Ketika Monyet Pangandaran Bercinta
Taman Wisata Alam (TWA) Pananjung di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat menjadi tempat tinggal ratusan monyet ekor panjang dan monyet daun sejak lama. Begitu mudah menemui satwa primata ini dengan beragam tingkah laku uniknya sebagaimana biasa manusia lakukan seperti mencari kutu, mengendong anaknya yang masih bayi, menyantap makan, bahkan bercinta dengan lawan jenisnya. Aktivitas terakhir itulah yang menarik perhatian pengunjung. Bulan-bulan inilah, musim kawin monyet di sana. Jadi jangan heran kalau banyak pasangan monyet yang melampiaskan hasratnya di sembarang tempat.
Baru saja memasuki gerbang TWA Pananjung, sekitar 5 meter jaraknya, ada seekor monyet jantan yang tiba-tiba sedikit agak memaksa seekor monyet betina untuk bercinta. Ukuran sang pejantan itu lebih besar dari si betina yang pasrah dan tak kuasa menolak ’permintaan’ si monyet jantan yang rupanya menjadi ‘penguasa’ dikelompoknya.
Si monyet betina ‘dipaksa’ nungging oleh sang monyet jantan. Kepalanya menunduk ke bawah ditekan tangan kanan monyet jantan yang nampak sedikit beringas. Tak lama kemudian, sang monyet jantan melampiaskan hasratnya dengan gaya doggy style.
Kontan saja, beberapa peserta Orientasi dan Outbound bertema “Peningkatan Pemahaman Bidang Parekraf bagi Jurnalis” yang digelar Pusat Komunikasi Publik (PKP), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), mengabadikan ‘aksi siang’ kedua monyet itu yang berlangsung dalam hitungan tak sampai 5 menit.
Kedua monyet itu tak peduli ‘kelakuannya’ diabadikan, direkam, dan difoto berulang-ulang. Mereka asyik-asyik saja menikmati surga dunianya itu.
Rupanya bukan mereka saja yang bercinta, Minggu siang (23/06/2012) itu. Saat kami menyusuri pantai dan memasuki hutan, ada beberapa pasangan monyet lain yang juga melakukan ‘kegiatan inti’ bobo-bobo siangnya.
Kata Raswin, pemandu wisata Pangandaran yang memandu kami treking sepanjang kurang lebih 4 Km dari penginapan Resort Pantai Pindah Pangandaran ke TWA Pananjung, sekarang ini musim kawin monyet-monyet Pangandaran, tepatnya yang ada di TWA Pananjung. “Mereka kalau kawin suka di sembarang tempat, tak peduli ditonton pengunjung, “ akunya.
Monyet adalah penghuni asli TWA Pananjung yang mampu bertahan sampai sekarang. Mereka mampu beradaptasi dengan perubahan alam sehingga populasinya mencapai ratusan ekor.
Sampai tahun 2000, populasi monyet Pangandaran berfluktuasi antara 200-300-an ekor. Namun sejak tahun 2000-an kisarannya di bawah 200 ekor. Pada tahun 2008 di perkirakan sekitar 138 ekor.
Menurut Wawan, staff Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) TWA Pananjung, jumlah monyet pada tahun 2011 sekitar 150 ekor. “Berkembangnya monyet disini karena tidak ada hewan predator. Matinya alami karena tua atau sakit,” jelasnya.
Monyet di Pangandaran, lanjut Wawan terbagi dalam 6 kelompok. Prilaku mereka cenderung agresif, terutama monyet jantan yang memimpin kelompoknya dan betina yang tengah mengasuh bayinya. Tak sedikit monyet yang berani mendekati pengunjung lalu merampas makanan atau barang pengunjung yang dianggapnya makanan.
“Ada beberapa pengunjung yang dijambret makanannya dan tangannya dicakar monyet karena tak mau memberi makanan,” terang wawan.
Kalau memasuki wilyah monyet yang agresif, Raswin menyarankan pengunjung untuk mengakat tangan sambil teriak “menyerah, menyerah”. “Kalau mau memberi makan ke monyet, langsung saja dilempar ke arah monyet. Jangan meledek-ledek monyet , nanti mereka marah dan mencakar,” katanya.
Landak
Selain monyet, penghuni asli Pangandaran lainnya adalah lutung yang jumlahnya tinggal sekitar 50-70 ekor dalam 5 kelompok berdasarkan pendataan BKSDA TWA Pananjung tahun 2008.
BKSDA Pananjung juga mencatat ada sekitar 50-60 jenis burung di taman wisata alam ini antara lain burung kuntul karang, alap-alap tikus, elang bondol, cekakak, dan burung madu merah.
Selain monyet, hewan yang juga muda ditemui di TWA seluas seluas 530 hektar ini adalah rusa. Jumlahnya sampai tahun 2008 antara 120-140 ekor. Pada malam hari, banyak rusa yang bukan hewan asli Pangandaran ini keluar dari TWA Pananjung untuk mencari sisa-sisa makanan pengunjung.
“Banyaknya rusa yang mencari makan di luar taman wisata alam karena populasinya yang berlebihan, tidak seimbang dengan ketersediaan pakan di dalam cagar alam dan taman wisata alam ini,” jelas Wawan.
Hewan lain yang juga menarik perhatian pengunjung TWA Pananjung adalah landak. Satwa berduri di sekujur tubuhnya ini mudah di dijumpai di Goa Parat atau goa tembus. Di salah saru ceruk di dalam goa yang berada di dekat pantai itu, ada sepasang landak tengah mencari makan. Keduanya tak terganggu oleh kilatan lampu flash kamera pengunjung yang mengabadikan mereka sedang mencari makan.
Disamping aneka satwa di atas, TWA Pananjung juga dihijaukan oleh sejumlah pepohonan berbagai ukuran dari rendah sampai berukuran raksasa seperti pohon laban, kisegel, merong, kondang, butun, dan ketapang. Bahkan di dalamnya terdapat bunga Raflesia Padma. "Biasanya bunga bangkai ini mekar bulan panas,sekitar Juni sampai dengan Agustus", terang Raswin.
Tak begitu sulit mencapai Pangandaran. Dengan kendaraan pribadi roda empat sekitar 7-10 jam. Kalau dengan transportasi umum dari Jakarta, Anda bisa naik pesawat Susi Air dari Badara Halim Perdana Kusuma pukul 09.10 Wib. Tarifnya Rp 520.000 per orang per 4 Maret 2010.
Pilihan lain, naik bis dari Terminal Kampung Rambutan dengan bis Jakarta Perkasa pukul 05.30. 07.00, dan 17.00 Wib atau dari Terminal Depok dengan bis Budiman pukul 06.00 dan 18.00 Wib.
Selain treking ke TWA Pananjung, Anda bisa melakukan beragam aktivitas menarik lain selama berwisata di Pangandaran seperti transplantasi terumbu karang ke lepas pantai dengan kapal lokal “Katamaran”, berenang di Sungai Citumang dan di periaran laut Pantai Barat Pangandaran, dan berselancar di perairan Batu Karas.
Aktivitas lain yang lebih santai seperti bersepeda menuju pedesaan Sidomulyo, Cikembulan, dan Citumang sekalian mengeksplorasi pasar tradisional dan industri kreatif rumah tangga masyarakat setempat seperti pembuatan besi tempa, gula kelapa, wayang golek, dan wayang kulit serta menikmati suguhan tarian tradisional Ronggeng Gunung, Rengkong, dan Gondang di Desa Sukahurip.
Jangan lupa sekalian menikmati Pindang Gunung yakni makanan khas Pangadaran berbahan ikan. Lalu membeli beragam ikan asin, gula kelapa dan juga bermacam kerajinan dari kerang seperti aksesoris gelang, kalung, tirai pintu dan lainnya serta wayang golek dan wayang kulit sebagai oleh-oleh.
Naskah & foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar