pemain Lais itu beraksi, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Akhirnya acara karnaval seni budaya dialihkan ke arena pertunjukan terbuka (dome) yang disebut bale rame, yang bangunannya beratap dan berkerangka besi berwarna kuning.

Sejumlah kesenian lainnya kemudian unjuk gigi di arena tersebut. Ada Bambu Gila dan aksi Domba Hias serta sejumlah kesenian khas Sunda lainya sampai jelang Maghrib.

Jika Kesenian Lais cukup membuat penonton kagum dengan keberanian pemainnya, lain lagi dengan kesenian Domba Hias. Penonton dibuat tertawa terpingkal-pingkal dengan atraksi yang dilakukan domba atas perintah pemiliknya.

Domba tersebut dihias sedemikian rupa hingga tampil gagah, mengenakan ikat kepala, penutup badan, dan dilengkapi dengan perhiasan di lehernya. Domba yang didandani tersebut pun bisa berjalan sambil berdiri dengan dua kaki belakangnya, sementara dua kaki depannya dibengkokan seperti tangan.

Aksi yang bikin penonton tertawa saat domba itu bercanda dengan pemiliknya sambil memukul-mukul badan belakang tuannya itu. Terlebih saat domba tersebut ikut berjoget dengan pemiliknya.

Melihat aksi domba yang lucu dan amat jinak itu, sejumlah penonton pun berani mendekatinya lalu mengabadikannya, bahkan ada yang mengelus-elus kepalanya.

Selanjutnya yang tak kalah seru, ada atraksi Bambu Gila yang juga bikin penonton heboh. Bagaimana tidak, sejumlah pria dewasa tak kuasa menahan laju sebilah bambu besar berukuran panjang sekitar 4 meter.

Atraksi tersebut juga berhasil bikin sejumlah penonton penasaran. “Koq bisa begitu ya, apa bambunya ada isinya,” kata Maman yang terbengong-bengong melihatnya.

Selama ini Bambu Gila dikenal sebagai atraksi tradisional kebanggaan masyarakat Maluku. Kesenian yang juga dikenal dengan nama Buluh Gila dan Bara Suwen ini tersebar di Provinsi Maluku, Maluku Utara, dan Maluku Tengah.

Namun ternyata di Jawa Barat, tradisi bernuansa mistik ini juga ada. Maklum saja di wilayah Jawa Barat juga banyak sekali pohon bambu.

Bambu Gila di helaran ini dimainkan oleh 10 orang pemuda atau laki-laki dewasa yang didampingi oleh dua orang lagi yang bertindak sebagai pawang.

Syarat utama memainkan atraksi ini, pemainnya harus berbadan sehat dan kuat. Tidak ada pantangan saat memainkan Bambu Gila kecuali larangan mengenakan perhiasan atau menggunakan barang yang terbuat dari logam. Usai memanterai bambu, pawang kemudian berteriak “Gila, Gila, Gila” dan atraksi Bambu Gila pun dimulai.

Secara keseluruhan acara helaran di Festival Karamean Desa yang baru petama kali diselenggarakan Kementerian Pariwisata (Kemenpar), khususnya bidang Pengembangan Segmen Pasar Personal, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, bekerja sama dengan Kawasan Budaya Sabilulungan Kabupaten Bandung ini, berhasil menghibur sekaligus memukau penonton sekalipun hujan turun tak henti hingga malam.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: Hendri, Kemenpar.

Captions: 
1. Aksi pemain Lais yang meniti tali di helaran Festival Karamean Desa yang bikin penonton terkagum-kagum.
2. Aksi berdiri dan berjalan Domba Hias yang membuat penonton tertawa geli.
3. Aksi sepuluh pemain Bambu Gila yang tak kuasa menahan laju sebilah bambu ber-magic.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP