Sepuluh Kiat Aman Berpetualang Kala Usia Senja
Kematian Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo saat mendaki Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat yang disorot sejumlah media baru-baru ini, meninggalkan pelajar berharga buat para penggiat alam bebas terutama petualang yang mulai memasuki usia senja. Ini membuktikan kondisi fisik seseorang turut dipengaruhi faktor ‘U’ alias umur. Semakin senja, jelas semakin berkurang kekuatan fisik. Untuk itu perlu kiat khusus agar petualangan tetap berjalan aman dan menyenangkan sekalipun gairah dan otot tak sedasyat dan tak selentur muda dulu. Apa saja kiatnya?
Berkegiatan di alam bebas yang kental aroma petualangannya seperti mendaki gunung, arung jeram, menyusuri gua, memanjat tebing, dan sebagainya memang dapat dilakukan siapapun. Tak kenal batas usia. Dengan kata lain, tidak melulu anak muda dan orang dewasa saja.
Asal berjiwa-raga sehat dan punya kemauan (mental) kuat, anak-anak mulai dari balita hingga jelang remaja pun sanggup melakukannya. Ini sudah dibuktikan oleh beberapa pendaki gunung bocah dengan prestasi yang membanggakan hingga mengharumkan nama bangsanya (baca: Empat Pendaki Cilik yang Mengagumkan).
Para petualang yang mulai dan sudah berusia senja pun masih banyak yang melakukan kegemarannya itu. Contohnya tak perlu jauh-jauh ya Widjajono (61 tahun), pakar perminyakan yang akrab disapa Pak Wid itu semasa kuliah di ITB sudah suka naik gunung. Dan sepanjang tahun ini, pria kelahiran Magelang 16 September 1951 ini menargetkan pendakian 10 gunung di Indonesia. Sebelumnya guru besar ITB itu pernah tercatat mendaki Gunung Fuji pada 1997, puncak Jaya Wijaya (2002), Himalaya (2007), dan Gunung Kilimanjaro (2009).
Contoh lain Katsusuke Yanagisawa kelahiran 20 Maret 1936 asal Jepang, menjadi pendaki tertua yang pernah mendaki Gunung Everest. Guru ini memanjat bagian Utara puncak tertinggi dunia itu bersama tim Himex pada 22 Mei 2007 dalam usianya ke-71 tahun 63 hari.
Bahkan orang dengan keterbatasan fisik, seperti tak memiliki kaki, tangan atau lainnya, ada yang sanggup mendaki gunung, memanjat tebing, dan lainnya. Contohnya pendaki tuna daksa Indonesia berkaki satu, Muhamad Sabar (40) yang tahun lalu mendaki tujuh puncak di tujuh benua (seven summits) dalam rangka memperingati Hari Orang Cacat Sedunia. Sebelumnya anggota Federasi Pemanjat Cacat Indonesia (FPCI) ini pernah memanjat gedung tertinggi di Solo, Tugu Selamat Datang di Bunderan HI di Jakarta, dan memanjat tebing alam setinggi 125 meter di Padalarang, Bandung.
Jadi yang perlu diketahui adalah kapasitas fisik dan mental seseorang yang berbeda satu sama lain sesuai usianya. Fisik dan mental anak-anak jelas berbeda dengan anak muda apalagi orang tua. Saat anak-anak, fisik dan mentalnya sedang dalam masa pertumbuhan. Jadi perlu pendamping profesional untuk memenuhi keinginannya berpetualang. Peran orangtua disini amat berpengaruh dan penting.
Selagi muda, jelas ini masa-masa paling produktif untuk berpetualang, baik dalam segi kuantitas (jumlah petualangan) maupun kualitas (ekspedisi, dll). Saat itulah fisik dan mental sedang bugar-bugarnya, dengan catatan bila dijaga dan dikelola dengan baik. Inilah masa terbaik untuk menyalurkan energi berpetualang sepuas-puasnya. Jadi manfaatkan sebaik-baiknya karena takkan terulang.
Saat berusia senja, seperti disebut di atas, jelas kondisi fisik bakal menurun. Karena itulah perlu kiat untuk mengatasinya, seperti sepuluh (10)kiat berikut ini:
Pertama, tetap berolah raga. Inilah hal utama yang kudu dipenuhi oleh para petualang senja sekalipun semasa mudanya dulu rajin naik-turun gunung dan lainnya. Mental saja tidak cukup. Jangan menganggap karena sudah berpengalaman naik gunung semuda dulu, lalu Anda meremehkan hal itu. Jadi anda harus tetap berolahraga, dimanapun sesibuk apapun.
Lari dan jogging merupakan olahraga terbaik sebagai bekal fisik sebelum mendaki buat para pendaki terlebih pendaki senja. Lari disini jangan hanya di medan rata atau datar seperti jalan beraspal mulus. Sesekali harus juga berlari di jalur menanjak dan menurun untuk mendapatkan atmosfir sebagaimana jalur pendakian. Waktu terbaik lari (jalan cepat, lari santai/jogging) adalah pagi dan sore. Sementara renang bermanfaat melenturkan otot dan pernafasan. Kedua olahraga ini sebaiknya dilakukan minimal seminggu sekali.
Kedua, usahakan kalau tidak punya waktu berolahraga dengan intens, tetap masih sering berjalan kaki, minimal bersepeda. Mungkin saja sewaktu masih SMA dan Kuliah dulu, kemana-mana kerap berjalan kaki, naik kendaraan umum dan lainnya. Tapi setelah bekerja apalagi jadi orang penting, pasti kesempatan itu berkurang sebab kemana-mana naik mobil, diantar dan dijemput sopir bahkan pengawal, Anda tinggal duduk manis. Jadi kesempatan bergeraknya sudah semakin berkurang.
Ketiga, sebelum memulai pendakian sebaiknya melakukan pemanasan mulai dari streatching (pelenturan otot) minimal 5 menit, warming up (senam pemanasan) minimal 5 menit agar otot tidak kaget, dan terakhir tentu saja berdoa.
Keempat, sewaktu mendaki jangan membawa beban yang berat. Ingat kondisi fisik Anda berbeda dengan anak muda belasan dan duapuluhan tahun (masa SMA dan Kuliah). Solusinya gunakan porter. Anda cukup bawa perlengkapan pendukung saja, seperti kamera jika memang hobi memotret dll.
Kelima, kalau Anda tidak hafal lagi jalur pendakian. Sebaiknya gunakan jasa pemandu lokal selain porter tadi. Anda tinggal berjalan mengikuti petunjuk pemandu saja tanpa harus berpikir keras mencari jalur pendakian sebenarnya ketika bertemu jalur bercabang atau sulit dikenali.
Dengan menggunakan porter dan pemandu lokal, berarti Anda sudah berbagi sedikit rezeki. Buat apa Anda punya banyak uang tapi masih mau bercapek-capek membawa barang sendiri dan berpusing-pusing mencari jalur pendakian saat mendaki. Kecuali waktu muda dulu, dan ketika itu Anda masih kering kerontang, itu masih bisa dimaklumi. Memang mendaki dengan pemandu, rasa adventuring-nya berkurang. Tapi kalau sudah berusia senja dan memiliki waktu sempit, sisihkan saja rasa itu.
Keenam, jika Anda pergi mendaki gunung dengan kelompok pendaki muda (pelajar SMA, mahasiswa ataupun pekerja dan pemandu) jangan sok-sokan mengikuti langkah mereka. Maklum seusia mereka, terlebih pelajar SMA dan mahasiswa mungkin mereka bisa naik atau turun gunung sambil lari karena fisik mereka sedang prima-primanya. Lebih baik Anda bilang, jalannya santai saja. Kalau mau bergerak cepat silakan, nanti saya menyusul. Jadi Anda tak perlu gengsi.
Ketujuh, cari jenis petualangan yang sesuai dengan kapasitas kemampuan Anda saat ini. Kalau merasa persiapan fisik kurang, beban pikiran sedang meninggi karena persoalan rumah tangga, pekerjaan yang menumpuk dan sebagainya, sebaiknya jangan memaksakan diri berpetualang yang berat-berat seperti mendaki gunung yang cukup tinggi dan berjalur sulit. Carilah petualangan alternatif. Boleh saja mendaki gunung tapi gunung yang mudah dicapai.
Kedelapan, cek up kesehatan Anda. Mungkin saja sewaktu muda, Anda sehat wal’afiat namun tanpa Anda ketahui saat menjelang senja Anda terkena asma, gejala paru-paru, jantung, stroke atau lainnya.
Kesembilan, bawa obat-obat khusus Anda jika menderita suatu penyakit tertentu. Kalau Anda punya gejala reumatik, mudah pegal-pegal, sesak nafas, dan lainnya, ya bawa saja obatnya dalam kemasan kedap air. Termasuk perlengkapan khusus yang biasa Anda gunakan sehari-hari, seperti kaca mata dan lainnya untuk memudahkan Anda berpetualang.
Kesepuluh, kenali karakter lokasi petualangan yang dituju. Misalnya kalau ingin mendaki gunung A, sebaiknya pahami waktu terbaik untuk mendakinya, kekhasan alam, dan cuaca gunung tersebut. Termasuk peraturan tak tertulis yang berlaku di masyarakat di sekitar gunung itu. Dengan demikian Anda sudah membawa bekal selain bekal fisik dan mental tadi.
Mendaki gunung dan kegiatan petualangan lainnya bukanlah untuk menaklukan gunung dan tantangannya. Melainkan bagaimana menikmati keindahan dan mensyukuri karunia Tuhan YME yang tak terhingga sehingga semakin dekat denganNya dan terus berusaha menjaga kelestariannya, sebagaimana diterapkan Widjajono yang selama hidupnya sudah mendaki sekitar 40 gunung di dalam dan luar negeri.
Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: dok ist.
0 komentar:
Posting Komentar